SEORANG pejabat tinggi kita bercerita di muka umum tentang
banyaknya orang Indonesia yang mengobatkan dan memeriksakan gigi
mereka di Singapura. Apakah sebabnya karena kita kekurangan
dokter gigi, ataukah karena kualitas dokter gigi kita rendah?
Ternyata tidak, karena yang menjadi sebab adalah di Indonesia
orang tidak boleh membuka mulut.
Lelucon seperti ini jelas merupakan protes terselubung (atau
justru tidak) atas sulitnya menyatakan pendapat di negeri kita
saat ini, sebagai akibat banyak ketentuan diberlakukan, seperti
SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan).
Protes dengan lelucon memang tidak efektif, kalau dilihat dari
sudut pandangan politik. Memangnya ada gerakan politik besar
dilandaskan kepada lelucon sebagai semacam 'manifesto
politik'nya! Belum lagi betapa lucunya kalau program partai atau
Golkar mencantumkan kalimat 'menyalurkan aspirasi rakyat melalui
lelucon'. Begitu juga akan ada kesulitan besar ketika nanti
harus dirumuskan penafsiran resmi atau lelucon yang ditampilkan
oleh gerakan politik.
Tetapi lelucon sebagai wahana ekspresi politis sebenarnya
memiliki kegunaannya sendiri. Minimal, ia akan menyatukan bahasa
rakyat banyak dan mengindentifikasi masalah-masalah yang
dikeluhkan dan diresahkan.
Arnbillah misal lelucon berikut dari Mesir, di kala mendiang
Presiden Nasser masih berkuasa. Di masa itu larangan bepergian
ke luar negeri masih ketat. Nah, pada suatu hari Nasser
mengunjungi patung Sphinx (dalam bahasa Arab dikenal sebagai
Abul Haul) dekat piramida di Giza, di luar kota Kairo.
Ingin berkonsultasi, Nasser tidak memperoleh jawaban sepatah pun
dari patung singa berkepala manusia yang sudah ribuan tahun
usianya itu. Penjelasan Naser bahwa ia adalah presiden yang
berkuasa penuh tidak menghasilkan jawaban apa pun. Berkali-kali
hal itu terjadi, hingga suatu kali habis kesabaran Nasser.
Dijanjikannya, kalau saja Sphinx itu mau menjawab, apa pun
permintaannya akan dituruti Nasser. Dengan penuh harap,
menjawablah sang Sphinx: 'Exit Permit'.
Lelucon juga memiliki kemampuan untuk menggalang kesatuan dan
persatuan, minimal dengan jalan mengidentifikasi 'lawan
bersama', seperti diibaratkan oleh lelucon berikut dari
Polandia. Dua orang bertemu, yang satu bertanya kepada kawannya:
'Hadiah apakah yang anda peroleh kalau memamerkan lambang
serikat buruh Solidaritas di Moskow?' 'Tidak tahu, apakah
hadiahnya?' Sang penanya pun kemudian menjawab sendiri
teka-tekinya itu: 'Dua buah gelang dan satu rantai.' 'Gelang
apakah, emas atau perak?' 'Borgol!'
Lelucon juga dapat berfungsi kritik terhadap keadaan tidak
menyenangkan di tempat sendiri, seperti lelucon pertama yang
diuraikan di permulaan tulisan ini. Atau seperti lelucon berikut
dari Suriah: seorang atlet lari Suriah memenangkan medali emas
lomba lari Olympiade. Prestasi mengagumkan di arena demikian
terhormat. Pantas ia langsung diwawancara, ditanya apa rahasia
kemenangannya itu. 'Mudah saja, ' jawabnya. 'Tiap kali
bersiap-siap akan start, sayabayangkan ada serdadu Israel di
belakang saya mau menembak saya.'
Atau lelucon dari Rusia, ketika para turis asing mulai membawa
radio transistor ke sana, padahal orang Rusia sendiri belum
mengenalnya. Dengan kebanggaan yang dibuat-buat sebagai pembela
kehebatan dan kejayaan ibu pertiwinya, seorang Rusia mendekati
seorang turis dan bertanya: 'Di sini juga banyak dibikin barang
seperti ini. Apa namanya?'
Protes terhadap penyalahgunaan wewenang oleh tokoh-tokoh yang
berkuasa sering sekali dituangkan dalam bentuk lelucon. Seperti
cerita dari India yang 'memberitakan' seorang tertuduh dijatuhi
hukuman tujuh tahun.
Sebabnya? Karena ia menuduh Indira Gandhi sebagai perdana
menteri telah memulai nepotisme yang sinis, dengan mula-mula
mengangkat mendiang sang anak Sanjay Candhi sebagai penguasa
partainya, dan kemudian kakak Sanjay Rajiv, ketika sang adik
kemudian meninggal dunia. Perincian hukuman? Setahun karena
menghina pejabat tinggi negara, dan enam tahun karena
membocorkan rahasia negara.
Terkadang lelucon berfungsi sebagai pelepas kejengkelan orang
banyak kepada penguasa, yang dianggap sudah bertindak terlalu
jauh membohongi dan menyakiti hati rakyat. Anak seorang presiden
Filipina, menurut hikayat, mencari popularitas dengan
menyebarkan uang kertas lima pesos berjumlah jutaan dari pesawat
terbang. Kakaknya tidak mau kalah, menyebarkan juga mata uang
sangat banyak, hanya saja dari mata uang sepuluh pesos. Adik
perempuan mereka juga ingin populer, dan menanyakan hal apa yang
paling membahagiakan rakyat jika dibuang dari pesawat terbang.
Dengan lugas, penerbang yang ditanya menjawab: 'Ayah nona
sendiri!"
Tetapi yang paling tinggi 'selera'nya sudah tentu adalah lelucon
yang dapat mencerminkan kebenaran yang ada, yang ditutup-tutupi
oleh pihak yang berkuasa. Fungsi perlawanan kulturalnya menunjuk
kepada kesadaran yang tinggi untuk menyatakan apa yang benar
sebagai kewajiban tak terelakkan. Yang dicari hanyalah medium
paling aman untuk menyatakan kebenaran itu.
Cerita berikut dari Brazil dapat diambil sebagai contoh. Negara
tanpa laut Paraguay, menurut cerita ini, ternyata memiliki
panglima angkatan laut. Ketika ia berkunjung ke Brazil, ia
disindir dengan pertanyaan berikut oleh Kepala Staf Angkatan
laut Bra 'Bagaimana mungkin negara tanpa laut mempunyai
panglima seperti anda?' Sang tamu dengan tenang menjawab: 'Di
sini hukum tidak berjalan, bagaimana mungkin diangkat seorang
menteri kehakiman?'
Lelucon, dan bentuk-bentuk humor lain, memang tidak dapat
mengubah keadaan atas 'tenaga sendiri'. Ini sudah wajar, karena
apalah kekuatan percikan perasaan manusia di hadapan kenyataan
yang mencengkam kehidupan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan
ideologi besar-besar pun tidak mampu melakukan hal itu
sendirian, masih harus ditunjang oleh berbagai hal, seperti
agama, buruknya keadaan ekonomi, sentimen-sentimen primodial dan
seterusnya.
Namun, lelucon yang kreatif tetapi kritis akan merupakan bagian
yang tidak boleh tidak harus diberi tempat dalam tradisi
perlawanan kultural sesuatu bangsa, kalau bangsa itu sendiri
tidak ingin kehilangan kehidupan waras dan sikap berimbang dalam
menghadapi kenyataan pahit dalam lingkup sangat luas. Dera
kepahitan dalam jangka panjang tidak mustahil akan ditundukkan
oleh kesegaran humor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini