Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pertanian Bungaran Saragih kini punya kesibukan baru. Lelaki berkumis tebal ini tengah getol-getolnya mengkampanyekan makan daging ayam. Dalam pelbagai kesempatan, terutama saat dalam sorotan kamera televisi dan jepretan fotografer, Bungaran selalu menyantap pelbagai menu daging ayam. "Hmmm..., aman dan sehat," ujar Bungaran, dengan mimik serius. Kampanye ini merupakan upaya meyakinkan publik bahwa wabah flu burung tak membuat masyarakat "mengharamkan" daging ayam.
Rupanya, Bungaran tengah dirundung persoalan berat. Masyarakat dan DPR menuding pemerintah, terutama jajaran Departemen Pertanian, lamban dalam merespons bencana flu burung. Padahal, sejumlah informasi telah mengalir masuk. Pada September 2003, Charoen Pokphand, eksportir pakan ternak dan bibit ayam DOC (day old chicken) asal Thailand, telah memberitahukan wabah flu burung ke Departemen Pertanian Indonesia.
Pelbagai info masuk, tapi pemerintah tetap pada pendiriannya: virus tetelo—bukan flu burung—biang keladi wabah itu. Dengan kata lain, virus yang menyerang ayam di Tanah Air tidak sama dengan virus mengerikan (baca: flu burung) yang beredar di Hong Kong, Korea Selatan, Vietnam, Jepang, Thailand, Pakistan, dan Laos. Akibatnya, flu burung mewabah di Indonesia. Sekitar 4,7 juta ayam milik peternak mati. Secara ekonomi, kerugian akibat bencana flu burung mencapai Rp 7,7 triliun.
Untuk mengupas persoalan bencana flu burung, wartawan Tempo News Room Sunudyantoro (Surabaya) dan Martha W. Silaban (Jakarta) mewawancarai Bungaran Saragih dalam beberapa kesempatan.
Berikut kutipannya.
Bencana flu burung telah mematikan jutaan ayam milik peternak. Mengapa pemerintah sangat lamban menanganinya?
Ya, penanganan flu burung memang sangat lamban. Soalnya, kita belum berpengalaman. Bencana flu burung baru pertama kali terjadi di Indonesia. Untuk mengatasinya, kita sangat hati-hati. Pemerintah tidak mau gegabah.
Perusahaan pakan ternak dan bibit ayam Thailand, Charoen Pokphand, telah memberi tahu pemerintah Indonesia sejak September 2003. Mengapa pemerintah tak meresponsnya?
Kami memang mendapat informasi dari mereka. Tapi saat itu banyak ahli bilang itu bukan Avian influenza penyebab flu burung. Prinsipnya, lebih baik lamban daripada membuat keputusan yang salah. Lihat saja, meski sudah lamban menanganinya, sudah ada keengganan untuk mengkonsumsi ayam.
Apakah pemerintah mempunyai prosedur ilmiah untuk mengatasi wabah seperti flu burung?
Sejak awal pemerintah membentuk Kelompok Kerja Penyidik Penyakit Unggas Nasional. Dalam laporannya, kelompok tersebut melaporkan virus yang menyerang ayam adalah virus tetelo (newcastle disease). Memang ada virus lain yang mengikutinya. Oleh kelompok tersebut, akhirnya memang diketahui bahwa virus lain tersebut adalah Avian influenza (AI).
Berapa besar kerugian akibat bencana flu burung?
Virus flu burung telah membunuh sekitar 4,7 juta ayam. Ini membuat sekitar 1,25 juta orang kehilangan pekerjaan. Secara material, nilai kerugiannya mencapai Rp 7,7 triliun. Itu jumlah yang sangat besar. Tapi, dari segi persentase, sebenarnya jumlah ayam yang mati tak terlalu besar. Di seluruh Indonesia, kita memiliki 1,3 miliar ekor ayam. Jadi, sebenarnya yang telah mati itu hanya 0,5 persen. Toh, pemerintah tetap mencoba berhati-hati menanganinya. Bila tidak ditangani secara benar, bencana ini akan makin meluas.
Seberapa luas penyebaran wabah flu burung di Indonesia?
Ada 41 kabupaten di sepuluh provinsi di Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, dan Lampung. Pulau Jawa mendapat serangan yang paling parah. Agar tak meluas, pemerintah membuat kebijakan penyekatan antardaerah—khususnya untuk daerah yang belum terkena flu burung. Tapi penyekatan ini harus tetap mempertimbangan suplai daging dan telur.
Sekarang, apa yang akan dilakukan pemerintah?
Pemerintah akan membantu para peternak yang menjadi korban flu burung. Kami sedang menggodok hal itu. Dalam beberapa hari ini, kami akan menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Kalau sudah mendapat persetujuan dari DPR, akan kita laksanakan.
Bagaimana hasil kesepakatan dengan DPR?
Kami telah melakukan rapat kerja. Hasilnya, akan dikucurkan bantuan dana Rp 212 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk melakukan stamping out (pemusnahan) secara selektif, pembelian vaksin dan biosecurity, pembelian alat laboratorium, serta sosialisasi.
Berapa jumlah ayam yang akan segera dimusnahkan?
Kami belum tahu. Tapi, berapapun jumlah yang terserang, akan kami musnahkan. Karena itu, alokasi bujetnya belum bisa kita tentukan sekarang. Perkiraan saya, dari Rp 212 miliar yang telah disetujui, biaya untuk pemusnahan sekitar Rp 50 miliar. Jika masih kurang, akan ditambah.
Bagaimana dengan sumber pendanaan program tersebut?
Menteri Keuangan, Pak Boediono, akan mengaturnya. Sekarang kami hanya menggodok mekanisme penyerahannya. Dalam bayangan saya, mekanismenya akan melibatkan kepala desa, camat, dan kepala polres. Merekalah yang akan menerima laporan dari peternak yang ayamnya terkena serangan flu burung. Jika sudah ada laporan, akan ada pemeriksaan dari pejabat tersebut bersama-sama dengan dinas peternakan. Jika benar-benar ditemukan terkena Avian influenza, ayam itu akan dimusnahkan. Demikian juga, satu kandang itu juga akan dimusnahkan. Jadi, semua akan dapat terkontrol dengan baik.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat menyebut akan memberikan bantuan bibit ayam. Apakah akan efektif?
Saya berharap hal tersebut efektif. Seperti yang telah dikatakan oleh Menteri Jusuf Kalla, pemerintah akan menyediakan bibit DOC. Pemerintah juga akan memberi pakan untuk ayam petelur selama dua bulan. Sedangkan untuk ayam pedaging, hanya akan diberi subsidi makan selama satu bulan. Uang bantuan untuk penyediaan pakan dan bibit ini akan disalurkan lewat kabupaten.
Apakah semua peternak akan mendapat bantuan?
Pemerintah memprioritaskan peternak kecil dan menengah. Untuk vaksin, misalnya, hanya akan diberikan gratis kepada peternak kecil.
Kapan bantuan tersebut akan diterima peternak?
Jika sudah terjadi serangan, paling cepat satu bulan kemudian peternak dapat bekerja kembali. Paling tidak dalam satu bulan ini bantuan tersebut akan sampai ke peternak. Kita tidak boleh frustrasi mengatasi ini.
Bantuan dan subsidi pemerintah kerap bocor. Bagaimana mekanisme pengawasannya?
Biasanya, jika ada kesempitan, orang akan mengambil kesempatan. Saya akan minta pers untuk ikut mengawasinya. Selain itu, kita sudah memiliki perangkat undang-undang. Sayangnya, banyak kasus penyimpangan bantuan yang tak ditindak, hanya didiamkan.
Apakah ada bantuan internasional untuk Indonesia?
Beberapa negara, seperti Belanda dan Jepang, sudah menawarkan dana untuk mengatasi flu burung. Badan Pangan Dunia (FAO) juga menawarkan bantuan. Tapi memang belum ada kepastian soal angkanya. Namun bantuan itu bukanlah prioritas utama. Yang paling kita butuhkan adalah keahlian mereka—keahlian untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menyusun strategi penanggulangannya. Selain itu, yang kita butuhkan dari mereka adalah peralatan untuk laboratorium.
Flu burung merupakan bencana global. Apakah ada penanganan secara regional?
Sudah ada komitmen ASEAN untuk saling membantu. Ini memang bencana global, bukan hanya di Indonesia.
Apakah pemerintah akan membantu pengembangan vaksin flu burung?
Pemerintah berharap dapat mengembangkan vaksin flu burung di dalam negeri. Tapi, karena ini kasus baru, kemampuan produsen vaksin dalam negeri masih sangat terbatas. Untuk mememenuhi permintaan yang mendesak, kita harus segera mengimpor. Itu bukan pekerjaan mudah. Kita hanya mengimpor vaksin yang cocok dengan penyakit yang ada di sini. Jika tidak selektif, justru akan membawa masalah baru.
Berapa jumlah vaksin yang akan diproduksi?
Saya belum tahu. Jumlahnya sangat bergantung pada perkembangan keadaan. Minggu depan, Bio Farma akan mengimpor 4 juta unit vaksin.
Pemerintah memang menyerahkan peluang impor itu kepada Bio Farma, yang merupakan sebuah perusahaan milik negara (BUMN).
Bagaimana dengan kemungkinan serangan terhadap manusia?
Indonesia tak bisa disamakan dengan Vietnam, Hong Kong, dan Thailand. Di negara tersebut, flu burung telah menyerang manusia. Sampai sekarang belum ada bukti ada korban manusia di Indonesia. Tapi kita tetap harus berhati-hati. Para peternak harus berhati-hati agar tak terserang flu burung. Menteri Kesehatan akan mengurus soal ini.
Kapan Indonesia terbebas dari wabah flu burung?
Dalam enam bulan, saya berharap sudah tidak ada lagi outbreak ini. Tidak ada lagi ayam yang terserang AI. Sedangkan untuk benar-benar membebaskan Indonesia dari flu burung, setidaknya butuh waktu tiga tahun. Saya tidak ingin takabur. Jika target tersebut dapat dicapai lebih cepat, ya, syukur alhamdulillah.
Mengapa Anda getol sekali mengkampanyekan makan daging ayam?
Ya, saya melakukan itu agar warung yang menyediakan ayam tidak sepi. Saya berharap, kampanye tersebut membuat masyarakat tidak cemas. Selain itu, saya memang suka ayam.
Anda tidak takut terkena flu burung?
Asal diolah dengan baik, makan ayam dan telur itu aman.
Prof. Dr. Bungaran Saragih
Tempat, tanggal lahir: Pematang Siantar, 17 April 1945
Pendidikan:
- Strata 1: Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor (lulus 1971)
- Strata 2: Mayor bidang ekonomi, minor bidang statistika dari North Carolina State University, Amerika Serikat (lulus 1977)
- Strata 3: Mayor bidang ekonomi, minor bidang sosiologi dari North Carolina State University, Amerika Serikat (lulus 1980)
- Guru besar IPB dengan orasi "Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Nasional" (1995)
Pekerjaan:
- Dosen Institut Pertanian Bogor (1971—Sekarang)
- Staf ahli Kompartemen Pertanian dan Agrobisnis Kadin (1997-2000)
- Menteri Pertanian di era Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2000)
- Menteri Pertanian di era Presiden Megawati Soekarnoputri (26 Agustus 2000—sekarang)
Penghargaan: Gamma Sigma Delta, penghargaan Masyarakat Pertanian Internasional untuk prestasi akademik istimewa (1979).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo