Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

"Netral Tidak Berarti Abstain"

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN ini, Tentara Nasional Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-54, tapi jangan harap akan ada pesta meriah. Maklum, korps baju hijau ini sedang dilanda berbagai cobaan berat, bukan hanya terkena "hujan batu" di negeri sendiri, melainkan juga dari masyarakat dunia.

Di dalam negeri, mahasiswa masih terus giat berdemo menentang dwifungsi militer dan meminta pertanggungjawaban tentara atas berbagai kejadian di Tanah Air. Maklum, tragedi Aceh, Ambon, Timor Timur, dan peristiwa Semanggi I serta II memang berkaitan dengan kinerja TNI. Sementara itu, pihak internasional sedang melempar tudingan bahwa militer bertanggung jawab terhadap pembunuhan massal yang terjadi di bumi Loro Sa'e. Karena itu, Jenderal Wiranto, selaku Panglima TNI, diancam akan divonis sebagai penjahat perang bersama para pimpinan milisi Timor Timur.

Untunglah, mendung gelap TNI ini masih dilingkari sinar harapan. Di arena politik, dukungan sang Jenderal dan suara TNI justru sedang laris "diperebutkan" oleh beberapa partai politik. Partai Golkar malah secara terbuka telah menyebut nama Wiranto sebagai calon wakil presiden. Selain itu, potensi militer sebagai "king maker" memang tak dapat diabaikan dan upaya reformasi internal yang sedang dilakukan tampaknya mulai memulihkan wibawa institusi keamanan ini.

Barangkali itu sebabnya wajah Panglima TNI ini terlihat cerah dan penuh percaya diri ketika menerima wartawan TEMPO Bambang Harymurti, Andari Karina Anom, Darmawan Sepriyossa, dan fotografer Rully Kesuma di Wisma Yani, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu lalu. Berikut adalah petikan wawancara tersebut:


Ke mana suara 38 kursi Fraksi TNI/Polri akan diberikan pada Sidang Umum MPR ini?

Kursi fraksi yang 38 itu adalah bagian dari Majelis, yang merupakan representasi rakyat. Mereka akan mencermati, menyerap, dan mengakomodasi aspirasi rakyat dalam Majelis. Yang jelas, orientasi suara mereka yang 38 itu pasti pada kepentingan bangsa dan negara; tidak untuk kepentingan golongan, bahkan tidak untuk kepentingan TNI semata.

Jadi, mereka akan diarahkan untuk tidak menggunakan hak pilihnya?

Bukan begitu. Yang saya katakan waktu itu, anggota Fraksi ABRI akan menggunakan haknya, sama seperti anggota-anggota yang lain. Artinya, dia bisa memilih A, B, atau C. Tetapi semua itu dilandasi dengan landasan pemikiran bahwa itu untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia secara keseluruhan, bukan buat TNI, bukan buat orang seorang. Kalaupun nantinya mereka abstain, itu pun merupakan pilihan. Tapi, netral tidak berarti abstain. Abstain itu merupakan pilihan, bukan merupakan sikap netral.

Bagaimana kesiapan TNI jika secara bertahap wakilnya ditarik dari parlemen dan kembali ke barak ?

TNI dan Polri selalu siap untuk melaksanakan apa pun yang menjadi keputusan rakyat, sejauh keputusan itu diambil secara konstitusional dan demokratis.

Bapak dicalonkan sebagai wakil presiden oleh Partai Golkar. Bagaimana sikap Bapak?

Saya sangat memahami, menghormati, dan berterima kasih atas dukungan dan kepercayaan yang datang dari mana saja, termasuk dari Partai Golkar, untuk menempatkan saya sebagai calon wakil presiden. Dalam pemikiran saya, para calon presiden atau wakil presiden yang diusulkan oleh pihak mana pun, sejauh telah memiliki kriteria yang berlaku, hendaknya kita terima sebagai calon pimpinan nasional milik bangsa secara keseluruhan. Untuk selanjutnya, kita jangan terlalu mempermasalahkan dari mana dia berasal, tetapi lebih baik kalau kita bersama-sama mampu menilai secara obyektif, dalam suasana tenang dan dengan kejujuran dalam hati kita, sehingga menghasilkan keputusan yang benar-benar akurat.

Menentukan pimpinan nasional tidak bisa asal-asalan, untung-untungan, coba-coba, apalagi dengan cara-cara yang tidak etis, tidak bermoral. Dan tidak dapat kita demikian saja meniru cara-cara negara lain yang sangat berbeda. Kita tidak mengukuhkan legitimasi atau perluasan tanggung jawab pimpinan partai politik, kita juga tidak ingin pimpinan nasional yang masih berorientasi kepada kepentingan kelompok politik tertentu saja. Yang kita pilih adalah pemimpin bangsa yang diakui dan dicintai seluruh rakyatnya serta diyakini mampu membawa bangsa ini keluar dari berbagai krisis, menciptakan kebersamaan, persatuan, dan kesatuan untuk masa depan yang lebih cerah. Kalau itu dasar pemikiran kita, rasanya kita termasuk generasi yang tercatat mampu dengan arif meluruskan proses perjalanan bangsa Indonesia ke arah yang benar.

Namun, kalau masih saja kita curiga-mencurigai, tekan-menekan, fitnah-memfitnah dan bertengkar terus, kita pasti tercatat dalam sejarah sebagai sebuah generasi yang gagal mewujudkan serangkaian cita-cita luhur yang justru kita rumuskan sendiri.

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap pembentukan komisi khusus oleh Komisi Tinggi HAM PBB?

Pembentukan komisi oleh Komisi Tinggi HAM PBB untuk melaksanakan penyelidikan tentang tuduhan adanya pelanggaran HAM di Timor-Timur setelah jajak pendapat merupakan mekanisme dan keputusan organisasi PBB. Kita sebagai salah satu anggota PBB tentunya berada pada posisi: pertama, kita respek kepada keputusan PBB; kedua, kita sebagai bangsa berdaulat memiliki hak menerima atau tidak menerima keputusan ini dan ini sah dalam sistem mekanisme PBB. Saat ini pemerintah atas nama bangsa telah menolak keputusan ini dan TNI ada di dalamnya.

Tentang rencana Komnas HAM membentuk tim penyelidikan kasus Tim-Tim?

Saya setuju, bahkan mendorong agar komisi penyelidikan itu dlakukan oleh Komnas HAM kita sendiri. Mengapa? Karena ini urusan rumah tangga kita sendiri. Kalaupun ada yang salah, yang pertama kali mengatakan itu salah, ya, kita sendiri. Saya justru mendorong supaya segera terbentuk komisi itu. Mereka kan bisa mengeliminasi, bahkan menepis, segala tuduhan yang ada. Sebab, saya yakin, secara institusional, TNI tak pernah memerintahkan, menyetujui, dan merestui langkah operasional yang melanggar HAM. Kalau pun terjadi penyimpangan di lapangan, itu yang kita ingin segera tahu supaya dapat diambil tindakan

Kembali saya ingatkan, untuk tidak terjadi kesalahan persepsi bahwa komisi yang dibentuk tidak semata-mata mencari kesalahan TNI/Polri di Tim-Tim, tetapi meneliti pelanggaran HAM dari pihak mana pun di Tim-Tim pascajajak pendapat. Saya mendukung upaya ini, agar tuduhan dan kecurigaan yang tidak berdasar kepada TNI/Polri dapat segera terjawab secara obyektif.

Dari internal TNI sendiri, adakah tim yang akan dibentuk untuk itu?

Dalam setiap operasi, kita selalu melibatkan POM karena kita punya KUHPT (KUH Pidana Tentara). Aturan pasal-pasalnya sangat ketat sehingga setiap terjadi kesalahan pelaksanaan operasi, pelakunya akan segera ditindak dengan hukum itu. Contohnya kasus Mayor Bayu di Aceh. Saya telah memecat yang bersangkutan dan dia dihukum lima tahun penjara. Ada 45 orang lebih yang kita hukum.

Tetapi, tuduhan-tuduhan di luar itu, seperti pembunuhan massal, genocide, pemusnahan etnis dan sebagainya, itu kan berat. Masa, kita disamakan dengan orang-orang di Kosovo. Tapi, kalau saya yang bicara begitu, orang tidak akan percaya karena saya dikira membela diri. Tetapi kalau yang bicara Komnas HAM, yang punya reputasi, ya, harus dipercaya, dong.

Bagaimana jika tim PBB membantu Komnas HAM dalam penyelidikan ini?

Oh, kalau itu, silakan saja. Kita tidak bisa menolak orang yang mau bekerja sama, asalkan tetap di bawah koordinasi Komnas HAM. Bekerja sama bukan berarti mereka bisa seenaknya masuk ke dalam rumah tangga orang lain. Saya khawatir—dan kita tidak pernah tahu—bahwa ada organisasi-organisasi legal yang terkontaminasi kepentingan lain. Sayang sekali, kan?

Bagaimana dengan pernyataan Menteri Pertahanan Australia yang menyatakan bahwa mereka punya hak untuk masuk wilayah NTT untuk mengejar milisi?

Kalau mereka hanya melihat satu sisi, yaitu pada pasal-pasal yang ada pada peace keeping force atau pada undang-undang yang dibuat PBB, ya, bisa. Tetapi kan ada undang-undang lain yang bisa disandingkan, sehingga kewenangan itu bisa menjadi batal.

TNI menyatakan telah mengadakan reformasi intern. Namun, peristiwa kekerasan oleh aparat masih terus terjadi. Mengapa?

Sebagai pimpinan TNI, saya tidak pernah mengharapkan, bahkan menyesalkan terjadinya kasus-kasus tindak kekerasan baik oleh petugas maupun oleh masyarakat, yang akhirnya berbuntut hujatan, tuduhan, tuntutan, saling menyalahkan, kebencian, dan perpecahan. Pokoknya serba enggak enaklah. Apalagi kalau ada yang menjadikan kasus itu sebagai komoditas politik, semakin menyedihkan

Kalau masih saja terjadi unjuk rasa yang brutal, yang jelas melanggar hukum (Undang-Undang No. 9 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum), aparat keamanan harus menghadapinya. Dan kalau terjadi bentrokan, opini publik terbangun "TNI melawan rakyat". Ini jelas tidak adil. Alangkah buruk hasil TNI/Polri yang berjuang susah payah menjaga tegaknya hukum dan konstitusi yang merupakan amanah rakyat, tetapi malah dituduh secara membabi buta seolah melawan rakyat sendiri.

Sebenarnya semua itu tidak perlu terjadi apabila masyarakat, terutama pemudanya, mengerti dan memahami undang-undang yang telah kita sepakati bersama. Korban yang berjatuhan di pihak aparat cukup banyak, lalu kepada siapa mereka akan menuntut dan mencari keadilan? Bukankah mereka juga warga negara yang berhak mendapatkan perhatian atas haknya?

Mengenai pelaku tindak kekerasan yang tetap saja tidak diselesaikan secara hukum yang adil, itu tidak benar. TNI dan Polri telah melakukan tindakan hukum bagi anggota TNI dan Polri yang melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Namun sangat disayangkan, tindakan yang telah diambil TNI /Polri tersebut tidak terpublikasikan secara proporsional. Dan dalam kaitan itu, saya sangat mengharapkan media massa untuk membantu memublikasikannya.

Benarkah akan ada skenario pengambilalihan kekuasaan jika terjadi kemacetan di sidang umum?

Berkali-kali sudah saya jelaskan, kok, tanya lagi. Tapi baiklah saya jelaskan kembali bahwa di benak TNI tidak pernah terlintas sedikit pun pikiran untuk melakukan tindakan-tindakan yang inkonstitusional. Kalau terjadi deadlock, pasti akan ada jalan keluar, asalkan jangan menggunakan massa sebagai alternatif pemecahan. TNI akan membantu secara konstitusional.

Tanggal 5 Oktober 1999 ini TNI berulang tahun ke-54. Menurut Bapak, seperti apa sosok TNI masa depan?

TNI akan tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komponen bangsa lainnya. Oleh karenanya, yang terpenting harus dibangun terlebih dahulu adalah pilar yang sehat hubungan sipil-militer dalam kehidupan Indonesia ke depan nanti.

Pada masa depan, memasuki abad ke-21, jikalau pilar-pilar yang kokoh telah terbentuk, tidak akan banyak lagi terjadi benturan, konflik internal antara sesama bangsa kita. Pada semua komponen bangsa tidak lagi ada dikotomi, tidak lagi bertikai karena beda profesi, bahkan tidak ada lagi yang merasa superior apabila kita mengabdi kepada bangsa. Semua harus berpartisipasi dalam sebuah sinergi yang positif.

Semua pihak harus berangkat dan mengacu kepada sikap moral yang mencerminkan saling menghargai dan saling memercayai. Perlu dikembangkan prinsip kesetaraan, kedekatan, dan kerja sama agar tidak ada kecurigaan dan kebencian lagi. Pihak TNI dengan sungguh-sungguh akan menghargai kewenangan pemerintahan sipil, termasuk kepada hukum dan sistem nasional, dan tetap tidak memihak pada salah satu parpol dan tidak akan melakukan kegiatan politik praktis.

Sebaliknya, pihak yang lain menempatkan TNI sebagai komponen yang sah dalam negara demokrasi, menghargai dan mendukung peran dan misi TNI. Bahkan, lebih jauh lagi, merasa memiliki TNI sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus