Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berebut angan-angan

Pembangunan pasar di Pasar Klenteng baru rencana. Seratus pedagang setempat berdemonstrasi ke balai kota karena kuatir tergusur. Belum diperoleh persetujuan DPRD.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 100 orang pedagang berkumpul di balaikota Banjarmasin hari Kamis 2 pekan silam. Seorang di antara mereka langsung merebut pengeras suara dan bicara: "Bapak walikota yang kami cintai, lihatlah pembangunan pasar-pasar yang ada di kota ini, selalu terbengkalai." Lalu ia menyebut beberapa contoh, ada yang benar tapi tak sedikit yang dicari-cari. Orang itu mewakili teman-temannya sesama pedagang di Pasar Klenteng Banjarmasin. Namanya Isbat Kumis. Berkumis atau tidak orang ini, tak begitu penting. Tapi pertemuan para pedagang de ngan Walikota Siddik Susanto hari itu berpangkal pada rencana pihak balaikota Banjarmasin untuk membangun sebuah pasar bertingkat 3 di tempat Pasar Klenteng yang sekarang. Biaya pembangunannya akan menelan uang Rp 4,5 milyar. Maksud Siddik Susanto, pasar itu kira-kira akan menyerupai Pasar Wyaya di Surabaya dengan tubuh lebih kecil tentunya. Mendengar angka biaya sebesar itu ke-396 orang pedagang di Pasar Klenteng (yang sekarang) terpukau juga. Menurut fikiran mereka, tak salah lagi, biaya itu akan dikeruk dari kantong mereka jua yaitu pada saat penebusannya kelak. Walaupun rencana itu masih dalam angan-angan Siddik Susanto, kekhawatiran para pedagang pun mulai menjadi-jadi. Sebab manakala mereka tak punya kesanggupan, tentulah 600 buah petak yang akan ada di pasar itu nanti akan jatuh ke tangan pedagang-pedagang bermodal gendut. Belum lagi urusan harga tebusan menjadi jelas, masalah pemilihan tempat jadi ramai. Para pedagang sudah buruburu ngotot agar kepada mereka diberi kesempatan pertama untuk mendapat petak di tingkat I. "Mana mungkin?" kata Walikota. Di samping mustahil semua pedagang itu akan tertampung di lantai I juga harganya sudah tentu lebih mahal. Sebab menurut f1kiran Siddik 50O dari biaya seluruhnya dibebankan pada lantai I, sisanya lantai II (20%) dan III (30%). Hingga walikota berkehendak agar para pedagang itu menempati lantai II, yang jauh lebih murah. Tapi para pedagang tetap ngotot juga. "Kami tetap memilih lantai I" teriak Isbat Kumis dalam pertemuan itu, "karena pembangunan apapun yang bertingkat lantai I lah yang lebih dulu selesai." Kesatuan pendapat tak tercapai, Isbad Kumis menggebuk meja di hadapan walikota. Lalu para pedagang juga menyebut, bahwa Gubernur Kalimantan Selatan sudah menerima teleks dari Menteri Dalam Negeri soal tuntutan mereka itu. Menurut fikiran para pedagang, teleks itu berisi pembelaan Mendagri terhadap tuntutan mereka. "Lho, pak Menteri cuma tanya, kok" jawab Siddik. Tapi demonstrasi kecil oleh para pedagang ke balaikota itu pada dasarnya didorong oleh kegelisahan mereka. Sebab akhir-akhir ini pihak Kotamadya Banjarmasin sudah membangun sejumlah besar kios darurat melingkad kompleks Pasar Klenteng menembus daerah Min Seng. Sangkaan mereka tak lain: mereka akan segera digusur. Namun, kata walikota, dengan membuat kios-kios darurat itu bukan berarti pelaksanaan peremaiaan Pasar Klenteng segera dimulai. 'Diajukan ke DPRD saja belum, malah gubernur sendiri belum kita lapori" ucap Siddik Susanto. Tapi begitulah, dasar pedagang yang tak sabar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus