Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah pencinta buku mulai melirik perpustakaan milik pribadi yang dibuka untuk publik.
Keindahan interior dan arsitektur perpustakaan menjadi daya tarik pengunjung.Â
Koleksi buku-buku unik menjadi pilihan menarik pengunjung perpustakaan.Â
Kaki Tiara Rahmadi, 22 tahun, dan Amelia Hasanah, 23 tahun, melangkah dengan hati-hati saat berjalan di ruang perpustakaan OMAH Library di Taman Vila Meruya, Kecamatan Kembangan, Kota Tangerang, Kamis lalu. Betapa tidak, ruangan perpustakaan tersebut memiliki lantai unik yang terbuat dari material kaca tebal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istimewanya lagi, di bawah lantai kaca itu terdapat ruangan lain yang penuh dengan sofa-sofa nyaman. Walhasil, saat berjalan di ruangan tersebut, keduanya bisa melihat aktivitas pengunjung lain yang berada di lantai bawah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Antara keren banget dan agak takut," kata Tiara kepada Tempo.
OMAH Library merupakan perpustakaan pribadi milik arsitek Realrich Sjarief. Sejak 2015, Rich—begitu Realrich disapa—membuka perpustakaan yang berisi koleksi buku pribadinya itu kepada publik. Perpustakaan itu semula masih menumpang di rumah kedua orang tuanya di Permata Buana, Jakarta Barat. Lantas, pada 2016, OMAH Library pindah di kediamannya saat ini.
Dasar arsitek, ruangan perpustakaan OMAH menyuguhkan bangunan yang tak lazim. Selain punya ruangan lantai kaca, perpustakaan tersebut memiliki semacam ruangan mezanin yang tak kalah cantik. Ruangan tersebut berada di atas ruang kantor staf penerbit buku dan arsitektur milik Rich.
Ruangan tersebut berbentuk bulat dengan arsitektur minimalis modern. Uniknya, di sudut ruangan terdapat jendela unik berbentuk setengah lingkaran di dinding dan di sisi lantainya. Lagi-lagi ada bagian lantai kaca berbentuk setengah lingkaran dan menyatu dengan jendela.
Pengunjung membaca buku di OMAH Library, Meruya, Tangerang, Banten, 14 September 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Para pengunjung, termasuk Tiara dan Amelia, bebas membaca buku di ruangan-ruangan yang estetis tersebut. Tak lupa, mereka mengambil gambar dan video yang menunjukkan bangunan indah OMAH Library. "Biasa, untuk diunggah di media sosial," kata Amelia.
Amelia dan Tiara mengaku tahu OMAH Library dari media sosial. Keduanya tertarik pada bentuk bangunan dengan gaya arsitektur cantik itu. Meski begitu, keduanya menolak jika disebut sekadar ingin mencari konten buat media sosial mereka.
Mereka mengatakan juga tertarik pada koleksi buku milik Rich. Mereka sudah paham bahwa mayoritas buku dalam koleksi OMAH Library bertema arsitektur. "Penasaran juga. Jadi, memang suka buku dan suka baca di tempat yang estetis," ujar Tiara.
Kedua perempuan yang bekerja di salah satu perusahaan skincare itu mengatakan cara registrasi berkunjung ke OMAH Library cukup mudah lantaran hanya mengisi tautan di akun Instagram perpustakaan. Selain itu, pengunjung diperbolehkan memberi donasi untuk perpustakaan dengan nominal bebas.
Adapun kunjungan ke OMAH Library dibagi menjadi tiga sesi, yakni siang pukul 10.15-12.15 WIB, sore pukul 16.00-18.00 WIB, dan malam pukul 18.45-20.45 WIB.
Bagi Tiara dan Amelia, kunjungan ke perpustakaan sudah menjadi agenda rutin. Mereka kerap berkunjung ke perpustakaan milik pemerintah, seperti Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan dan Perpustakaan Jakarta di Cikini, Jakarta Pusat.
Meski begitu, keduanya juga punya minat berkunjung ke beberapa perpustakaan milik pribadi yang dibuka untuk umum, seperti OMAH Library tersebut. "Kalau lihat di media sosial lucu-lucu, ya. Jadi, bisa menambah pilihan perpustakaan," kata Tiara.
Perpustakaan pribadi lainnya, seperti Baca Di Tebet, Jakarta Selatan, juga menjadi pilihan para pembaca. Pada Jumat lalu, belasan pengunjung asyik menikmati buku-buku di perpustakaan yang didirikan oleh dua penulis, Wien Muldian dan Kanti W. Jantis, itu.
Pengunjung perpustakaan Baca Di Tebet di Jakarta, 15 September 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Anais, 16 tahun, salah satunya. Perempuan yang memakai pakaian serba hitam itu asyik membaca buku sembari membuka laptopnya. Bagi pelajar salah satu SMA di Depok itu, Baca Di Tebet memberikan pengalaman baru dalam membaca buku. "Ini pertama kalinya. Tempatnya enak, enggak kaku," kata dia.
Menurut Anais, unsur kayu dalam perabotan, kursi, meja, dan rak buku menjadi nuansa yang kuat dari perpustakaan tersebut. Anais juga memuji lengkapnya pilihan buku yang tersimpan di rak-rak tinggi. "Saya suka buku fiksi psikologi dan ada beberapa pilihan bagus di sini," kata dia.
Selain tempat yang nyaman, Anais merasa cocok dengan perilaku tamu lainnya di perpustakaan tersebut. Menurut dia, para pengunjung paham betul pentingnya ketenangan di dalam perpustakaan. "Kalau ada yang ingin ngobrol pun mereka pindah ke sudut lain. Ini bagus."
Pengunjung lainnya, Vina, 29 tahun, dan Widia, 30 tahun, juga asyik berbincang sembari membuka beberapa buku. Kedua perempuan yang bekerja di salah satu perusahaan e-commerce itu juga baru pertama kali ini berkunjung ke Baca Di Tebet. Meski begitu, kesan pertama yang mereka dapatkan sangat memuaskan.
"Tempatnya nyaman banget, enggak jauh dari pusat perkantoran. Bisa jadi pilihan," kata Vina.
Vina dan Widia mengaku mengetahui perpustakaan yang baru dibuka pada 20 Februari 2020 itu dari media sosial. Mereka penasaran dengan sejumlah konten tentang perpustakaan yang terkenal dengan nuansa nyaman dan tenang itu.
"Tema seperti ini enggak banyak dijumpai di Jakarta. Jadi, sangat bagus dan bisa jadi alternatif tempat kumpul," ujar Widia.
Soal pilihan buku, keduanya sepakat Baca Di Tebet punya koleksi beragam. Keberagaman inilah yang menjadi daya tarik bagi Vina dan Widia. Kebetulan mereka bukan pembaca yang pemilih. "Jadi, kalau ada buku genre baru justru tertarik dan di sini banyak banget jenisnya," tutur Vina.
Perpustakaan Baca Di Tebet buka setiap hari kecuali Senin dan libur nasional. Untuk Ahad, Selasa, Rabu, dan Kamis, perpustakaan ini dibuka pada pukul 10.00-18.00 WIB. Adapun pada Jumat dan Sabtu, perpustakaan buka pukul 12.30-20.30 WIB. Sementara itu, biaya kunjungan atau pendaftaran dikenai Rp 35 ribu untuk kunjungan harian. Untuk biaya berlangganan sebulan sebesar Rp 100 ribu dan setahun Rp 600-800 ribu.
Salah satu sudut perpustakaan Foreword Library di Cilandak, Pasar Minggu, Jakarta, 14 September 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Adapun Tasya Susanti, perempuan berusia 32 tahun, tampak asyik bersantai sembari membaca buku di sudut ruangan Foreword Library di Jalan Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis lalu. Perempuan yang berprofesi sebagai pembawa acara itu mengaku sudah sebulan ini rutin datang ke Foreword Library. Menurut dia, perpustakaan yang diinisiasi kakak-adik Nihlah Assegaf dan Nishrin Assegaf ini bisa menjadi alternatif tempat baca yang nyaman.
Penataan sejumlah sofa dan rak buku yang cantik diakui Tasya menjadi salah satu daya tarik Foreword. Selain itu, suasana yang tenang dan nyaman semakin membuat dirinya betah berjam-jam membaca buku di sini.
"Saya pertama tahu dari media sosial dari komunitas buku juga," kata Tasya.
Menurut Tasya, koleksi buku di Foreword Library terbilang unik. Sebab, mayoritas adalah buku fiksi dan fantasi yang agak sulit ditemukan di toko buku dan perpustakaan di Jakarta dan sekitarnya. Menariknya lagi, dengan membayar biaya keanggotaan Rp 50 ribu, ia dan anggota lainnya sudah boleh meminjam buku koleksi di perpustakaan tersebut. "Dengan koleksi yang beragam dan unik, tentunya ini menjadi pilihan menarik."
Tasya pun berharap semakin banyak kolektor buku yang berminat membuka perpustakaan pribadi di beberapa lokasi di Jakarta. Harapannya agar semakin banyak pilihan buku dan tempat membaca.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo