HASIL gebrakan Opstib (Operasi Tertib) di lembaga peradilan
disudahi dengan vonis untuk Hakim Heru Gunawan di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dan Hakim J.Z. Loudoe di Pengadilan Negeri
Surabaya. Dua hakim lainnya, H.M. Soemadijono dan Hanky Izmu
Azhar yang ikut dirumahkan ketika pembersihan terhadap
hakim-hakim, sampai saat ini perkaranya belum selesai diberkas.
"Jangankan diberkaskan, disimpulkan pun sulit," ujar seorang
sumber TEMPO di Opsttb.
Johannes Zinto Loudoe (55 tahun), Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat ini semula diperiksa karena dugaan menyalahgunakan
wewenangnya di Jakarta. Namun, belakangan Opstib mengajukan
perkara penyelewengan Loudoe yang terjadi di tempat tugas
sebelumnya, di Surabaya.
Di Pengadilan Negeri Surabaya -tempat ia dijatuhi hukuman
--Loudoe pernah mengadili perkara manipulasi uang nasabah, oleh
pemilik Bank Surabaya Putra, Nyo le Hong. Dalam perkara itu
disita juga 14 hektar tanah di Wonocolo, Surabaya, yang sudah
dijual le Hong kepada 14 orang nasabahnya.
Menurut tuduhan Jaksa F.M. Nasution, dari ke-14 orang pemilik
tanah inilah, Loudoe menerima uang Rp 14 juta dalam bentuk cek
melalui saksi Sudjono Hardjosugondo. Loudoe kemudian memutuskan
tanah-tanah itu kembali kepada 14 orang itu dalarn putusannya
(April 1974).
Loudoe membantah tuduhan itu: "Tanah itu terbukti sudah mereka
beli dan memang harus dikembalikan." Di persidangan memang tidak
terbukti Loudoe pernah menguangkan cek. Di cek Bank Bumi Daya
hanya terdapat tandatangan istri Loudoe sebagai orang yang
menguangkan. Namun Nyonya Loudoe tidak bersedia diajukan sebagai
saksi di persidangan --karena keluarga terdekat tertuduh,
katanya.
Belakangan Jaksa F.M. Nasution melepaskan Loudoe dari tuduhan
menerima suap. Tapi menuntut hukuman 3 tahun penjara segera
masuk, sebab menganggap Loudoe terbukti memaksa orang
menyerahkan uang Rp 14 juta, dalarn hubungan dengan wewenangnya
sebagai pegawai negeri.
Tuntutan jaksa itu diterima Majelis Hakim yang diketuai
Soejoedi. Tapi hukumannya cuma 1 tahun 6 bulan penjara--tanpa
segera masuk. "Sebab selama dalam status tahanan luar, tertuduh
menaati ketentuan yang ada, " kata Soedjoedi. Selain itu
deposito-deposito yang dijadikan bukti dikembalikan lagi kepada
Loudoe.
Loudoe, yang sudah 29 tahun menjadi hakim dan dikenal keras
pendapatpendapatnya, tidak bisa menerima kesimpulan hakim. Ia
menyatakan banding: "Putusan itu menyesatkan," komentar Loudoe
selesai sidang. Di persidangan terakhir itu, Loudoe kelihatan
gelisah dan kesal mendengar hakim membacakan vonisnya.
Berakali-kali ia meneguk liurnya, menarik napas panjang, sambil
mencoret-coret sehelai kertas.
Lain dari persidangan Loudoe, peradilan atas Heru Gunawan alias
Oey Djhing Lip (48 tahun) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
berjalan lancar. Sebab Heru Gunawan tertangkap basah ketika
menerima giro bilyet senilai Rp 9 juta dari saksi Maria, 26
November tahun lalu, di kantornya di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Uang itu dimaksudkan untuk meringankan hukuman bagi
Nyonya Maria yang waktu itu dituduh melakukan penipuan berlian.
Pengakuan tersebut sama dengan yang dikemukakan Heru Gunawan di
muka Opstib. Bahkan di situ ia juga menyebutkan bahwa ulah
serupa dilakukan pula oleh rekan-rekannya, termasuk Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Soemadijono.
Tidak Naik Banding
Sikap Heru tidak berubah di pengadilan. Tanpa pembela ia maju ke
persidangan dan mengakui semua tuduhan jaksa. "Buat apa membela
diri, toh saya sudah mengakui," ujar Heru Gunawan ketika itu.
Imbalan atas kelunakan Heru Gunawan terbaca ketika jaksa
melepaskan Heru dari tuduhan melakukan pemerasan dan hanya
menuntut 1 tahun penjara karena menerima suap. Dalam
pembelaannya Heru cuma meminta keringanan hukuman dari hakim.
Permintaan itu dikabulkan -- ia hanya dijatuhi hukuman 7 bulan
penjara.
Heru tidak naik banding. Tetapi Majelis Hakim, yang diketuai
Soebandi, tidak pula memerintahkan Loudoe untuk segera menjalani
hukumannya. Heru dibenarkan hakim untuk tetap di luar penjara
sambil menunggu putusan grasinya dari Presiden. Jaksa Timbul
Simanjuntak juga tidak banding. "Sebab tuntutan sudah diterima
hakim dan masa hukuman tidak jauh beda dari tuntutan," alasan
Kepala Seksi Operasi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Suyitno.
Melunaknya penertiban terhadap aparat peradilan tergambar juga
dari ucapan Menteri Kehakiman, Ali Said, pekan lalu: "Adanya
hakim yang menerima suap, tidak lepas juga dari pengaruh
lingkungan." Sedangkan terhadap perkara hakim-hakim lain Ali
Said hanya menyebutkan: "masih diproses Opstib".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini