Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Bank Indonesia optimistis beragam upaya pengendalian neraca transaksi berjalan akan membuahkan hasil di pengujung tahun kendati saat ini belum tampak optimal. "Hasilnya belum terasa di hitungan ketiga. Jadi mungkin akan lebih banyak yang kita lihat atau kita rasakan pada hitungan keempat," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari ini bank sentral akan mempublikasikan laporan neraca pembayaran triwulan III 2018. Neraca ini mencatat transaksi ekonomi antara penduduk di dalam negeri dan luar negeri dalam suatu periode. Salah satu bagian neraca tersebut berupa transaksi berjalan (current account), di antaranya meliputi transaksi barang juga jasa ekspor dan impor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, defisit pada neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) triwulan II melebar hingga mencapai US$ 8 miliar. Angka ini setara dengan 3 persen produk domestik bruto atau telah mencapai batas aman. Kondisi ini memaksa pemerintah-bersama bank sentral-mengeluarkan sejumlah kombinasi kebijakan untuk mengerem laju defisit transaksi berjalan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, misalnya, telah memberlakukan perluasan program mandatori pencampuran 20 persen bahan bakar nabati ke minyak diesel ke sector non-pelayanan publik. Kebijakan ini diharapkan dapat menahan laju impor minyak. Selain itu, Kementerian Keuangan merevisi ketentuan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 sebagai bagian pengendalian barang impor, terutama yang bersifat konsumtif. Adapun Bank Indonesia juga merelaksasi sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan pertukaran mata uang untuk kepentingan lindung nilai (hedging) kegiatan ekspor.
Namun CAD triwulan III diprediksi tetap tinggi di atas 3 persen terhadap PDB. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan perkiraan tersebut didasari tingginya defisit perdagangan pada Juli dan Agustus lalu. "Masih wajar kalau di atas 3 persen, tapi perkiraan kami tidak akan lebih dari 3,5 persen," kata Perry beberapa waktu lalu. Dia hakulyakin CAD sepanjang tahun tetap berada di bawah 3 persen terhadap PDB.
Dody Budi Waluyo mengatakan kebijakan pengendalian CAD tak bisa langsung terasa. Terlebih, menurut dia, jika impor untuk keperluan investasi infrastruktur masih berlangsung.
Dody menyebutkan defisit pada neraca transaksi berjalan tak jadi soal sepanjang diiringi pertumbuhan ekonomi dan masuknya arus modal. Dia mengingatkan selama ini Indonesia tumbuh diiringi oleh defisit transaksi berjalan. Surplus hanya sekali terjadi pada saat krisis 1998. "Itu juga enggak sepenuhnya sehat karena impor anjlok melebihi ekspor," tuturnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, CAD tak dapat dihindari tahun ini akibat larinya arus modal dari Indonesia. Pembenahannya pun harus secara bertahap dan perlu waktu. Menurut dia, CAD tak selamanya bermakna negatif. "Sepanjang defisit itu memang digunakan untuk impor barang yang produktif," ujarnya. Sri memastikan pemerintah tetap berhati-hati dalam menentukan prioritas proyek pembangunan.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, memprediksi defisit transaksi berjalan di kuartal III 2018 akan berada di kisaran 2,8-3,1 persen terhadap PDB. "Salah satu faktor yang konsisten menggerus kita adalah defisit migas," tuturnya. Agustus lalu, neraca dagang migas mengalami defisit US$ 1,6 miliar. Padahal, pada saat yang sama, neraca dagang nonmigas surplus US$ 630 juta. GHOIDA RAHMAH | AQIB SOFWANDI | AGOENG
dibayangi tingginya impor
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo