TIDAK kurang dari 12 bis bertingkat kini ikut meramaikan
lalulintas Kota Medan. Sejak dioperasikan pertama kali pekan
lalu, wargakota berebut naik kendaraan itu untuk mendapat tempat
duduk di tingkat atas. "Pemandangan luas, enak, tapi lambat, "
ujar Pardi, seorang penjual es, menceritakan pengalamannya. Tapi
ia segera menambahkan, "terasa enak, mungkin karena masih baru."
Penumpang bis bertingkat di kota itu memang melimpah di luar
dugaan -- setidak-tidaknya begitu pemandangan di hari-hari
pertama. Sehingga Darwis Hasibuan, Ketua Organda Sum-Ut dalam
suratnya kepada Walikota Medan menyatakan kecemasannya.
"Kehidupan anggota kami terancam." Yang dia maksud, tentu saja
perusahaan anggota Organda. Seorang sopir bis mini, salah satu
angkutan kota selama ini, mengeluh, karena sejak ada bis
bertingkat penumpangnya berkurang dua sampai tiga orang tiap
rit.
Daya tampung bis bertingkat maksimum sekitar 100 orang. Ini
beberapa kali lipat daya tampung bis-mini yang cuma bisa
mengangkut tujuh penumpang. Jadi, pihak yang langsung terpukul
karena kehadiran bis bertingkat di Medan tak lain adalah pemilik
bis mini yang sekarang terdaftar lebih dari 2000 buah. "Jumlah
penumpang mereka berkurang," kata Mayor CPM S. Hutagalung,
Kepala Unit Pelaksana Lalulinta dan Angkutan Pemda Medan.
Pengoperasian bis bertingkat di Medan memang tampak lancar.
"Tiap bis rata-rata mengangkut 70 orang, " kata seorang petugas
DAMRI, perusahaan yang mengelola bis tersebut di kota ini. Tanpa
terminal khusus, bis-bis bertingkat itu menghubungkan beberapa
lin gemuk dari pusat kota ke tiga arah yang terpencar. Dua lin
menjurus arah luar kota, Binjai dan Belawan yang lain melayani
beberapa jalan penting dalam kota.
Mengapa tidak untuk trayek pinggiran kota yang selama ini belum
cukup terlayani? "Kondisi jalan di pinggir kota belum cukup baik
untuk bis bertingkat," begitu penjelasan Poltak Panggabean SH,
Sekwilda Kodya Medan. Minus penumpang berat satu bis bertingkat
adalah 9 ton. Karena itu ada rencana mengalihkan sebagian bis
swasta ke rute-rute kosong, "terutama yang berada di kawasan
pinggiran kota," tambah Mayor Hutagalung.
Mengingat besar dan bobotnya, bis bertingkat memang harus
diperlakukan khusus. Sebulan sebelum turun ke jalan, petugas
Kodya Medan sibuk memangkas cabang pohon yang menjorok ke jalan.
Kabel listrik dan telepon ditinggikan, agar tidak tersenggol
tubuh bis.
Hal yang sama juga berlangsung di Surabaya dan Semarang. Di
Surabaya bahkan lebih repot. Enam jembatan penyeberangan yang
semula tingginya 4,5 meter, terpaksa dinaikkan 1 m lagi. Tiang
lampu lalulintas juga ditinggikan, sedangkan tiang papan-papan
reklame yang menjorok ke jalan dibongkar atau ditinggikan.
Masih ada kerepotan lain. Entah bagaimana, di Surabaya belum
lama ini tersebar isu seolah-olah ada bis bertingkat terguling,
di dekat Tugu Pahlawan. Disebutkan 21 korban tewas, tidak
termasuk yang luka-luka. Popularitas bis tompok, begitu warga
Surabaya menamakannya, kontan merosot, padahal sejak
dioperasikan akhir Juli silam, kendaraan itu tidak pernah sepi
penumpang. Tapi adanya kecelakaan itu segera dibantah--dan bis
tompok kembali dijejali penumpang.
Sampai kini, dengan tambahan lima buah akhir Oktober lalu,
Surabaya dilayani 15 bis bertingkat. Direncanakan akan ada
tambahan 10 bis tompok lagi agar bisa melayani tidak hanya rute
Wonokromo--lewat pusat kota--terus ke Tugu Pahlawan, seperti
sekarang, tapi juga jalanjalan di pinggir kota.
Mengunggulkan Duit
Semarang akan mengoperasikan 10 bis bertingkat, tepat pada 10
November 1981. Untuk itu tiga jembatan penyeberangan
ditinggikan, kabel listrik dan telepon dinaikkan, dahan pohon
dipotongi. Lebih khas dari itu, dua bis bertingkat telah
dipamerkan di pekarangan depan gedung Balaikota Semarang
-delapan buah lainnya nongkrong di pangkalan DAMRI.
Bermanfaatkah bis bertingkat? Menurut sebuah sumber di Lantasdak
II Sum-Ut, yang tidak bersedia disebutkan namanya, bis berlantai
dua itu "tidak efisien". Karena itu, katanya pula, penggunaan
bis bertingkat belum cocok di Medan--begitu pula untuk masa
sekarang. Mengapa? "Kalau bis itu berjalan lambat, kendaraan
lain di belakangnya akan antre berjalan lambat pula--karena bis
bertingkat memang tak bisa berjalan cepat," sumber itu
menegaskan.
Di Semarang yang kendaraan angkutan kotanya dianggap sudah
jenuh, kehadiran bis bertingkat diramalkan akan menambah lesu
angkutan kota nonbis. Tasrif, Jubir Kodya Semarang membantah hal
ini. "Itu tidak benar," katanya. Alasannya, rute bis bertingkat
tertentu dan tidak mengurangi rute angkutan nonbis. Mulyono,
Kepala Bagian Niaga dan Angkutan DAMRI lebih cenderung pada
pendapat bahwa kehadiran bis bertingkat hanya sebagai pelengkap.
"Di kota-kota provinsi lain ada bis bertingkat, mengapa Semarang
tidak minta," ucapnya dengan ringan.
Kehadiran bis bertingkat di Medan memang belum tampak
mempengaruhi lalulintas kota itu yang sejak lama sudah semrawut.
Meskipun sejak beberapa tahun berselang Medan sebagai ibukota
Sum-Ut juga resmi sebagai pusat pengembangan wilayah
pembangunan A (mencakup Riau, Sum-Ut dan Aceh), sarana jalan
yang ada belum menggembirakan. Baru pada tahun 80/81 dibuatkan
jalan kelas satu untuk kota itu sepanjang 8808 m. Selebihnya
tercatat 56,5 km jalan kelas II, 130 km jalan kelas III, 292,75
km jalan kelas IV dan 42 km jalan kelas V.
Jalan kurang bermutu ini tiap hari dipadati oleh 200.000
kendaraan bermotor umum, di luar sepeda motor dan mobil pribadi.
Pertambahan jumlah kendaraan tercatat 4 x lebih tinggi dari
pertambahan panjang jalan.
Di ibukota Provinsi Sum-Ut ini jalan raya digunakan sekaligus
oleh pelbagai tipe kendaraan: beca, sepeda motor sepeda, mobil,
truk, bis. Di samping itu tidak jelas benar perbedaan jalan raya
dan trotoar, hingga tempat parkir tak karuan.
Lebih parah lagi, kota sebesar Medan yang berpenduduk 1,5 juta
jiwa itu, sampai kini belum memiliki terminal bis yang resmi dan
memenuhi syarat. Memang ada pusat bis di Jalan Sambu. Semua lin
bertumpuk di situ, mengesankan suasana acak-acakan yang
memprihatinkan. Sedangkan terminal bis antarprovinsi, entah
bagaimana, dibiarkan saja mengambil tempat di pekarangan rumah
dan tentu saja terpencar-pencar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini