Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bertahun-tahun, perempuan inisial PB mempertahankan keadaan rumah tangganya yang mulai tidak harmonis. Suaminya inisial BI melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT secara berulang kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertama kali saat berurusan dengan hukum, PB melaporkan suaminya itu pada 2016 ke Polres Metro Depok. Namun kasus berakhir damai, meski BI kala itu diduga melakukan kekerasan berulang kali sebanyak 10 kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ayah mertuanya yang menyarankan perdamaian kasus ini. “Pada saat itu anak saya yang bungsu masih bayi, jadinya saya berdamai,” kata PB saat bercerita di hadapan Hotman Paris Hutapea dan wartawan di Kopi Johny, Jakarta Utara, Kamis, 1 Juni 2023.
Kekerasan yang dia terima dengan cara wajah dipukul ketika sedang menyusui anak. Perbuatan penganiayaan oleh BI, diduga dilakukan terus kepada PB hingga memasuki tahun 2020, 2022, dan 2023.
Tahun ini, kasus KDRT-nya viral melalui media sosial setelah akun Twitter @saharahanum mengunggah kisah memilukan PB pada Selasa, 23 Mei 2023. Pemilik akun itu mengaku sebagai adik dari PB, yang menceritakan cerita kekerasan yang dialami kakaknya.
“Kakak gue korban KDRT malah dijadikan tersangka!!! Dipaksa damai sama suaminya, kakak gue enggak mau malah dijadikan tersangka !!! Twitter please do your magic @DivHumas_Polri @poldametrojaya @polresdepok @KomnasHAM @LBH_Jakarta @KomnasPerempuan @kpp_pa,” tulis pengunggah.
PB bercerita, kekerasan dialami lagi olehnya pada 20 Februari 2023 saat BI menanyakan biaya pengeluaran rumah tangga bulan itu saat makan malam. BI diduga menjelek-jelekan PB dan keluarganya, emosinyapun semakin meninggi, lalu menyiram minyak cabai.
Kejadian juga berlanjut hingga ada penaburan bubuk cabai ke mata PB. “Minyak cabai dari meja makan di siram ke atas kepala,” tutur PB.
Pertengkaran keduanya berlanjut karena membahas persoalan ekonomi keluarga. Penganiayaan terus berlanjut ketika PB ingin menjelaskan perihal pengeluaran bulan Februari.
Dia melapor lagi ke Polres Metro Depok pada 26 Februari 2023 pada pukul 01.00 WIB. BI pun menjadi tersangka atas dugaan KDRT.
Namun dia melapor balik atas dugaan kasus yang sama dilakukan oleh PB. Istrinya itu akhirnya turut menjadi tersangka dan dilakukan penahanan pada Selasa malam, 23 Mei 2023, sedangkan PB tidak ditahan.
PB berharap mendapatkan keadilan bagi dirinya yang telah mendapat perlakuan KDRT. “Ketika seorang wanita digituin, saya harus apa untuk membela diri? Apakah saya harus diam sampai saya meninggal?” ucapnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar Polisi Yogen Heroes Baruno menuturkan, alat kelamin BI juga mengalami luka. Saat itu dalam posisi PB bertahan dari cengkeraman BI.
“Kemudian terjadi pergumulan, setelah itu, mohon maaf, sang istri meremas dengan keras alat kelamin suami. Untuk melepaskan itu, suami memukul dengan keras ke istri,” kata Yogen, Rabu, 24 Mei 2023.
Polisi tidak menahan PB atas dasar surat rekomendasi rumah sakit perihal kondisi fisiknya. Alasan PB ikut menjadi tersangka karena diduga tidak kooperatif sejak awal penyelidikan.
Kasus ini menimbulkan berbagai persepsi publik karena posisi BI tidak ditahan, sedangkan PB dilakukan penahanan. Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto merespon kasus ini, dia juga bercerita bahwa dirinya dihubungi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md agar memberi atensi.
Karyoto lansung mendatangi Polres Metro Depok pada Kamis, 25 Mei 2023, untuk mendengar langsung penanganan kasus. Dia menjelaskan bahwa PB dan BI telah ditangguhkan penahanannya.
Proses perkara ini diklaim masih sesuai prosedur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. “Alasannya masih ya patut dan wajar terhadap apa-apa yang dilakukan oleh penyidik dalam proses penyidikan,” kata Karyoto di Markas Polres Metro Depok, Kamis, 25 Mei 2023.
Sekarang, kedua belah pihak diberikan waktu perenungan untuk menentukan sikap penyelesaian masalah. Polisi masih menawarkan upaya restorative justice untuk menyelesaikan perkara rumah tangga ini.
Dia menyampaikan bahwa upaya ini bagian dari semangat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. “Karena semangat dalam Undang-Undang KDRT ini adalah untuk menyatukan kembali sebuah keluarga yang utuh ya," ujar Karyoto.
Setelah kedatangan Karyoto ke Markas Polres Metro Depok, kasus ini dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko menuturkan, penyidik dari polres juga akan membantu bila dibutuhkan.
Di samping itu, kata Trunoyudo, penyidik polda dianggap lebih mumpuni, mengingat ada Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita yang khusus menangani ini. “Maka sedianya kasus ini akan dilakukan oleh Polda Metro Jaya pada Direktorat Reserse Kriminal Umum,” ujarnya.
Baca juga: Cerita Istri Kasus Pasutri Saling Lapor KDRT di Depok: 10 Kali Alami Kekerasan, 2 Laporan Polisi
Kejanggalan proses kasus dan tidak sempurnanya restorative justice
Hotman Paris Hutapea menilai kasus KDRT ini mengandung kejanggalan. Dia berpendapat, semestinya jika cukup bukti, harus ada pihak yang ditahan dalam perkara ini.
Pengacara kondang itu menyorti prosedural penahanan PB, sedangkan BI tidak ditahan walau polisi menyebut ada rekomendasi dari rumah sakit. Maka dari itu, dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto memberi atensi penanganan perkara ini.
Dia yakin, Karyoto bisa berlaku adil melalui jajaran penyidiknya untuk mengurus kasus PB dan BI.
“Mohon benar-benar kasus ini diatensi dan apabila sudah memenuhi bukti, agar segera ditahan orang yang diduga pelakunya,” tutur Hotman Paris di Kopi Johny.
Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Eliasta Meliala berujar, restorative justice memang bukan metode penyelesaian masalah yang sempurna. Pihak yang bertikai mesti sungguh-sungguh bersepakat mengenai penyelesaian masalah.
Dalam kasus ini, kata Adrianus, pasangan suami istri mengklaim sama-sama menjadi korban dan menuding satu sama lain sebagai pelaku. Jika tidak siap melalui restorative justice, maka polisi bisa memilih mendamaikan saja.
Namun, dia melihat kasus ini polisi bisa mengarahkan ke persoalan perdata. Alasannya, kasus KDRT seperti ini tampak seperti tidak adanya korban.
Sehingga, polisi bisa mengarahkan perkara ke persoalan perdata yang bisa merujuk pada upaya cerai. Apabila kedua belah pihak tidak bersepakat damai atau menempuh restorative justice, upaya pidana kemungkinan bisa tetap dilakukan.
Sebagai catatan, penyelesaian pidana juga bukan berarti tanpa kelemahan. "Pidana mesti mencari pihak yang salah secara hitam-putih dengan yang tidak salah, yakni korban," tutur Adrianus Meliala saat dihubungi, Jumat, 2 Mei 2023.
Kriminolog ini melihat akar KDRT terjadi karena berbagai masalah yang sifatnya sangat personal. Motif tindak pidana ini juga dilatarbelakangi berbagai hal, seperti masalah ekonomi atau kurang harmonisnya hubungan keluarga.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.