SEKITAR 100 orang pedagang berkumpul di balaikota Banjarmasin
hari Kamis 2 pekan silam. Seorang di antara mereka langsung
merebut pengeras suara dan bicara: "Bapak walikota yang kami
cintai, lihatlah pembangunan pasar-pasar yang ada di kota ini,
selalu terbengkalai." Lalu ia menyebut beberapa contoh, ada yang
benar tapi tak sedikit yang dicari-cari.
Orang itu mewakili teman-temannya sesama pedagang di Pasar
Klenteng Banjarmasin. Namanya Isbat Kumis. Berkumis atau tidak
orang ini, tak begitu penting. Tapi pertemuan para pedagang de
ngan Walikota Siddik Susanto hari itu berpangkal pada rencana
pihak balaikota Banjarmasin untuk membangun sebuah pasar
bertingkat 3 di tempat Pasar Klenteng yang sekarang. Biaya
pembangunannya akan menelan uang Rp 4,5 milyar. Maksud Siddik
Susanto, pasar itu kira-kira akan menyerupai Pasar Wyaya di
Surabaya dengan tubuh lebih kecil tentunya.
Mendengar angka biaya sebesar itu ke-396 orang pedagang di Pasar
Klenteng (yang sekarang) terpukau juga. Menurut fikiran mereka,
tak salah lagi, biaya itu akan dikeruk dari kantong mereka jua
yaitu pada saat penebusannya kelak. Walaupun rencana itu masih
dalam angan-angan Siddik Susanto, kekhawatiran para pedagang pun
mulai menjadi-jadi. Sebab manakala mereka tak punya kesanggupan,
tentulah 600 buah petak yang akan ada di pasar itu nanti akan
jatuh ke tangan pedagang-pedagang bermodal gendut.
Belum lagi urusan harga tebusan menjadi jelas, masalah pemilihan
tempat jadi ramai. Para pedagang sudah buruburu ngotot agar
kepada mereka diberi kesempatan pertama untuk mendapat petak di
tingkat I. "Mana mungkin?" kata Walikota. Di samping mustahil
semua pedagang itu akan tertampung di lantai I juga harganya
sudah tentu lebih mahal. Sebab menurut f1kiran Siddik 50O dari
biaya seluruhnya dibebankan pada lantai I, sisanya lantai II
(20%) dan III (30%). Hingga walikota berkehendak agar para
pedagang itu menempati lantai II, yang jauh lebih murah. Tapi
para pedagang tetap ngotot juga.
"Kami tetap memilih lantai I" teriak Isbat Kumis dalam pertemuan
itu, "karena pembangunan apapun yang bertingkat lantai I lah
yang lebih dulu selesai." Kesatuan pendapat tak tercapai, Isbad
Kumis menggebuk meja di hadapan walikota. Lalu para pedagang
juga menyebut, bahwa Gubernur Kalimantan Selatan sudah menerima
teleks dari Menteri Dalam Negeri soal tuntutan mereka itu.
Menurut fikiran para pedagang, teleks itu berisi pembelaan
Mendagri terhadap tuntutan mereka. "Lho, pak Menteri cuma tanya,
kok" jawab Siddik.
Tapi demonstrasi kecil oleh para pedagang ke balaikota itu pada
dasarnya didorong oleh kegelisahan mereka. Sebab akhir-akhir ini
pihak Kotamadya Banjarmasin sudah membangun sejumlah besar kios
darurat melingkad kompleks Pasar Klenteng menembus daerah Min
Seng. Sangkaan mereka tak lain: mereka akan segera digusur.
Namun, kata walikota, dengan membuat kios-kios darurat itu bukan
berarti pelaksanaan peremaiaan Pasar Klenteng segera dimulai.
'Diajukan ke DPRD saja belum, malah gubernur sendiri belum kita
lapori" ucap Siddik Susanto. Tapi begitulah, dasar pedagang yang
tak sabar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini