Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bila anda banyak bepergian

Problem-problem yang timbul pada para eksekutif yang sering bepergian. misalnya anak bersikap masa bodoh karena tak merasakan peranan orang tuanya.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM setahun, empat bulan dihabiskannya di luar negeri," kata sebuah tulisan tentang seorang tokoh eksekutif. Dan anda mungkin salah seorang pembaca yang terkagum-kagum, membayangkan nikmatnya perjalanan bisnis itu:naik turun tangga pesawat, pindah dari hotel yang satu ke hotel yang lain, teken sana teken sini, rapat, makan siang, jamuan khusus, dan seterusnya. "Perjalanan seperti itu tidak saja memuakkan. Tapi juga penuh Problem khusus." Begitu malah ujar seorang manajer pemasaran sebuah perusahaan multinasional yang bermarkas di Cleveland, Amerika Serikat. Ia sendiri menghabiskan 30 persen waktunya dengan melakukan pelbagai perjalanan. Bersama manajer ini, ada enam orang lain yang duduk termenung-menung di bar Philadelphia Centre Hotel itu--bagai terbenam dalam kesepian. Di sudut yang lebih redup, seorang pianis memainkan Fly Me to The Moon. "Anak-anak anda bersikap masa bodoh. Karena mereka tak merasakan peranan anda dalam hidup mereka sehari-hari." Itu ujar seorang eksekutif lain berusia 40-an tahun--kepada wartawan David Diamond dari The International Herald Tribune. Ia tak mau namanya diumumkan. Kini, catatan mengenai akibat ketidakhadiran orang tua di rumah semakin menimbulkan was-was. Sejumlah psikolog ikut turun tangan menyimak gejala yang sebetulnya sudah berlangsung lama itu. Masalahnya konon tidak hanya menyangkut rasa terasing dan kesepian. Melainkan juga bisa mengakibatkan penyakit fisik. Ada pula yang mengatakan para tokoh bisnis yang banyak bepergian lebih mudah jatuh ke dalam pelukan alkoholisme, ketimbang mereka yang 'mangkal' di kantor. "Masalah ini sebetulnya sangat penting," ujar Marilyn Morgan, asisten profesor manajemen pada Wharton School. "Maka sungguh mengherankan, belum ada pihak yang terpanggil untuk melakukan riset yang luas dan akademis." Sudah tentu kesimpulan tidak bisa diambil terburu-buru. Banyak hal masih merupakan pertanyaan. Misalnya, berapa jauh rata-rata seorang tokoh bisnis bepergian dalam setahun. Dan berapa persen para eksekutif menghabiskan waktu mereka di luar rumah. Tapi tahun lalu, perusahaan Heidrick & Struggles Inc. melancarkan poll di tengah para eksekutif internasional dari 250 perusahaan penting. Hasilnya menunjukkan sejumlah angka yang mengesankan. Rata-rata, setiap eksekutif melakukan perjalanan antarnegara 10 kali dalam setahun--masing-masing sejauh 114,5 ribu mil setiap orang. Di perusahaan Sun Co, misalnya, 6000 karyawan melakukan perjalanan dengan jumlah total 60 juta mil pada tahun lalu. Mereka menghabiskan 120 ribu malam di hotel. Dan kini, beberapa perusahaan mulai mengambil tindakan yang bertujuan mengurangi perjalanan jauh. Ada pula yang sebaliknya: memberikan pelayanan istimewa kepada karyawan yang sering terpisah dari rumah. Misalnya Laventhol & Horwath, sebuah perusahaan accounting yang bermarkas di Philadelphia. Karyawan yang ditugasi lebih seminggu meninggalkan rumah, diberi kesempatan pulang pada akhir minggu--dengan biaya kantor. Beberapa manajer mengizinkan para pegawainya yang sedang bepergian menggunakan fasilitas telepon tak terbatas--untuk berhubungan dengan anak-istri. Ada pula perusahaan yang membangun jaringan komunikasi modern di pelbagai kantor cabang. Melalui cara ini, para eksekutif dapat berhubungan lewat layar televisi dengan rekannya di tempat yang jauh, tanpa perlu meninggalkan kantor--dan keluarga. Toh, problem yang timbul dari kebiasaan bepergian tersebut sangat bersifat individual. "Ada orang yang bisa menikmati perjalanan kerja, dan mempersiapkan kehidupan dan rumah tangganya untuk kondisi itu," kata Dr.Bruce Karrh, direktur medis E.l. du Pont de Nemours & Co. Sementara bagi orang lain, perjalanan yang sama dapat mengakibatkan persoalan psikologis yang aneka warna. Lain pula pendapat Mel Goldsmith, direktur sebuah pusat pelayanan psikologi di Acorn. "Para eksekutif yang sering bepergian pada dasarnya tidak memiliki sistem pendukung yang stabil seperti: keluarga, sahabat dan kolega," katanya. "Mereka senantiasa berada di tengah manusia dan lingkungan yang asing." Dokter ini biasa melayani pasien yang dikirimkan secara agak rahasia oleh pelbagai perusahaan. Ia kemudian menambahkan: "Mereka terperangkap dalam rasa sepi. Dan kehilangan intimasi dalam hidupnya." Perpisahan dengan keluarga, tentu saja, menimbulkan banyak problem. Rumah tangga yang seharusnya dipimpin sepasang orang tua menjadi ditangani satu pihak. "Dalam ketidakhadiran suami, seorang istri bebas memutuskan segala-galanya," ujar Goldsmith. "Keadaan ini membuka jalan bagi a!koholisme, keserongan dan depresi. Ada pula gejala lain. Seorang istri yang sudah biasa 'berkuasa' di rumah ketika sang suami bepergian, kemudian tak mau menyerahkan 'kekuasaan' itu setelah sang suami kembali. Kalau sudah begini, Dr. Goldsmith melihat dua kemungkinan. Pasangan itu berusaha membina kembali hubungan baik, atau bubar sama sekali. YANG terakhir itu diakui pengusaha Cleveland yang kita kutip tadi. "Begitu pulang ke rumah, anda sudah bukan tokoh yang berkuasa lagi," katanya. "Anda harus membangun kembali 'karir' anda sebagai kepala rumah tangga--atau akhirnya hanya sebagai pasangan yang setara." "Siksaan utama ialah rasa sepi," ujar seorang eksekutif lain dari sebuah perusahaan di utara Nework. Ia mengaku jarang terlibat percakapan dengan orang seperjalanan. Dan, sebagai gantinya, mencari ketenangan dalam minuman keras. Pernyataan ini agak paralel dengan kesimpulan John Williams, ahli alkoholisme yang bekerja pada Morgan Guaranty Trust Co. Menurut Williams, mereka yang condong kepada alkohol selalu berusaha mendapat pekerjaan yang ada hubungannya dengan bepergian jauh. Ia dan beberapa rekannya percaya, "angka alkoholisme lebih tinggi di kalangan mereka yang kerjanya bepergian--ketimbang yang menetap di belakang meja." Memang tidak ada angka statistik yang bisa dijadikan bukti. Namun perjalanan tidak urung memberikan kesempatan sangat luas kepada seorang peminum. Setidak-tidaknya kesempatan bersendiri. Apalagi ada flight tertentu yang menawarkan alkohol terang-terangan kepada penumpang kelas tertentu. Toh sampai sekarang, banyak perusahaan besar belum mengubah kebijaksanaan pokoknya berkenaan dengan kekhawatiran baru ini. Ujian masuk untuk calon karyawan dinas luar juga belum dihubungkan dengan kebiasaan minum arak. "Tapi begitu alkoholisme ternyata mempengaruhi penampilan karyawan bersangkutan, tindakan harus diambil," kata Goldsmith. Ada pula sejumlah pegawai yang sebetulnya tidak senang bepergian--tapi takut kehilangan pekerjaan bila menolak. "Saya sudah berhubungan dengan 40 sampai 50 perusahaan," ujar Peter Brill, psikiater yang mengepalai Pusat Studi Pengembangan Kedewasaan, berafiliasi dengan Universitas Pennsylvania. Umumnya perusahaan punya semboyan: "Kalau tak tahan panasnya api, keluarlah dari dapur." Jadi, bila ada karyawan yang tidak betah dengan jabatannya, lebih baik . . . Dr. Karrh, dari perusahaan Du Pont, malah menyatakan, belum melihat problem yang serius dalam hal itu. Pokoknya belum dicapai kesepakatan. Dan karena itu para eksekutif tetap hilir-mudik ke sana ke mari, hinggap dan terbang di sembarang bandar udara, menginap di sembarang hotel, dan tiba-tiba . . . Seseorang mengetuk pintu. Di depannya berdiri anaknya, yang segera akan dia rangkul untuk dicium. Si anak menghindar: "Mama . . . !"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus