Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berburu Bayi Di Daratan Cina

RRC menjalankan program KB besar-besaran dan teramat keras. Keluarga dengan satu anak ditekankan. Snak kedua tak dapat tunjangan. Dibentuklah semacam pasukan yang beroperasi ke seluruh pelosok.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAYANGKAN. Seorang janda membenamkan dua anak gadisnya yang masih kecil di Danau Guangzhou. Itu diperbuatnya agar ia bisa lega menikah dengan pacarnya--dan kelak, seperti diinginkannya, akan resmi tercatat sebagai melahirkan anak pertama. Michele Vink, yang menuturkan kisah itu dalam Asian Wall Street Journal, terasa tak bisa menahan diri. "Kalau itu sungguh-sungguhterjadi," katanya, "mereka benar-benar biadab." Michele memang tak menyaksikan sendiri peristiwa itu. Ia hanya menceritakan kembali kisah orang-orang setempat. Namun ia yakin perbuatan mengerikan itu memang benar berlangsung -paling tidak sangat mungkin. Dan ia juga percaya: tidak diambil tindakan apa pun kepada si ibu. Sebab kejadian aneh luar biasa itu sebenarnya paralel saja dengan program keluarga berencana RRC. Michele Vink, bersama seorang wartawan harian kiri Hongkong Zheng Ming, masuk ke negeri ini beberapa bulan lalu. Keduanya lalu tertarik meliput usaha besar RRC menjalankan program keluarga berencana. Hasilnya: laporan panjang yang setengahnyamungkin akan dianggap fantastis. Tidak mustahil memang ada hal-hal yang terasa dilebih-lebihkan. Toh sebenarnya begitu banyak keanehan di negara tirai bambu itu, yang sebelum terjadi mungkin akan dianggap mustahil. Perubahan politik yang 180 derajat sendiri, yang datang secara tiba-tiba di bawah Deng Xiao-ping, mulanya juga agak sulit dipercaya. Juga pembataian besar-besaran di masa Revolusi Kebudayaan, ketika bondongan besar para pemuda yang kalap seperti tiba-tiba saja merusak, menggeser dan menggocoh dan menjungkirbalikkan tatanan lama di seluruh negeri yang luas itu. RRC memang mati-matian memerangi jumlah pertambahan penduduk. Ini program rezim baru--salah satu aspek modernisasinya. Mereka kini mengampanyekan: satu keluarga satu anak. Dan sebabnya bisa dipaham: bila stabilitas jumlah penduduk--kini 1,2 milyar--tidak dijaga, maka politik dan ekonomi negara dikhawatirkan ambruk. Cukup menakutkan, memang. Bila sebuah keluarga cuma bisa menciutkan niat mempunyai anak sampai tiga orang, di tahun 2080 jumlah penduduk diperhitungkan bakal mencapai 4,26 milyar. Sedang dengan ketentuan satu keluarga satu anak, dalam waktu 100 tahun jumlah penduduk diperkirakan akan bisa menyusut sampai 700 juta. Dan ini ideal. Pantas kalau pemerintah jadi begitu bernapsu. Tapi tantangannya cukup berat-gampang dipaham. Justru di kalangan masyarakat Cinalah anggapan "anak membawa berkah" barangkali paling tertanam. Dan karenanya kampanye beranak satu tidak cuma dipropagandakan lewat radio atau poster-poster dinding yang besar. Menurut Michele Vink, pemerintah membentuk pasukan untuk kepentingan ini--yang diperintahkan bergerak ke setiap pelosok. Namanya saja pasukan, cara yang ditempuh ya cara pasukan. Di desa-desa, pasukan KB ini menuntut masyarakat menggunakan berbagai alat kontrasepsi bahkan tanpa pemeriksaan, penjelasan maupun penerangan seks. Tentu, KB sendiri bukan barang baru di Cina. Sejak 1952 gagasan untuk mengerem ledakan penduduk sudah terdengar. Hanya dalam kenyataan tekanannya baru terasa pada 10 tahun terakhir. Dan jadi keras mulai 1979, waktu dibisikkan keharusan untuk hanya punya anak seorang. Padahal di mana pun di dunia, atau bagaimanapun terdesaknya sebuah negeri, angka 1 tak pernah disodokkan dengan keras dalam urusan KB. Hampir tak masuk akal. "Permintaan gila! " kata seorang ibu d i pedalaman kepada Michele Vink. Ibu ini, kendati baru satu kali melahirkan, langsung kena sanksi: yang keluar dari rahimnya dua orang anak kembar. Bahkan di kalangan intelektual yang sadar betul perlunya KB, tuntutan satu anak pun tak sepenuhnya dituruti. Seorang pejabat statistik di Beijing menyebutkan, 99% kaum intelektual di kota-kota besar punya dua anak. Pembangkangan diam-diam ini, di kota besar, nampaknya masih ditolerir. Sebagai imbangan: disediakan rangsangan berupa macam-macam fasilitas atau tunjangan bagi mereka yang hanya beranak satu. Sedang bagi yang lebih, kemudahan yang sudah didapat diancam bakal dicabut. SETIDAK-TIDAKNYA, sekarang ini seperti nampak di kalangan intelektual, anak kedua tak lagi diberi tunjangan. Dan pada angka 3 baru tindakan keras dilakukan: semua tunjangan yang pernah diberikan harus dikembalikan--termasuk harga fasilitas yang pernah dinikmati. Dari sinilah bisa dipahami mengapa ibu di muka tadi sampai tega menenggelamkan dua anak perempuannya ke Danau Guangzhou. Di samping itu masih ada aturan lain yang aneh, dan terasa diskriminatif pada jenis seks. Tak begitu tegas diumumkan, namun sangat tegas dipercayai: diperbolehkan punya seorang anak lagi bila anak pertama ternyata perempuan . . . Suatu kali, seperti sengaja, Radio Xinhu dalam siaran pedesaannya menurunkan semacam perdebatan. Diperdengarkan di situ--secara berani-pendapat seorang wanita intelektual yang tinggal di desa. Pendapat itu kontroversial . Katanya: program KB tak semestinya terlalu diketatkan. Anak adalah tenaga kerja di desa. Sedang di RRC kini semua usaha pertanian diurus oleh seluruh keluarga. Karena itu terbatasnya anak bisa berakibat pada krisis. Bisa dipastikan, pendapat ini akan didukung rata-rata petani. Namun bukan propaganda namanya kalau masalah ini tak sampai "diselesaikan". Belakangan Xinhu menyiarkan lagi suara wanita itu. Ini kini terdengar berbicara dengan sejumlah pejabat - dalam sebuah acara "dari hati ke hati". Dalam acara itulah ia secara halus dihadapkan pada berbagai kenyataan yang disebutkan pahit akibat peledakan penduduk. Data statistik, ketakmampuan membiayai anak-anak, dan akhirnya runtuhnya perekonomian. Di sisi lain ia mendapat penjelasan, pertanian di waktu dekat akan mengalami mekanisasi: tenaga kerja yang besar tak lagi diperlukan. Lalu buntutnya, sang tokoh wanita mengeluarkan pernyataan: bersedia menjalani sterilisasi. Ia merasa "bahagia". Bahkan menghimbau agar para wanita desa mau membuang kesuburan dirinya--demi kesuburan negara. Himbauan itu masih terasa sopan. Sebab nyatanya, tidak semua pasukan KB mengambil jalan seperti itu dalam mensukseskan program yang dibebankan. Di desa-desa sterilisasi dilaksanakan dengan paksa. Yang bisa dipastikan, semua wanita yang berani mempunyai tiga anak langsung menjalaninya. Bahkan. saking bersemangatnya, pasukan KB sering memaksa para ibu menjalani sterilisasi begitu mereka melahirkan bayinya yang pertama. Michele Vink, bersama temannya dari harian Zheng Ming, mencatat, bahwa di tiga daerah-- Guangzhou, Dongguan dan Guangdong--"teror KB" termasuk agak gila-gilaan. Guangzhou dan Guangdong masing-masing adalah provinsi. Dua wilayah ini termasuk dalam empat--dari 29 provinsi di RRC--yang gagal menjalankan KB. Dua yang lain dinilai tak seberapa mengkhawatirkan, karena termasuk daerah minoritas yang masih hidup dalam lingkungan sangat tradisional: angka pertambahan memang besar, tapi jumlahnya sendiri tidak. KALAU ada daerah yang dir maki-maki dalam hal KB, ya dua provinsi itulah. Guangdong berpenduduk 57,8 juta jiwa, sedang Guangzhou 55 juta. Michele Vink sendiri memang menyaksikan: di Guangzhou, ibukota provinsi, penduduk yang 2,4 juta hidup bertumpuk-tumpuk seperti di Hongkong. Di Guangdong suasana tak beda jauh. Menurut seorang pejabat KB, di tahun 2000 nanti penduduk kedua provinsi ini cuma boleh bertambah 70 juta. Dengan kata lain angka pertambahan hanya boleh 1,6%. Kendati tak dinyatakan, dengan begitu bisa dipastikan pasukan KB di kedua daerah ini menyatakan perang terhadap pertambahan makhluk manusia. Lebih-lebih karena medan yang mereka hadapi cukup keras rupanya: di kedua daerah ini himbauan satu keluarga satu anak ternyata selama ini tak digubris. Hampir semua penduduk beranak tiga -- paling sedikit. Tahun ini saja, pada catatan kotapraja, 26% kelahiran adalah kelahiran anak ketiga. Reaksioner juga orang orang di sini. Bahkan menurut pengamat Michele Vink, mereka tak begitu peduli tunjangan yang mereka dapat dicabut-malahan tak keberatan membayar denda. Mengapa? Sebab mereka rata-rata punya keluarga di Hongkong. Dan kedua daerah ini memang tercatat paling banyak punya hubungan dengan luar negeri --lengkap dengan bantuan keuangan dari wilayah Inggris itu. Konon malah tak sedikit anak-anak diselundupkan ke sana bila orangtuanya tak bisa membiayai. Seorang ibu, kepada si wartawan, menunjukkan fotoanaknya yang kini sudah sampai ke Amerika -- hmm, dalam pakaian yang gagah. Maka di kota-kota besar, di kedua provinsi ini, rumah-rumah sakit pun menjalankan pengguguran. Harus dikatakan secara kejam, sebab praktek itu begini: ibu-ibu yang datang memeriksakan kandungan, tahu-tahu "digarap" diam-diam sehingga anaknya mati ketika lahir. Ada tambahan berita: kalaupun si anak lahir masih bernyawa, dokter akan menyuntiknya mati. Dari catatan yang bisa didapat Michele Vink terlihat: di sebuah rumah sakit tahun ini saja terjadi 37.000 "keguguran" kahdungan. Sedang 16.000 yang lain selamat. Ada lagi penuturan Michele Vink. Tak jauh dari Dongguan, terdapat semacam daerah kamp kerja. Di sini dipekerjakan para wanita hamil-dengan berat, sebab memang bertujuan gugurnya anak yang dikandung. Wartawan Zheng Ming, kawan Michele, menyaksikan satu kejadian. Seorang wanita yang hamil--untuk ketiga kalinya--diarak penduduk. Dibawa ke rumah sakit dalam sebuah gerobak, untuk menjalani pengguguran. Michele sendiri melihat seorang ibu hamil tua yang tertangkap pasukan KB. Ia rupanya melarikan diri ke sebuah desa di pegunungan untuk menyelamatkan bayinya. Dengan tangan terikat, ibu itu dimasukkan ke dalam sebuah keranjang besar, dan dibawa ke rumah sakit. "Pemandangan yang mengerikan," tulis Michele Vink. "Ibu itu tidak lagi menangis. Wajahnya pucat, tegang ...." Anggota pasukan KB lantas menjelaskan kepada masyarakat: "ibu yang nekat" ini harus dijadikan pelajaran. Keinginan punya tiga orang anak,adalah egoistis. Ini "jangan sekali-kali ditiru."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus