Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Untung Ada Oplet

Jalan raya di Pekanbaru luas dan bagus, tetapi sepi. Angkutan utama 500 buah oplet. Sejak nopember 1976 oplet tua dilarang operasi dalam kota. Masih diperlukan perluasan terminal.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI kota yang praktis baru dibangun sekitar tahun 60-an, Pekanbaru sempat ditata. Jalan lempang selebar 25 meter, seperti jalan Sudirman, memang bukan hasil dari kerja gusur sini atau gergaji sana. Tapi sejak awal sudah disiapkan begitu. Dan masih ada beberapa jalan utama sejenis itu di kota berhawa panas ini, seperti jalan Diponegoro yang melintang di samping kantor Gubernur dan Gedung Daerah. Cuma, lebar dan panjangnya jalan, kemudian tak sebanding dengan jumlah kendaraan serta frekwensi arus lalulintas. Apalagi Pekanbaru seperti diakui banyak kalangan pengusaha terhitung kota mati yang lambat berkembang. Akibatnya, jalan-jalan lebar itu sering kelihatan sepi bagaikan hanya dihuni tiang-tiang listrik. Hanya beberapa jalan saja yang kelihatan hidup, seperti jalan Sudirman dan Imam Bonjol di kawasan Pasar Pusat. Sementara jalan Diponegoro misalnya, jalan protokol yang licin mengkilap itu kurang berarti. Sampaisampai lampu lalu-lintas hadiah PT Caltex itu mati sendiri tak berfungsi. Kendaraan yang lalu lalang di sini boleh dihitung dengan jari. Entah mengapa rarnbu itu mesti ditarok di situ, meskipun masih ada kawasan lain yang terhitung ramai seperti daerah Pasar Pusat. Rp 25 Untung saja di Pekanbaru, jenis angkutan ke 4 yang bernama oplet bisa berkecambah. Sehingga berkat sang oplet ini, Pekanbaru yang luas itu masih bisa kelihatan sibuk. Inilah alat angkutan umum satu-satunya yang termurah setelah bendi digusur keluar kota. Dengan Rp 25 orang bisa ke mana-mana menurut trayek yang ada. Jumlah oplet itu diperkirakan lebih 500 buah. Tak heran kalau Pekanbaru dijuluki kota oplet. Nah, faham akan pentingnya alat angkutan ini, Gubernur Riau Arifin Akhmad sejak Nopember 1976 mengeluarkan keputusan untuk melakukan modernisasi oplet. Artinya, semua oplet yang beroperasi di Pekanbaru harus bikinan tahun 1950 ke atas. Yang tahun 1950 ke bawah harus keluar dari kota .propinsi ini. Mengapa begitu? "Demi keselamatan penumpang" begitu kata Suharjono, Kepala Inspeksi LLAJR Riau kepada TEMPO heberapa waktu lalu. Lalu dikemanakah oplet-oplet butut itu, sebab denan penertiban itu berarti lebih dari 100 buah yang harus disingkirkan. Tentu saja Suharjono tak akan menghalau begitu saja. Sebuah kawasan baru disiapkan. "Mereka dioperasikan ke jurusan Kulim," kata Suharjono lagi. Artinya, yang termasuk merusak halwa mata orang kota itu, menjadi bagian orang-orang desa. Babak selanjutnya, oplet-oplet yang diizinkan tinggal di kota diharuskan pula mempersolek dirinya. Minimal mengempukkan tempat duduk. Tidak seperti dulu hanya bangku kayu. Kini, selain bisnis usaha oplet ini kelihatan meningkat, pun oplet-oplet yang hilir-mudik pun jauh lebih necis. Cuma tinggal soal: terminal-terminal oplet mulai sesak. Terutama terminal di jalan Imam Bonjol di mulut Pasar Sukaramai itu. Berjubelnya manusia, sempitnya jalan, menyebabkan lalu-lintas kerap tergendala. Konon ada rencana untuk membangun terminal baru. Entah di mana, belum jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus