AKHIRNYA realisasi pengambilalihan 8 perusahaan bis kota swasta
di Jakarta oleh pemerintah dilaksanakan mulai 18 Agustus.
Sebelumnya, sejak 17 April lalu, pemerintah hanya ikut campur
dalam menangani manajemen perusahaan tersebut sehari-hari.
Tindakan ini dikaitkan dengan tertunggaknya pengembalian kredit
masing-masing ratusan juta oleh ke-8 perusahaan tersebut kepada
Bank Bumi Daya yang dianggap ada hubungan dengan soal manajemen
tadi.
Ke-8 perusahaan tersebut adalah PT Arion, Saudaranta, Merantama,
Jakarta Transport, Medal Sekarwangi, LL Muriasih, Ajiwirya dan
Solo Bone Agung. Baik kalangan pengusaha maupun karyawannya
menerima pengambilalihan ini bukan saja dengan tenang malah
dengan rasa gembira. Khususnya para pengusahanya. Seminggu
sebelum Menteri Perhubungan mengumumkan keputusan pelaksanaan
pengambilalihan itu pada dua minggu lalu mereka mendesak kepada
pemerintah lewat Gubernur DKI agar secepatnya mengambilalih
perusahaan masing-masing.
Kepada TEMPO para pengusaha tersebut mengaku sudah bosan dengan
usaha mereka selama ini. Karena itu ingin istirahat untuk
kemudian berfikir mencari usaha lain. Tapi ada juga suara yang
mengatakan mereka kewalahan menghadapi persoalan yang
sehari-hari memang ruwet. Ini terpaut erat dengan kebijaksanaan
pemerintah yang selalu berusaha mencegah kenaikan tarip
penumpang bis kota di saat-saat terjadi gejolak harga. Termasuk
ketika beberapa kali terjadi kenaikan harga BBM.
Bagi karyawan pengambilalihan ini diartikan sebagai adanya masa
depan yang lebih baik. Dengan majikan swasta selama ini mereka
merasa sebagai buruh yang pada saat-saat tertentu bisa mendapat
perlakuan sewenang-wenang. Adapun bekerja dengan pemerintah
diharapkan rasa keadilan bisa lebih terjamin. Misalnya bisa
lebih baik mendapat jaminan kesehatan di samping gaji.
Tip Agar Tokcer
Sungguhpun demikian perubahan yang digambarkan tadi bukan tidak
menimbulkan kejutan, khususnya bagi pekerja bagian bengkel.
Selama ini pekerja di bagian ini bisa kebagian tip dari sopir Rp
5 sampai Rp 6 ribu sehari. Sekarang, sejak perusahaan
masing-masing dikelola pemerintah mulai 17 April, "minum teh
botol saja susah," kata mereka.
Apa boleh buat. Dulu, karena tidak digaji melainkan hanya
mencari kelebihan setoran, acapkali sopir mempunyai kelebihan
lumayan. Lantas tak segan-segan memberi tip kepada montir agar
mesin bis pegangan mereka selalu tokcer. Kini, dengan adanya
sistim pengajian, sopir-sopir tadi tak bisa berbuat banyak.
Malah banyak di antara mereka menjadi manja. Ada kerusakan
sedikit saja pada kendaraan yang biasa dibawanya lantas tidak
narik.
Di pihak lain adalah pertanyaan: dapatkah bis kota kini
melayani kebutuhan mereka secara lebih baik? Soal jumlah sudah
ada tanda-tanda. Ini misalnya diketahui dari keterangan para
pejabat yang bersangkutan sendiri bahwa jumlah kendaraan milik
ke-8 perusahaan tadi kini sudah bertambah dibanding ketika
pemerintah mulai memeluknya April lalu. Ketika itu, dari
jumlah kendaraan seluruhnya 960 buah hanya sekitar separonya
saja yang sehari-hari bisa turun ke jalan. Sekarang sudah
lebih dari 500 buah.ÿ20
Dalam pada itu ada juga perubahan lain. Sopir dan kondektur
lebih sopan dan rapi karena mempunyai pakaian seragam sopir
dengan baju dan celana berwarna merah tua dan kondektur dengan
celana monyet berwarna kuning. Sementara pada dinding bagian
dalam bis-bis tersebut tertera tulisan: demi kesehatan dan
keselamatan bersama dilarang meludah dan merokok di dalam bis.
Alhasil, dengan gambaran itu semua, tampang bis-bis kota di
Jakarta sudah lebih rapi.ÿ20
Tapi berdesak-desaknya penumpang masih merupakan pemandangan
sehari-hari dari rit ke rit. Sementara itu karena penuh
tidaknya penumpang tidak mempengaruhi gaji tetap sang sopir,
masih sering terlihat bis yang menganggap sepi gapaian tangan
penumpang pada halte-halte tertentu di pinggir jalan. Di
kalangan warga kota hal ini dikenal sudah merupakan penyakit
bis PPD, perusahaan bis kota pemerintah yang ada selama ~ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini