Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berkelit dengan Resep Kuno

8 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Flu burung (avian flu) sebenarnya bukan penyakit baru. Bedanya, dulu penyakit ini tergolong pemalu. Dia hanya menyerang sesama unggas, tak pernah lancang menyerang manusia. Baru pada 1997 ditemukan fakta bahwa manusia pun bisa tertular. Kasus awal ini terjadi di Hong Kong, menimpa bocah berusia tiga tahun. Bocah malang itu akhirnya meninggal.

Sebetulnya modus utama penularan virus flu burung hanya terjadi antara burung dan manusia. Jadi, jika ada kerabat kita yang terkena virus flu burung, tak perlu khawatir. Virus ini tidak seperti virus SARS, yang bisa menular di antara sesama manusia. Itulah sebabnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum menganggap perlu mengkarantinakan orang yang keluar-masuk negara yang terjangkit wabah flu burung.

Yang jadi soal adalah bagaimana membedakan seseorang yang terkena flu burung dengan yang kena flu biasa. Maklum, gejala dua penyakit itu sama persis: demam, sakit tenggorokan, batuk-batuk, kecapekan, sakit otot, dan—dalam beberapa kasus—mata memerah (conjunctivitis).

Orang awam akan sulit membedakan dua penyakit itu, apalagi bila terbiasa menganggap flu bukanlah penyakit, melainkan sekadar gangguan pilek dan batuk.

Untuk berjaga-jaga, ada tips dari Dokter Tjandra Yoga Aditama. Menurut pulmonolog (ahli paru-paru) ini, jika merasa flu, segeralah ke dokter. Apalagi bila gejala demam terjadi lebih lama dari biasanya. Jika penderitanya terlambat berobat, penyakit yang kelihatannya remeh itu bisa berlanjut ke banyak kemungkinan, termasuk pneumonia, gagal ginjal, gagal multi-organ tubuh, bahkan kematian.

Untunglah saat ini ada dua obat antivirus yang masih efektif memerangi gejala avian flu: rimantadin dan amantadin. Jika diberikan dalam 48 jam sejak demam mulai menyerang, obat ini masih mampu mencegah virus influenza menjalari tubuh. Untuk hasil terbaik, menurut Diana Lau, spesialis pendidikan pasien St. Mary's Medical Center, San Francisco, gempuran dengan obat antivirus ini setidaknya harus dilakukan selama 10 sampai 12 hari.

Cara lain adalah vaksinasi, terutama bagi anak-anak berusia 6 sampai 23 bulan. Kelompok inilah yang tergolong rentan karena tingkat kematian akibat flu burung di kalangan mereka cukup tinggi. Tapi anak-anak yang lebih tua pun tak ada salahnya mendapatkan suntikan vaksin. Bahkan orang tua yang bergaul dengan anak-anak yang sering terkena flu disarani juga mendapatkan suntikan vaksin.

Menurut Lau, vaksin khusus untuk melawan virus H5N1 (kode varian flu burung yang mewabah di Asia) memang menawarkan perlindungan terbaik. Tapi, karena karakter unik virus avian, cara lama menyiapkan vaksin dengan memanfaatkan putih telur mustahil dilakukan. Padahal cara baru membuat vaksin pun belum ditemukan. Sampai saat ini, para ahli di WHO dan Centers of Disease Control, Atlanta, masih sibuk mencari formulasi vaksin ini.

Pencegahan paling sederhana tentu menghindari kontak dengan hewan yang mungkin terjangkit atau kotorannya. Maka, mulai sekarang, taatilah nasihat ibu yang dulu terdengar membosankan: selalulah mencuci tangan, apalagi saat akan makan. Cucilah tangan dengan baik dan benar, gunakan sabun, dan gosok kedua tangan minimal 30 detik dalam air yang mengalir. Juga gunakan handuk atau tisu bersih. Jika tidak ada air bersih dan sabun, pembersih tangan alternatif berbentuk gel juga boleh.

Bagi yang telanjur kena flu, jangan malas menutup hidung saat batuk atau bersin. Untuk meringankan gejala flu, beristirahatlah yang cukup, minum air yang banyak, dan minum antipyretics (obat demam).

Jika gejala flu tampak pada anak-anak, ada hal lain yang harus diperhatikan. Pengobatan dengan aspirin, kata Lau, bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah. Aspirin juga bisa menimbulkan masalah serius pada sistem saraf, seperti koma, bahkan kematian. Karena itu, sebaiknya jangan memberikan aspirin kepada anak-anak. Tak kalah penting, cegah anak-anak yang sakit agar tak ke luar rumah. Selain untuk mengurangi risiko infeksi yang lebih parah, tips ini bermanfaat untuk menghindari penularan.

Pada akhirnya, hidup sehat di lingkungan dengan udara segar, tinggal di rumah dengan ventilasi memadai, serta cukup istirahat adalah cara pencegahan terbaik. Resep lama, memang. Tapi, percayalah, nasihat kuno itu masih ampuh.

Jajang Jamaludin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus