Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bintang merah (tua) di langit

Profil dan perjuangan fidel castro, hingga ia menjadi orang nomer satu di kuba. (sel)

25 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI sebuah dermaga di Meksiko, 82 orang menumpang kapal pesiar Granma menuju Kuba. Merapat di pantai utara Provinsi Oriente, 2 Desember 1956, rombongan yang dipimpin Fidel Castro itu kemudian merangsek ke dalam. Tujuan: menggulingkan pemerintahan Jenderal Fulgencio Batista. Serangan dadakan itu bisa dipatahkan pasukan Batista. Hanya tinggal 12 orang yang berhasil lolos, kemudian bergerilya di perbukitan Sierra Maestra. Dua di antaranya adalah Fidel Castro dan Che Guevara. Tapi pemerintah Batista rupanya lengah. Segera setelah mematahkan Fidel Castro dan kawan-kawannya, mereka langsung saja mengumumkan bahwa kaum pemberontak sudah dihabisi. Wawancara Fidel Castro (dan sisa kawannya) dengan wartawan The New York Times Herbert L. Matthews - yang diterbitkan dalam edisi 24 Februari 1957 - kemudian membuyarkan pernyataan pemerintah itu. Malah rezim militer Batista dibikin sewot. Kedua belas orang itu, di bawah komando Fidel Castro, dari hari ke hari makin mendapat tambahan kekuatan. Para sukarelawan berdatangan dan bergabung. Penampilan Fidel Castro sendiri mendukungnya. Seperti digambarkan Matthews, ia adalah "laki-laki dengan kepribadian mengagumkan. Berpendidikan, penuh dedikasi sekaligus fanatik, selalu bersemangat, dengan kepemimpinan yang sangat kuat." Daya pikat itu, dan situasi dalam negeri yang rawan di bawah Batista, yang membuat banyak orang bergabung bergerilya, menjadi titik tolak bagi tindakan Fidel Castro berikutnya: memproklamasikan perang total - yang dimulainya pada 1 April 1958. Pada bulanbulan selanjutnya para gerilyawan ini segera memperoleh berbagai kemenangan - dan itu memberikan inspirasi kepada pelbagai gerakan perlawanan sipil di kota-kota. Akhir Desember 1958, Batista mengakui kekalahannya. Dan dinihari tahun baru 1959 ia mengungsi ke Republik Dominika. Esoknya, Fidel Castro bersama pasukannya berderap gagah - memasuki Havana, ibu kota negeri. Sementara itu Santiago, kota terbesar kedua setelah Havana, pada saat yang sama sudah pula dikuasai pemberontak. Sebuah kemenangan seperti dalam epos - tak ada duanya di Dunia Barat - yang hanya bisa dibandingkan dengan kisah tentang Abdul Aziz bin Saud, yang hanya dengan 40 prajurit memanjat Benteng Riyadh di malam yang pekat dan dengan cepat menegakkan Dinasti Saudi yang sekarang. Fidel Castro sendiri, dengan kekuatan sekitar 800 orang, berhasil meremukkan pasukan militer pemerintah yang resminya didukung oleh 30.000 prajurit. Rakyat mengelu-elukan. Dan dari sebuah podium, di hadapan massa gegap gempita, pada awal tahun baru itu Fidel Castro mengumumkan kemenangannya dengan kalimat pertama: "Sekarang revolusi kita mulai!" Tanggal 1 Januari ditetapkan sebagai Hari Revolusi. Dalam pemerintahan sementara Fidel Castro menjadi panglima tertinggi. Dr. Manuel Urrutia Lleo, hakim liberal yang melepaskan diri dari rangkulan Batista, dipilih menjadi presiden. Yang memimpin kabinet - sebagian besar kaum kelas menengah liberal adalah Perdana Menteri Jose Miro Cardona, profesor hukum. Pada 6 Januari dua perwalian dalam legislatif disatukan, dan sekaligus para pejabat daerah dan tingkat provinsi dicopot. Amerika Serikat mengakui pemerintahan sementara Kuba ini 7 Januari tahun itu juga. Hari-hari pertama tata revolusioner ditandai dengan ini: penangkapan, pengadilan, dan penghukuman - sekaligus penembakan - terhadap para pendukung Batista. Dan karena ulah ini Fidel Castro dikecam AS dan lain-lain. Tapi sebagai jawaban ia malah meminta mereka mengingat kekejaman rezim Batista. "Pokoknya," kata Fidel Castro, "pengadilan revolusioner akan dilanjutkan sampai kaum 'bromocorah' habis!" Tak main-main. Partai Komunis Kuba, yang di bawah Batista tidak diakui, diizinkan lagi menjalankan aktivitas. Pada 16 Februari 1959, setelah pengunduran diri Miro Cardona, Fidel Castro disumpah sebagai perdana menteri. Jabatan sebelumnya sebagai panglima tertinggi angkatan perang diserahkannya kepada adiknya, Raul, yang dulu juga ikut bergerilya. Dan langkah berikutnya. masih dalam tahun yang sama, memperjelas arah revolusi Fidel Castro. Bulan Mei ia mendirikan National Institute of Agrarian Reform yang diketuainya sendiri. Dilaksanakanlah distribusi tanah bagi keluarga-keluarga yang belum memilikinya dan penghapusan pertanian sistem sewa. Pemilikan tanah oleh orang asing dibatasi dengan ketat. Pada 17 Juli Fidel Castro mendesak Presiden Urrutia untuk mengundurkan diri - setelah dinilai melakukan "sabotase terhadap revolusi". Kursi kepresidenan lantas ditongkrongi Osvaldo Dorticos, ahli hukum yang sempat pula menjadi menteri perundang-undangan revolusi. Akhir 1959, setelah pelbagai langkah konsolidasi, kekuasaan atas Kuba sudah bisa dipusatkan pada Fidel Castro dan konco-konconya. Revolusi Kuba adalah revolusi anak juragan tebu. Fidel Castro Ruz - nama lengkapnya - adalah anak Angel Castro y Argiz. Ada yang bilang, ayah Fidel Castro berimigrasi dari Galicia, Spanyol, sebagai buruh. Sumber lain mengatakan, Angel adalah serdadu Spanyol yang datang sebagai anggota pasukan yang membantu menekan gerakan kemerdekaan Kuba pada tahun 1890-an. Yang pasti, ayah Fidel Castro berhasil memiliki tanah seluas 23.000 are - untuk ladang tebu plus peternakan lembu - di wilayah Biran, pantai utara Provinsi Oriente. Di dusun ini Fidel Castro lahir. Ibunya bernama Lina Ruz Gonzalez, juga memiliki latar belakang Galicia. Di Biran ia bekerja sebagai juru masak keluarga Angel Castro sebelum nasib mengubah hidupnya. Istri pertama Angel meninggal - dengan mewariskan dua anak, Lidia dan Pedro Emilio. Angel lalu menikahi juru masaknya, begitulah kisahnya. Perkawinan kedua ini melahirkan Angela, Agustina, Ramon (kelak pejabat program perbaikan pertanian), Fidel, Raul (belakangan deputi menteri dan menteri angkatan perang), Ernma, dan Juana (yang kemudian minggat ke Amerika Serikat pada 1964, lantaran tidak menyetujui ideologi abangnya). Ada yang bilang, Fidel Castro lahir pada 13 Agustus 1926. Sumber lain menyebutkan 1927. Yang jelas, dua belas tahun pertama masa hidupnya berlangsung seperti pada umumnya anak-anak di dusun pertanian tempat kelahirannya. Bekerja di ladang membantu orangtua. Hampir saja tak bersekolah - kalau bukan karena Fidel Castro sendiri, ketika berusia enam tahun, mendesak orangtuanya. Maklum, kedua orang tuanya - meskipun berada - tidak berpendidikan cukup, sehingga kurang berminat dalam hal sekolah. Di Santiago de Cuba Fidel Castro belajar pada Colegio Lasalle dan Colegio Dolores, keduanya yayasan pendidikan di bawah Yesuit. Pada 1942 ia melanjutkan pelajaran ke Colegio Belen, sebuah sekolah persiapan universitas di Havana, juga di bawah Yesuit. Di sini Fidel Castro menekuni bahasa Spanyol, sejarah, dan pertanian. Sementara itu ia berhasil meraih gelar atlet terbaik pada 1944. Tahun berikutnya ia menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Havana. Dan berikutnya terpilih sebagai presiden Federasi Mahasiswa yang militan. Ketika pada September 1947. di Republik Dominika gerakan penggulingan kediktatoran Jenerelisimo Rafael Trujillo dilaksanakan - dan kemudian gagal - Fidel Castro membolos untuk melibatkan diri. Ia juga ikut ambil bagian, sebagai organisator kongres mahasiswa di Bogota, Colombia, dalam kerusuhan yang kemudian dikenal sebagai Bogotazo. Orientasi politiknya liberal. Karena itu dalam gerakan mahasiswa ia sering bentrok dengan kaum komunis. Fidel Castro memang bukan seorang Marxis pada awalnya. Di kemudian hari, dalam suatu pidatonya pada bulan Desember 1961, ia - seperti ditulis Current Biography 1970 - mengesankan bahwa Marxisme baru benar-benar terbentuk dalam dirinya setelah ia berada pada pucuk kekuasaan. Berhasil menjadi sarjana hukum pada 1950, Fidel Castro lantas membuka praktek - bersama dua rekan - sebagai penasihat hukum. Yang dibelanya adalah orang-orang miskin. Sebagai anggota Partido del Oueblo Cubano - yang juga dikenal sebagai Partido Ortodoxo, yang didirikan oleh pembaru liberal Eduardo Chibas - Fidel Castro dicalonkan untuk duduk dalam parlemen pada pemilihan umum yang dijadwalkan berlangsung Juni 1952. Tak dinyana, 10 Maret tahun itu juga Jenderal Fulgencio Batista melakukan kudeta dan menyingkirkan Presiden Carlos Prio Socarras. Segera Kuba dikangkangi diktator militer. Fidel Castro kecewa. Dan ia mengajukan petisi ke Mahkamah Penjamin Konstitusi, menggugat kaum diktator sebagai telah melanggar Undang-undang 1940. Mahkamah menolak petisinya malah menekankan "bahwa revolusi adalah sumber hukumnya". Gagal menggebrak secara legal, Fidel Castro mengorganisasikan para pemuda idealis untuk memberontak - "demi demokrasi, keadilan sosial, dan untuk menegakkan Konstitusi 1940". Mengerahkan 165 orang, 26 Juli 1953 ia melancarkan serangan - dengan senjata seadanya - ke Moncada Barrack di Santiago. Harapannya, waktu itu, semangat pemberontakan umum di Provinsi Oriente akan terbakar. Nyatanya kedua sodokan itu, bersama dengan serbuan ke garnisun Bayamo, gagal. Setengah dari kawanan pemberontak tewas dibantai tentara Batista. Selebihnya sebagian besar tertawan termasuk Fidel dan adiknya, Raul. Walaupun begitu, ikhtiar yang gagal itu kemudian terkenal dengan nama "Gerakan 26 Juli". Banyak orang bersimpati. Antara lain karena kabar penyiksaan di penjara rezim Batista tersebar ke seluruh negeri. Seorang penulis Barat, Herbert Matthews, dalam bukunya Fidel Castro (Simon & Schuster, 1969) bahkan menganggap "gerakan itu mempunyai arti yang penting bagi revolusi Kuba, seperti jatuhnya penjara Bastille dalam revolusi Prancis." Yang juga tak dilupakan orang adalah pembelaan Fidel Castro di depan pengadilan sebelum ia dikirim ke sebuah pulau kecil - Pines - untuk menjalani hukuman 15 tahun penjara. Dengan kalimat-kalimat yang dingin dan jelas, ia mengakhiri pleidoinya dengan kata-kata: "La historia me absolvera (Sejarah yang akan membebaskan aku)". Proses peradilan itu diselenggarakan di sebuah rumah sakit tentara yang tersembunyi dalam bangunan bawah tanah di Havana - lokasi yang, seperti diucapkan Fidel Castro dalam pleidoi itu, "menandakan bahwa pengadilan ini benar-benar tidak sehat." Tapi ada yang lebih mengejutkan dalam pernyataan orang tahanan itu. Yakni: "Meskipun Tuan-tuan yang berkuasa telah menghilangkan kejantanan kami, nanti akan kami buktikan bahwa kami lebih jantan dari Tuan-tuan." Ada berita, memang, Fidel Castro dan kawan-kawan telah dikebiri dalam tahanan. Bahkan seorang pacar kawan Fidel Castro mendapat bingkisan berisi buah zakar. Hal seperti ini tentu tidak mungkin dicek. Berdasarkan amnesti umum 15 Mei 1955, Fidel Castro dilepaskan. Dan segera sesudah itu laki-laki ini mencoba lagi mengkoordinasikan kegiatan anti-Batista - kali ini benar-benar tanpa kekerasan. Tindakan pemerintah: menutup jalur Fidel Castro ke media massa. Bulan Juli tahun yang sama, Fidel Castro mengungsi ke Mexico City. Di sini ia mengumpuikan para pelarian Kuba untuk bergabung dalam "Gerakan 26 Juli". Di situ pula ia bertemu dengan Ernesto "Che" Guevara, dokter muda dari Argentina yang kemudian menjadi tokoh kunci dalam revolusi Kuba. Rupanya, bekas presiden Prio Socarras memberi bantuan keuangan kepada Fidel Castro dan pengikutnya. Nah, dari uang inilah kapal pesiar Granma tadi dibeli. Sewaktu Fidel Castro, pada perayaan hari revolusi 1 Januari 1984 memekik kembali bahwa "revolusi telah dimulai" (dengan suara tak selantang dulu, dan jenggot yang mulai memutih), semua memang tahu: "Bahwa Fidel Castro dalam 25 tahun ini telah menembus segala gejolak, kontroversi, dan kerja keras untuk membuktikan ucapannya dulu," tutur Noll Scott, wartawan kantor berita Gamma. Hal pertama yang patut dicatat ialah, begitu menancapkan kemenangannya, Fidel Castro langsung mengambil keputusan untuk tidak berkompromi dengan masa lalunya. Jalur utama pendidikan tidak boleh dicampuri Gereja Katolik. Mirta Dias Balart, istrinya, ia ceraikan. Dan kawasan pertanian milik keluarga ia nasionalisasikan - suatu hal yang membuat ibunya geram, dan saudara perempuannya mengutuk Fidel Castro sepanjang hidup. Bekas istrinya sendiri kemudian menyertai adik perempuan Fidel Castro angkat kaki ke Amerika Serikat. Sebenarnya, tanpa harus mengadakan revolusi, Fidel Castro sudah memiliki syarat-syarat yang memadai untuk bisa sukses dalam karier politik, seperti ditulis Isabel Hilton dalam majalah Sunday Times 8 Januari lalu. Latar belakangnya makmur, ditopang oleh kepribadian kukuh, wibawa dan kepandaian bergaul, dan ketahanan fisik luar biasa. Setiap harinya ia hanya perlu tidur beberapa jam. "Di bawah sistem yang bagaimanapun, ia tentu bisa tampil ke depan," kata Isabel. Dan sukses tanpa revolusi itulah yang diharapkan Mirta Dias Balart - wanita muda dari kalangan menengah yang meninggalkan keluarga untuk menikah dengan Fidel Castro pada bulan Oktober 1948. Tapi Mirta sudah mulai waswas sewaktu dalam bulan madu di AS Fidel Castro membeli Das Kapital. Sejak itulah rupanya harapan si istri - juga keinginan ayah Fidel Castro dan guru Yesuitnya - tercampak. Tapi keputusannya untuk menjadikan Kuba negeri sosialis tidak datang serenak begitu ia berhasil menumbangkan Batista. Itu baru terjadi pada tahun ketiga, 1961, bersamaan dengan pidato MayDay. Saat itu pula ia menyatakan bahwa pemerintah tak lama lagi akan menyelenggarakan pemilihan umum - dengan ketentuan "Revolusi tak akan memberi kesempatan sedikit pun kepada kelas penindas untuk tampil lagi menegakkan kekuatan". Pada 2 Desember 1961 ia menegaskan lagi, "Program Marxistis-Leninistis akan diterapkan sesuai dengan kondisi obyektif negeri kita." Sudah tampak jelas. Partai politik berhaluan Marxisme, Organizaciones Revolusionarias Integradas (ORI) - di sini Fidel Castro duduk sebagai sekretaris utama - didirikan tak lama sesudah itu, 23 Maret 1962. Setahun kemudian, 1963, diganti dengan Partido Unido de la Revolucion Socialista (PURS), yang pada bulan Oktober 1965 berubah lagi menjadi Partido Comunista de Cuba, Partai Komunis Kuba. Gaya Castro menghadapi hari-hari pertama pemerintahan tetap sama dengan ketika ia memimpin gerilya. Flamboyan, enteng. "la laki-laki yang tak ambil pusing dengan segala kerumitan," tutur novelis Kuba Lisandro Otero. Revolusi Fidel Castro adalah revolusi yang penuh warna. Sewaktu menyusup keluar masuk hutan, dulu, jangan dikira anggota pasukannya hanya boleh memegang senapan dan selalu siap tempur. "Tidak, tidak begitu," kata seorang wartawan Indonesia yang sempat pergi ke Kuba. "Pada saat-saat tertentu mereka mengganti senapan dengan gitar dan bersuka cita. Menyanyikan balada-balada, berdansa dengan gadis-gadis gerilyawati, di depan barak atau di seputar api unggun. Tentu sembari minum anggur." Dan Fidel Castro berada di tengah-tengahnya. Untung para penguasa baru itu segera "sadar". Mereka menyadari, tulis Isabel Hilton, "persoalan ekonomi, misalnya, tidak akan bisa diselesaikan dengan semangat saja." Betapapun, beberapa ikhtiar yang nyata bisa dilihat. Misalnya kebijaksanaan radikal untuk mengatasi problem petani tanpa tanah, pengangguran, yakni momok tradisional yang mengancam negara-negara Amerika Latin, buta huruf, atau pelayanan kesehatan. Dalam majalah Time 16 Januari silam disebutkan, jumlah dokter di Kuba dibanding penduduknya mencapai rasio paling tinggi ketimbang di negeri dunia ketiga lainnya. Fidel Castro bahkan begitu yakin, negerinya dalam 15 sampai 20 tahun mendatang akan menjadi nomor wahid dalam pelayanan kesehatan. Dengan ekonomi yang maju (pertumbuhan mencapai 5% menurut catatan 1983, sementara negeri-negeri Amerika Latin lainnya terseok-seok), bahkan kesanggupan mengirimkan bantuan tenaga ahli (dan jangan lupa: juga tentara, atau senjata) ke negeri-negeri dunia ketiga, terutama di Afrika, tidak berarti negara memberikan kepada 10 juta warganya kehidupan yang berlimpah. Untuk penduduk, beras dan kacang-kacangan dibatasi jumlahnya. Jatah daging dan kopi setiap bulannya, per orang, adalah 2 pon dan 2 ons. Fidel Castro sendiri seorang flamboyan yang tetap spartan. Juga tetap mengenakan seragam lapangan. Dengan tinggi hampir 183 cm, tubuhnya tampak sehat, meski kini tak sesigap dulu. "Untuk menjaga kesehatan cukup sederhana saja," katanya, sembari menjamu para tamu dalam pesta kebun merayakan Hari Revolusi 1 Januari yang lalu. "Yaitu makan sedikit, tidur sebentar, dan latihan fisik yang banyak." Olah raga kegemarannya: baseball, voli, renang, dan menyelam. Tidak selalu kebijaksanaan ekonominya berhasil, tentu saja. Pada akhir tahun 60-an, misalnya, usaha menaikkan produksi gula sesuai dengan target ternyata gagal, dan ekonomi pun porak-poranda. Tapi yang menarik ialah ini: Fidel Castro mempublikasikan permintaan maaf umum. "Salah satu kunci penting dalam kekuasaan Fidel Castro adalah kemampuannya meyakinkan rakyat," tulis Isabel Hilton. Bisa dipahami pula bila pada hari-hari berselang, sewaktu orang-orang Kuba pulang dari Grenada dalam keadaan terluka dan kalah, tidak ada kritik kepada kepemimpinan penguasa. Bukan hanya karena kritik tak dibolehkan, agaknya. Tapi juga karena orang tentunya tak lupa bagaimana dalam peristiwa Teluk Babi - akhir 1962 - tentara Fidel Castro sanggup merontokkan serbuan yang dikoordinasikan CIA, sewaktu AS di bawah Presiden Kennedy. Bahkan Amerika terpaksa membayar makanan dan obat-obatan seharga 53 juta dolar untuk menukar 1.113 tawanan yang bisa disekap Fidel Castro. Fidel Castro memang naik gengsi, dan dengan bangga berkata, "Inilah pertama dalam sejarah, imperialisme telah membayar kerugian perang!" Tapi yang sesungguhnya memikat hati rakyat, atau sebagian bear dari mereka, adalah karisma tokoh bewokan ini. Dan itu ditunjang oleh kepandaiannya berbicara. Fidel Castro bisa berpidato berjam-jam tanpa teks, dan menahan para pendengarnya dalam kesima dan luapan emosi. Ingat sajalah pada Bung Karno atau konon Gamal Abdul Nasser. Ada yang khas yang dilakukan Fidel Castro dalam pidato - misalnya di PBB. Ia akan memukul mikrofon setiap menyebutkan kata Amerika Serikat. "The United States . . . plak!" . . . Juga ada kalimat penutup, yang nilainya kira-kira sama dengan kata "amin". Misalnya ketika dengan panjang lebar menyambut kepulangan "pahlawan" Kuba dari Grenada baru-baru ini. Kalimat itu: Patria o Muerte. Venceremos. ("Tanah air atau mati. Kita pasti menang.") Tindakan-tindakannya di luar aturan protokoler, baik spontan maupun disengaja, juga menyebabkan tokoh ini muncul sebagai pribadi yang akrab. Suatu hari, menjelang tengah malam, ia menelepon seorang wanita keturunan Prancis warga Kuba - untuk minta komentarnya terhadap camembert (keju model Prancis) hasil percobaan pabrik dalam negeri. "Terlalu asin," jawab si perempuan. Dua bulan kemudian, ketika wanita itu sedang asyik tidur, Castro menelepon lagi. Dan tanpa basa-basi langsung ngomong, "Wah, Anda salah. Saya sudah mendatangkan camembert Prancis dan ternyata lebih asin dibanding kepunyaan kita." la bisa saja dengan helikopter kepresidenan tiba-tiba menginspeksi ladang percobaan. Atau bergaya meloncat dari mobilnya, nimbrung ke anak-anak sekolah menengah yang tengah bermain basket. Juga betah berlama-lama di ladang mengikuti panen tebu. Dan kalau sudah begini ia kadang bisa lupa waktu, bahkan untuk acara kenegaraan. Contohnya ketika Presiden Soekarno pada awal tahun 1960-an berkunjung ke sana. Ditunggu hampir satu jam dari waktu yang sudah disepakati, di Istana Kepresidenan di Havana, Fidel Castro belum muncul juga. Bung Karno kesal - dan mengajak rombongan pulang ke hotel. Di tengah perjalanan, mendadak sebuah jip menyalib dan memotong mobil BK. Jip berhenti, melintang di tengah jalan. Sopirnya segera turun, bergegas mendekati mobil BK. Dialah Fidel Castro. Dia mengulurkan tangan, minta maaf bertubi-tubi - ia mengaku datang dari ladang tebu. Lalu mengajak BK kembali ke Istana. "Kini, penampilannya sudah lebih kalem, dan ia menjalani kerutinan dengan kaku," tutur Isabel Hilton. Yang tak berubah, selain karismanya, juga kegemarannya mengulum cerutu yang konon harus dilinting di atas paha wanita cantik pilihan. Sewaktu berpidato pada 1 Januari lalu, satu lagi tampak melenyap dari pemimpin ini: retorikanya, yang dulu dibangkitkannya dengan improvisasi dan emosi menggemuruh. Kini "tokoh revolusioner yang cambangnya mulai kelabu lantaran uban ini untuk pidato yang hanya 90 menit harus menyiapkan diri dengan teks," tulis Bernard Diederich di majalah Time 16 Januari. Padahal dulu ia mampu lima sampai enam jam berdiri mengayun kata di atas podium tanpa selembar kertas. Juga sekarang terungkap: orang ini, selama 25 tahun, sebenarnya selalu dirundung ketakutan. "Selama masa itu, orang tidak tahu dengan tepat di mana Castro sebenarnya tinggal," tutur Isabel Hilton. Selama dua malam berturut-turut ia tak akan menempati rumah yang sama. "la berpindah-pindah, dari sebuah apartemen yang dibentengi dengan kukuh di Havana ke dua vilanya di pinggir kota atau ke perladangan di luar kota. Ke mana ia akan bermalam, hanya pengawal terdekatnya yang tahu." Tujuan utamanya: menghindari pembunuhan. Termasuk dari CIA. Kongres AS sendiri sudah mendokumentasikan segala usaha percobaan pembunuhan Castro oleh dinas rahasia AS itu. Usaha itu konon dilakukan dengan berbagai cara: meledakkan cerutu kegemaran Fidel Castro, menyediakan bubuk khusus, dan lain-lain yang sebangsanya. Mengenai biaya penjagaan keamanannya itu, dengan kalem Fidel Castro berkata, "Semua rekeningnya nanti akan saya kirimkan ke Amerika Serikat." Juga dalam rangka melindungi diri bila ia sangat jarang menghadiri pesta diplomatik. Bahkan kalaupun bersedia datang ia tak akan memberitahukannya secara resmi lebih dulu. Bagaimanapun, ia masih memiliki cara lain untuk memberitahu bahwa dirinya - mungkin - akan datang. Seorang duta besar di Kuba membeberkan hal itu. "Langkah pertama ialah," katanya, "pemasangan sebuah generator di luar, untuk menghindari sabotase dengan pemadaman listrik. Kemudian 12 orang detektif akan menjaga sekeliling bangunan, sementara yang lain memeriksa dari atas sampai bawah. Sebuah kamar khusus pun dipilih untuk saat-saat istirahat Fidel Castro atau acara ngobrol dengan orang-orang. Persiapan semacam ini pada saat yang sama bisa dilaksanakan di empat atau lima gedung kedutaan yang malam itu sama-sama menyelenggarakan pesta." Dan Fidel Castro bisa mendadak tidak datang, atau sebaliknya menghadiri semua tempat itu. Sampai-sampai satuan keamanan Kuba, dalam kecermatannya melakukan persiapan demi Fidel Castro, dilihat dari segi diplomatik bertindak tidak terpuji. Seorang istri duta besar pernah bercerita: ketika keluar dari kamar mandi hendak berdandan untuk resepsi, ia menemukan dua polisi Kuba sedang melakukan pemeriksaan di kamar tidurnya. Ada yang lain: jika Fidel Castro datang ke resepsi, ia akan didampingi pula oleh pengawal khusus yang ahli dalam soal hidangan. Orang ini pun dengan patuh membawa sebuah tas besar berwarna hitam, yang berisi keperluan sang majikan: wiski, rum, cerutu, dan kaca mata. Penyelenggaraan keamanan yang ketat juga dilaksanakan sewaktu Fidel Castro berekreasi. Melakukan scuba diving, misalnya, bisa melibatkan satuan armada angkatan laut. Ada kapal-kapal pengawal dan pasukan katak yang bertugas antara lain untuk memeriksa ranjau. Hanya, entah bagaimana, pada saat-saat begitu pun Fidel Castro masih suka bergaya spontan. Duta besar Swedia di Havana, yang juga seorang jagoan dalam soal scuba diving, pernah dengan tiba-tiba "diseret" armada Fidel Castro - diajak bersama-sama menyelam selama tujuh jam, dan ngobrol. Fidel Castro, kata duta besar itu, meski badannya kini sudah berlemak, masih hebat dalam menyelam. Inilah pula tokoh yang dengan tegas menyatakan ketidaksediaannya berkompromi dengan segala imbauan tentang hak-hak asasi manusia. Bukan hanya menolak organisasi semacam Amnesti Internasional bercokol di negerinya. Bahkan segala kritik atas kebijaksanaannya ia timpali hanya dengan mengangkat bahu. Boleh juga didengar penuturan orang bernama Armando Valladares, yang sebagiannya kemudian dimuat majalah Time, 15 Agustus 1983. Valladares berusia 23 tahun, bekerja sebagai birokrat kecil dalam kementerian komunikasi Kuba tatkala polisi menyergapnya pada bulan Desember 1960. Tuduhan: menjalankan aktivitas kontrarevolusioner, dengan mempublikasikan kritik terhadap ketergantungan Fidel Castro pada Uni Soviet. Meski Valladares dulu ikut mendukung Fidel Castro dalam penumbangan rezim Batista, setelah dua jam diadili ia divonis 30 tahun penjara. Dan selama dalam kurungan, orang ini mencatat unek-uneknya - memakai sobekan koran resmi Fidel Castro, Grnnma. Oret-oretan itu diselundupkan ke luar penjara lewat pakaian kotor yang akan dicuci, kemudian dibawa keluar dari Kuba dengan cara memasukkannya ke dalam tabung pasta gigi. Dan terbitlah dalam bahasa Spanyol dua buku kumpulan sajak, Dari Kursi Roda, 1977, dan Hatiku, Tempat Hidupku, 1980. Dengan tambahan kata pengantar yang panjang, sebagian besar sajak-sajak itu - digabung dengan surat-surat para narapidana - juga terbit dalam bahasa Prancis, Tahanan Castro, 1979. Atas usaha presiden Prancis Francois Mitterrand yang sosialis itu, juga penulis Spanyol Fernando Arrabal, pada akhir Oktober 1982 penyair ini dibebaskan. Dan untuk pembebasannya, pemerintahan Fidel Castro tidak hanya menyiapkan pernyataan politik untuk menutupi aib. Tapi juga menyediakan sarana latihan fisik - untuk melatih si tahanan agar bisa berjalan normal kembali. Sebab selama itu, akibat siksaan, ia lumpuh dan harus hidup dengan kursi roda. Di seluruh Kuba terdapat 68 penjara bagi 140.000 tahanan politik dan kriminal. Penjara Combinado del Este, tempat Valladares pertama kali disekap, di Provinsi Havana, pernah dihuni sekitar 13.500 pesakitan. Ada lagi 30 penjara desa dan kamp konsentrasi di seluruh pulau, termasuk di dalamnya dua penjara khusus - masing-masing untuk para gadis dan anak-anak. Ada pula Frentes Abiertos untuk mereka yang dihukum ringan dan yang hendak dilepaskan. "Para pesakitan berkeliling ke seluruh negeri untuk bekerja di pembuatan jalan, gedung sekolah, pabrik susu, dan gedung-gedung lainnya," tutur si penyair. "Para turis tidak akan curiga bahwa mereka sebenarnya tahanan yang tengah menjalani rehabilitasi". Di Provinsi Havana sendiri ada enam kelompok semacam itu. Valladares menjalani sebagian besar masa penahanannya di penjara La Cabana yang dijaga sangat ketat. "Di situ para tahanan politik dari Provinsi Havana dieksekusi oleh regu tembak: menghadap ke tembok, di sisi parit sebuah benteng yang berusia 200 tahun. Dari malam ke malam penembakan berlangsung. Biasanya ditandai dengan pekik para pesakitan yang meneriakkan kata-kata semacam "Jayalah Yesus sang Raja" atau "Komunisme, mampuslah kau!" Mulai 1963, pekikan seperti itu tak terdengar lagi. Bukan apa-apa, tapi karena para terhukum disumbat mulutnya. Valladares sempat pula dimasukkan ke kamp konsentrasi di sebuah pulau di selatan Kuba, Isla de Pinos yang kini diberi nama Isla de ia Juventud, Pulau Pemuda. "Olehkaum komunis kawasan ini telah diubah menjadi semacam Siberia. Diperuntukkan bagi para tahanan politik yang dihukum kerja paksa." Pada 1974, sewaktu Valladares kembali ke La Cabana, terjadi penghentian jatah makanan untuk para narapidana selama 46 hari. "Akhir siksaan itu: enam orang, termasuk saya, hanya sanggup bergerak dengan bantuan kursi roda," tuturnya. Dalam kisah Valladares, juga diungkapkan kasus yang menimpa Roberto. Bocah laki-laki 12 tahun ini disekap di Combinado del Este. Saban malam ia merintih memohon bertemu dengan ibunya - suatu hal yang sangat mustahil, karena sudah menjadi peraturan bahwa keluarga para tahanan tidak boleh men jenguk. Untuk membungkam Roberto yang melolong-lolong, para petugas penjara menyiraminya dengan seember air atau menghujaninya dengan botol-botol bekas minuman, bahkan menderanya dengan cambuk. Oh, ya, kesalahan Roberto adalah: tatkala sedang berjalan-jalan di kota, suatu hari, ia tertarik melihat sepucuk pistol tergeletak di mobil seorang bos dari kementerian dalam negeri. Sekadar main-main, ia memungut pistol itu lantas menembakkannya ke udara. Tidak ada akibat apa pun. Musibah justru menimpa Roberto: beberapa hari setelah tiba di penjara, ia diperkosa oleh empat orang laki-laki. Dan menjadi langganan rumah sakit penjara lantaran penyakit kelamin. "Banyak anak-anak lain yang senasib dengan Roberto di Kuba," tutur si penyair. Paling tidak, tanda-tanda ketidakpuasan atas kekuasaan Fidel Castro, yang dulu dibungkam, belakangan makin kelihatan. Misalnya dengan timbulnya usaha besar-besaran oleh banyak orang untuk meninggalkan negeri itu. Diilhami gerakan di Polandia, agaknya, ribuan buruh mulai membentuk serikat sekerja yang independen. Dan lima orang dari para tokohnya ditangkap dan dihukum mati. Tapi, sementara itu, Fidel Castro sudah berhasil membenamkan suatu keyakinan kepada sebagian besar rakyatnya. Yakni: "segala kegagalan Kuba di bawah Castro bukanlah akibat kesalahan Castro," tulis Isabel Hilton. Hanya keberhasilan - keberhasilan saja - yang menjadi tanggung jawabnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus