Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI tak terpengaruh hiruk-pikuk agenda pemilihan umum, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia tetap berfokus pada dua pekerjaan besar: pemancangan tiang pertama pabrik mesin dan ekspor sedan Vios ke Timur Tengah. Keduanya dilakukan pada Februari dan Maret lalu.
Ketika Tempo melihat pengerjaan pembangunan pabrik mesin itu pada akhir Maret, beberapa alat berat terlihat meratakan tanah. Seruas jalan membentang mengelilingi lahan seluas 150 hektare. Masuk kawasan industri Karawang Jabar Industrial Estate, pabrik mesin Toyota itu dibangun dengan investasi Rp 2,3 triliun. Rencananya pabrik tersebut sudah beroperasi pada 2016.
Bersamaan dengan investasi pabrik, Toyota Indonesia mengekspor Vios ke Timur Tengah untuk pertama kalinya. Pada tahap awal, 1.000 unit akan diekspor setiap bulan, kemudian akan dinaikkan menjadi 3.000 unit per bulan. Di sana sedan ini bersalin nama menjadi Yaris. "Kami menginginkan bisa mencapai 5.000 unit," kata Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Masahiro Nonami.
Nonami yakin tak sulit mencapai target 5.000 unit Yaris made in Indonesia itu. "Pabrik Toyota di sini sudah punya kemampuan," kata Nonami. Ia juga menjamin kualitas produksi Toyota Karawang akan sama dengan produksi Thailand atau bahkan Jepang sendiri. "Tidak ada perbedaan."
Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia Johnny Darmawan menambahkan, untuk saat ini Indonesia harus rela berbagi dengan Thailand. Besarnya permintaan pasar memang tidak bisa dipenuhi oleh pabrik Toyota di Thailand saja.
Produksi mobil Indonesia memang masih di bawah Thailand. "Mereka memang lebih dulu," kata Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi. Saat ini jumlah produksi mobil nasional mencapai 1,2 juta, masih jauh di bawah produksi Thailand yang dua kali lipat, yakni 2,4 juta unit.
Thailand, menurut Budi, lebih dulu membangun infrastruktur. "Mereka sudah punya jalan tol 9.000 kilometer dengan delapan jalur," katanya. Masih ada yang lain, yakni adanya pelabuhan besar, pemberian insentif, dan investasi dalam pembangunan pabrik mobil. "Thailand sudah mulai lima tahun lalu."
Kekuatan industri otomotif Thailand juga didukung oleh industri komponen dalam jumlah yang besar, yakni 1.500 penyuplai. Indonesia baru memiliki sekitar 900 pabrik komponen.
Pertumbuhan industri komponen memang amat bergantung pada besarnya kapasitas produksi mobil. "Orang taruh uang kalau pasar dan volumenya besar," kata Budi. Karena itu, dia tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan jangan memproduksi mobil dalam jumlah banyak. "Kalau kita tidak memproduksi, Thailand akan 'melempar' mobilnya ke Indonesia," katanya.
Dia membandingkan Thailand yang permintaan mobilnya mencapai 1,2 juta unit, padahal jumlah penduduknya hanya seperempat Indonesia. "Seharusnya kita empat kali lebih besar," ujarnya. "Nah, kalau itu tidak disuplai sendiri, akan diisi oleh orang lain."
Menurut Budi, upaya memperbesar pasar sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan per kapita. Karena itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil murah hemat energi atau biasa dikenal dengan low cost green car. "Ini cara agar orang lebih nyaman dengan mobil buatan dalam negeri," katanya.
Indonesia juga tertinggal dibanding Thailand dalam soal produksi mobil murah. Thailand merintis produksi mobil murah empat tahun lalu. Kini mereka masuk ke kebijakan mobil murah hemat energi periode kedua. "Makanya kami berikan produk yang sama yang lebih murah dan lebih bagus," ujar Budi.
Aturan mobil murah ini juga disertai penguatan industri komponen. "Mereka harus memproduksi mesin dan transmisinya di Indonesia," katanya. Budi mengatakan kini sudah ada 100 pabrik baru di Indonesia yang menyokong produksi mobil murah.
Budi optimistis tiga tahun mendatang Indonesia mampu mengejar Thailand. Kalau tidak begitu, menurut dia, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan membuat pasar Indonesia yang besar justru dibanjiri mobil dari luar. "Kita tidak bisa menahan kapal pengangkut mobil dari luar masuk ke Indonesia," katanya.
Masahiro Nonami mengatakan Indonesia sebenarnya bisa berlari lebih kencang. Syaratnya, menurut dia, pemerintah bisa menekan biaya logistik dan memperbaiki infrastruktur. "Kalau pengiriman mobil dari Karawang ke Tanjung Priok membutuhkan waktu empat-lima jam, pasti kami akan kalah dengan negara lain," katanya. Kalau itu diperbaiki, dia menambahkan, Toyota bahkan bisa mengekspor 7.000 unit Vios ke Timur Tengah.
Johnny mengatakan Toyota sudah berkomitmen menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor. "Toyota Jepang percaya sama Indonesia karena pemerintahannya dianggap stabil," katanya. Hanya, hal itu sulit dipenuhi jika infrastruktur masih belepotan dan biaya logistik tak kunjung turun.
Iqbal Muhtarom
Penjualan mobil
2013 | 2012 | ||
Thailand | 1.330.672 | 1.436.335 | |
Indonesia | 1.229.901 | 1.116.212 | |
Malaysia | 655.793 | 627.753 | |
Filipina | 181.738 | 156.654 | |
Vietnam | 98.649 | 80.453 | |
Singapura | 34.111 | 37.247 | |
Brunei | 18.642 | 18.634 | |
TOTAL | 3.549.506 | 3.473.288 | |
Produksi Mobil
2013 | 2012 | ||
Thailand | 2.457.057 | 2.453.717 | |
Indonesia | 1.208.211 | 1.065.557 | |
Malaysia | 601.407 | 569.620 | |
Filipina | 79.169 | 75.413 | |
Vietnam | 93.630 | 73.673 | |
TOTAL | 4.439.474 | 4.237.980 | |
Sumber: ASEAN Automotive Federation
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo