Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memecah Bola Kristal

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan rasa lapar yang mendorong Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri mampir ke Restoran Nipon Kan di Hotel Hilton, Jakarta, Jumat pekan lalu. Bukan pula karena kandidat kuat presiden partai pemenang pemilu itu ingin mencicipi menu masakan Jepang, yang memang tak disajikan selama sidang umum. Mega, pada malam menjelang larut itu, bersama sejumlah tokoh partai besar, tengah menjajaki kemungkinan bagi-bagi kursi. Di sana sudah menunggu para kandidat yang akan berperan penting di pentas politik Republik. Ada Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais. "Pertemuan itu tidak sampai membahas siapa yang akan duduk sebagai presiden dan wakil presiden," kata seorang tokoh PPP yang ikut nimbrung dalam pertemuan rahasia yang tak diikuti wakil dari PKB itu—kebetulan sang ketua, Matori Abdul Jalil, punya "ganjalan psikologis" dengan saingannya, bos PPP, Hamzah Haz. Karena waktunya mepet, forum tak resmi itu cuma menyinggung jumlah kursi wakil-wakil partai besar untuk duduk di kabinet. Mereka menjemput permintaan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) agar bisa memegang posisi Kementerian Agama, Luar Negeri, juga Pendidikan, plus satu lagi "jatah" menteri di kabinet. Kebetulan usulan ini pernah disampaikan Ketua PKB Matori Abdul Jalil kepada Zarkasih Noer dari PPP, saat keduanya bertemu di kantor Partai Ka'bah. Matori malah menyertakan nama-nama si calon pejabat. Saat makan malam itu, muncul gagasan untuk memasukkan semua elemen partai dalam kabinet—siapa pun kelak jago partai mereka yang terpilih jadi presiden. "Jadi, kalau digabung-gabungkan, kita akan memerlukan 40 departemen," kata sang tokoh poros tengah ini. Gambaran power sharing: 10 menteri dari PDI Perjuangan, 10 dari Golkar, enam dari PPP, empat asal PKB, tiga untuk PAN. Partai Keadilan kebagian seorang menteri, dan enam sisanya diambil dari partai-partai lain. Urusan siapa yang memegang kendali di Senayan juga disentil. Partai Golkar punya calon kuat Ginandjar Kartasasmita, bekas Menteri Ekuin yang kini mewakili Utusan Daerah Jawa Barat, sebagai ketua MPR. PKB menyodorkan ketuanya sendiri, Matori Abdul Jalil. Hamzah Haz kabarnya diplot PPP untuk posisi penting ini. Sementara itu, ada keinginan kuat agar ketua DPR dipegang oleh Amien Rais—gagasan yang agaknya mirip dengan rencana Golkar. "Argumentasinya adalah agar suasana reformis ada dalam lembaga legislatif. Tapi semua ini masih berupa lobi-lobi dan belum final," kata sumber TEMPO. Lobi, kasak-kusuk, pendekatan sana-sini memang menjadi kunci pembuka bagi kebuntuan politik. Keperluan melobi juga dirasakan oleh PDI Perjuangan. Meski memenangkan kursi terbanyak di DPR, toh Mega masih perlu mengutus pelobinya ke sana-kemari. Jangan heran jika Zulvan B. Lindan, bekas Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang jadi kader Banteng, sibuk wira-wiri. Dialah yang ikut berperan dalam mempertemukan Mega dengan Akbar Tandjung dalam "reuni politik" tempo hari. Zulvan juga bersahabat dengan para tokoh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Urusan dengan para kiai dan tokoh PKB dipercayakan kepada Syaifullah Yusuf, mantan wartawan yang kini jadi anggota DPR PDI-Mega. Ketua Gerakan Pemuda Ansor ini bergandeng-renteng dengan familinya, Sekjen PKB Muhaimin Iskandar, yang pernah menjadi Ketua Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), untuk urusan kontak dengan pemuka NU dan pesantren. "Mbak Mega tidak mungkin memecahkan bola kristal sendirian tanpa bantuan lobi anggota yang lain," kata Ni Gusti Ayu Sukmadewi, anggota DPR dari PDI Perjuangan. Sambungan dengan Ketua PKB Matori juga lewat poros muda ini. Tak aneh jika PKB konsisten pro-Mega. Sedangkan Kebagusan, markas PDI-P, tak keberatan jika Matori jadi ketua MPR. Kontak-kontak rahasia juga dijalin antara Diponegoro dan Patra Kuningan. "Kubu Habibie memang intensif melobi kami," kata Ketua Fraksi FPP di DPR, Husni Thamrin. Tim pelobi dari kubu Habibie untuk menggerpol PPP dan tokoh-tokoh Islam itu dimotori oleh Jimly Asshididqie dan Watik Pratiknya—keduanya tokoh teras ICMI dan staf ahli kepresidenan. "Mereka tadinya merasa bahwa dukungan dari kalangan Islam kepada Habibie tidak ada masalah, tetapi munculnya poros tengah bikin mereka kelabakan," katanya kepada TEMPO. Di garis depan, diam-diam Habibie juga memainkan kartu ICMI melalui Ketua Achmad Tirtosudiro, yang tegas-tegas mendukung Bung Rudy. Di rumah sesepuh HMI inilah, Kamis pekan lalu, bertemu sejumlah elite partai Islam dan tokoh gerakan. Ada Amien Rais, Akbar Tandjung, Yusril Ihza, Nur Mahmudi, Hamzah Haz, dan Zarkasih Noer. "Kami hanya bicara soal umat, tak ada desakan untuk menyokong Habibie," kata Zarkasih. Siapa tahu? Wahyu Muryadi, Edy Budiyarso, Hani Pudjiarti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus