Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bermula pada Tata Tertib

Tata tertib dan agenda Sidang Umum MPR disahkan dengan pemungutan suara yang bertele-tele dan penuh interupsi. Kubu mana yang diuntungkan?

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG komisi-komisi di lantai bawah Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta, dijaga ketat. Di sana ada rapat tertutup. Para wartawan hanya bisa menyaksikan dari balik kaca tembus pandang. Di ruang itu dibahas jadwal sidang, juga agenda sidang dan tahap-tahapnya. Gabungan tujuh partai menawarkan agenda sidang umum dengan dua tahap. Di pihak lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan punya agenda sendiri dengan menawarkan sidang umum dalam satu tahap, long march selama 14 hari. Setelah sidang selama tiga jam lebih, kesepakatan dicapai. "Partai kami tidak kaku. Lawan politik kami saja yang membuat image jelek itu," kata Suparlan dari PDI Perjuangan. Komprominya adalah Sidang Umum MPR tetap dilakukan dalam dua persidangan—tidak menggunakan kata "tahap"—tanpa waktu jeda, pada 1-22 Oktober. Sidang pertama, 1-4 Oktober, membahas tata tertib (tatib), pembentukan fraksi di DPR dan MPR, serta memilih pimpinan MPR dan DPR. Sidang ini diakhiri dengan pembentukan Badan Pekerja MPR. Pada 4-14 Oktober, dilakukan rapat Badan Pekerja MPR yang diikuti oleh 90 orang dari semua fraksi. Yang dibahas adalah ketetapan-ketetapan MPR, amendemen UUD 1945, dan membuat GBHN. Tanggal 14-22 Oktober adalah jadwal pemilihan presiden, yang didahului dengan pidato pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie pada 14 Oktober malam hari. "Diharapkan, presiden dapat dilantik pada 21 Oktober," kata Susono Yusuf dari Partai Kebangkitan Bangsa. Alasan penting Sidang Umum MPR tanpa waktu jeda, menurut seorang pengurus PDI Perjuangan, adalah adanya kekhawatiran bahwa anggotanya digerilya saat pulang ke rumah masing-masing. Namun, hal itu dibantah salah seorang anggota DPR dari PDI Perjuangan, Zulvan B. Lindan. "Jadwal sidang yang diajukan Megawati menjadi satu tahap langsung bertujuan supaya tidak makan biaya banyak dan bisa bekerja efektif," kata wakil rakyat asal pemilihan Kota Madya Medan itu. Apalagi yang krusial? Tentu saja menyangkut persyaratan calon presiden. Kubu Partai Golkar kini tengah berusaha memasukkan unsur kesehatan fisik dalam tatib sehingga bisa menggusur pencalonan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Menurut seorang sumber penting di Partai Golkar, pihaknya akan memasukkan pasal yang menyebutkan calon presiden harus sehat secara fisik. "Tapi, kalau pasal ini disebut, tentu akan sangat kentara arahnya untuk menggugurkan Gus Dur. Saat ini kan tidak ada yang tega bilang Gus Dur tidak bisa jadi presiden karena tidak bisa melihat," katanya. Karena itu, dicarikan kata-kata yang halus. Di dalam tubuh Partai Golkar ada usaha memunculkan calon selain Habibie. Caranya adalah memanfaatkan klausul 70 orang anggota bisa mengajukan satu orang calon. Menurut Ade Komaruddin, sudah ada 80 orang dari Partai Golkar yang tidak akan memilih Habibie sebagai calon presiden. Agar Habibie terjegal, menurut Ade, dalam tatib dibuat klausul syarat calon presiden, antara lain, pertanggungjawabannya harus diterima dengan suara bulat. ''Logis, kok. Orang yang kerjanya enggak bener masa bisa dipilih lagi?" ujar Ade. Apalagi, PDI Perjuangan sudah tegas-tegas akan menolak pertanggungjawaban Habibie. "Kami akan habis-habisan menjegal Habibie saat pertanggungjawabannya," kata sumber TEMPO di PDI Perjuangan. Usaha untuk menjegal calon dari PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri ke jenjang kursi presiden juga tengah disiapkan dengan memasukkan klausul unsur gender dalam tatib. Klausul perempuan tidak boleh memimpin negara ini akan didukung oleh partai-partai yang berasaskan Islam. Soal fraksi utusan daerah sepakat ditiadakan. Bab IV pasal 13 tatib yang baru sudah menyatakan tidak disebutkannya fraksi utusan daerah (FUD). Hampir semua partai menentang adanya FUD. "Tidak ada alasan minta fraksi sendiri. Di PDI Perjuangan, utusan daerah menjadi bagian dari PDI Perjuangan. Ia tidak akan ikut FUD," kata sumber di PDI Perjuangan. Isi tata tertib lain yang dianggap penting adalah yang mengenai sistem pemilihan presiden. PDI Perjuangan tengah mengusahakan sistem pemilihan presiden dengan voting terbuka, sedangkan Partai Golkar dan partai lainnya memilih tertutup. Pilihan voting terbuka itu, menurut sumber di PDI Perjuangan, untuk menghindari anggota partainya menerima sogokan. Cara voting terbuka ini sudah dilakukan untuk menentukan jumlah fraksi dan pemimpin majelis, dari Sabtu malam hingga Minggu dini hari, yang bertele-tele dan penuh interupsi. Akibatnya, sampai Minggu dini hari, pembahasan tatib baru sampai pada pasal 25, tentang pemilihan ketua majelis. Pembahasan tatib yang berlarut-larut itu membikin geram Hari Sabarno dari Fraksi TNI/Polri. "Sekarang ini, karena orangnya baru semua, sewaktu bertemu, masing-masing ingin menunjukkan eksistensinya," katanya kepada Hani Pudjiarti dari TEMPO. Nah, kalau voting soal tata tertib saja seperti itu, bagaimana voting saat memilih presiden? Ahmad Taufik, Ali Nur Yasin, Darmawan Sepriyossa, Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus