Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TONY Fernandes tak sabar menyongsong 2015. Chief Executive Officer AirAsia ini bakal bangun lebih pagi tahun depan karena kebijakan langit terbuka di kawasan ASEAN atau ASEAN Open Sky Policy diberlakukan. "Kompetisi makin ramai. Saya suka tantangan dan membuat saya bersemangat," ujarnya ketika menggelar tur media di Epsom College, Kuala Lumpur, Malaysia, Februari lalu.
Tony pantas bersemangat karena kebijakan itu membuat maskapainya berpeluang menggenjot pangsa pasarnya di Asia Tenggara, terutama di Indonesia. Dengan 18 ribu pulau dan jumlah penduduk sekitar 270 juta orang, Indonesia merupakan pasar yang sangat seksi dan diincar sejumlah maskapai Asia Tenggara.
Apalagi, berdasarkan data Centre for Aviation (CAPA), jumlah pengguna maskapai penerbangan bertarif murah atau low cost carrier (LCC) di Indonesia terus meningkat secara signifikan. Tahun lalu, 60 persen dari 68,7 juta pengguna pesawat di Indonesia memilih penerbangan murah. Indonesia AirAsia, yang 49 persen sahamnya dimiliki Tony, mampu mengangkut 7,9 juta penumpang tahun lalu atau naik 34 persen ketimbang 2012.
Menurut Agni Ekayanti, tour supervisor perusahaan agen perjalanan Transa Tour, selain harga tiket yang murah, fasilitas dan kenyamanan bertransaksi menjadi pertimbangan utama masyarakat memilih AirAsia. Dua pekan lalu, Agni memboyong 25 warga Indonesia berwisata ke Bangkok, Thailand, menggunakan maskapai asal Malaysia ini. "Harganya terjangkau dan sistem pemesanannya praktisi. Pelayanan mereka juga cepat," ujarnya.
Pelayanan masih akan menjadi salah satu andalan AirAsia, selain harga tiket tetap murah pada saat langit ASEAN terbuka bebas. Bagi Tony, ASEAN merupakan kawasan yang cukup menjanjikan untuk bisnis maskapai penerbangan dengan jumlah pasar sekitar 300 juta orang. "Ide untuk open sky cukup fantastis," katanya.
Membaca antusiasme maskapai negeri tetangga, pemerintah pun mengambil langkah dan strategi agar tak kebobolan. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, meski Indonesia sepakat bergabung dalam ASEAN Open Sky Policy, tidak serta-merta langit Nusantara terbuka bebas. "Tetap ada perlindungan untuk maskapai domestik," ujar Bambang.
Indonesia akan membatasi bandar udara yang bisa didarati pesawat perusahaan penerbangan asing. Dari 26 bandar udara komersial berskala besar, hanya lima bandara di lima kota yang akan bergabung dalam komunitas langit bebas ASEAN, yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Operator penerbangan dalam negeri pun dilindungi oleh prinsip cabotage, yaitu hanya maskapai yang 51 persen sahamnya dimiliki Indonesia yang bisa menerbangkan pesawatnya di rute-rute domestik.
Rute-rute domestik memang menggiurkan. Rute Jakarta-Surabaya, menurut data CAPA, merupakan rute terpadat kelima di dunia dengan 780 frekuensi penerbangan sepekan. Rute ini hanya kalah dari Sao Paolo-Rio de Janeiro (Brasil/1.130 penerbangan per pekan), Melbourne-Sydney (Australia/950), Jeju-Seoul (Korea Selatan/870), dan Mumbai-New Delhi (India/860). Dengan strategi ini, Bambang yakin maskapai dalam negeri masih bisa bersaing ketika liberalisasi penerbangan berlaku.
Untuk mendapatkan manfaat kebijakan ini, pemerintah juga mendorong maskapai dalam negeri aktif berekspansi di ASEAN, termasuk maskapai penerbangan berbiaya rendah. Dalam hal ini, maskapai yang diandalkan antara lain Garuda Indonesia bersama Citilink, Lion Air, dan Sriwijaya Air. "Prinsipnya kita harus sama-sama ambil manfaat dan sama-sama senang di angkasa," ucap Bambang.
Di dalam negeri, Lion Air menempati peringkat teratas dengan pangsa 42 persen. Sedangkan Garuda Indonesia mengamankan ceruk pasar sebesar 28 persen plus anak perusahaannya, Citilink, 7 persen; Sriwijaya Air 10 persen; dan sisanya diambil maskapai lain.
Indonesia mengandalkan Lion Air dan Garuda sebagai ujung tombak dalam ASEAN Open Sky. Lion Air menjadi andalan dalam persaingan penerbangan murah. Hingga Maret lalu, pangsa pasar penerbangan murah di ASEAN mencapai 58,6 persen. Pasar LCC saat ini dimainkan oleh maskapai Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Strategi Lion mirip strategi AirAsia. Bambang mengatakan strategi Lion adalah berekspansi ke negara-negara ASEAN dengan mendirikan perusahaan berbadan hukum domestik seperti di Thailand (Thai Lion) dan Malaysia (Malindo). Bersaing ketat di sektor LCC, Lion akan memboyong 48 pesawat tambahan, 38 di antaranya khusus untuk pasar LCC.
Untuk sektor full-service carrier, Garuda tak mau kalah. Maskapai pelat merah ini akan belanja 27 pesawat baru. Dengan pengembangan armada tersebut, pada akhir 2014 Garuda akan memiliki armada dengan usia rata-rata 4,5 tahun. "Diproyeksikan pada akhir 2015 Garuda Indonesia akan mengoperasikan 194 pesawat," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
Dari 194 pesawat tersebut, Garuda akan mengoperasikan 144 pesawat. Sisanya, yakni 50 pesawat Airbus A320 terbaru, dialokasikan untuk Citilink, yang beroperasi di penerbangan murah. Garuda akan berkompetisi dengan sesama perusahaan lokal, antara lain Nam Air (anak perusahaan Sriwijaya Air) dan Batik Air (Lion Air Group). Citilink akan bertarung ketat dengan Indonesia AirAsia dan Lion.
Dengan diberlakukannya ASEAN Open Sky pada 2015, sektor penerbangan akan tumbuh 11-12 persen per tahun dengan jumlah penumpang diperkirakan mencapai 100 juta pada 2015. Untuk itu, selain strategi cabotage dan pembatasan lima bandara, Garuda berharap pemerintah bisa mendorong asas timbal balik (reciprocity) di bisnis penerbangan ASEAN. "Agar tercipta kompetisi sehat," ujar Emir.
Pada 2015, Garuda akan bersaing ketat dengan maskapai-maskapai asal Malaysia dan Singapura. Saat ini Garuda hanya terbang ke tiga kota di tiga negara ASEAN, yaitu Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok. Rencananya Garuda akan membuka penerbangan Jakarta-Manila tahun ini. "Kami optimistis bisa menerbangkan 45 juta penumpang pada tahun depan."
Gustidha Budiartie, Angga Sukma Wijaya
Pangsa Pasar Penerbangan Indonesia
Lion Air
42%
Garuda
28%
Sriwijaya
11%
Citilink
7%
Indonesia airasia
4%
Wings air
4%
Lainnya
4%DATA: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DAN INACA
Peringkat Maskapai Murah Berdasarkan Jumlah Pesawat | |||||
Peringkat | Maskapai | Negara | Armada | ||
Desember 2014 | 1 Januari 2014 | Januari 2013 | |||
1 | Lion Air | Indonesia | 105 | 94 | 91 |
2 | AirAsia | Malaysia | 76 | 72 | 64 |
3 | Cebu Pacific Air | Filipina | 48 | 48 | 41 |
4 | Thai AirAsia | Thailand | 43 | 35 | 27 |
5 | Wings Air | Indonesia | 34 | 27 | 27 |
6 | Citilink | Indonesia | 32 | 24 | 21 |
7 | Indonesia AirAsia | Indonesia | 30 | 30 | 22 |
8 | Tigerair | Singapura | 33 | 25 | 21 |
9 | Nok Air | Thailand | 26 | 22 | 20 |
10 | Malindo Air | Malaysia | 23 | 11 | 0 |
DATA: CENTRE FOR AVIATION
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo