Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bisnis Manis Beema Honey

Beema Boga Arta bersiap mengekspor madu lokal.

17 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pekerja mengemas produk Beema Honey Black Garlic Honey di PT Beema Boga Arta, Pondok Cabe Udik, Tangerang Selatan, 13 Agustus 2021. Tempo/Bintari Rahmanita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Produksi Beema Honey berawal dari sebuah garasi rumah.

  • Pabrik Beema Honey bisa menghasilkan 1.500 botol per hari.

  • Omzet bisnis madu Beema Honey berkembang dari puluhan juta menjadi miliaran rupiah.  

Pencarian kudapan sehat untuk meredakan asam lambung tinggi atau Gastroesophageal reflux disease (GERD) membuat Fransisca Natalia Widowati terjun dalam bisnis madu. Sejak awal, wanita kelahiran Semarang, 22 Desember 1975, itu tak tertarik pada madu impor. Namun produk lokal ternyata susah dicari. Kalaupun ada, barangnya tak akan masuk toko retail modern.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dari situ saya terpikir untuk membuat madu berkualitas tinggi, yang punya cerita kearifan lokal,” ujar Sisca--sapaan akrab Fransisca--saat berkeliling memperlihatkan basis produksi madu PT Beema Boga Arta di kawasan Pondok Cabe Udik, Tangerang Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beema Honey, merek madu yang diracik Sisca, awalnya hanya dikemas dalam botol yang diramu di sebuah garasi rumah. Dibantu riset dan pengetahuan kuliner suami Sisca, seorang chef berkewarganegaraan Inggris, mereka menggarap tiga varian pada April 2017. Tiga karyawan yang direkrut saat itu mampu mengerjakan 150 botol madu per hari secara manual. Sisca menyebutkan modal pertama bisnisnya tergolong kecil, berkisar puluhan juta rupiah.

Komunitas pencinta makanan organik menjadi salah satu pasar pertama Beema Honey. Sisca pun yakin nama produknya cepat lengket di telinga konsumen. Perpaduan nama dari tokoh pewayangan Mahabharata berwatak jujur dan pekerja keras, Bima, serta bunyi kalimat rayuan "Be My Honey" sudah dipikir matang sebelum dipajang. Selaras dengan rasa, penjualan pertamanya laris manis.

Direktur PT. Beema Boga Artha Fransisca Natalia Widowati. Tempo/Bintari Rahmanita

“Produk kami ternyata sangat diterima,” ujar Sisca, yang sudah berpengalaman memasarkan barang konsumsi. Lulusan magister Marketing Management Universitas Tarumanagara ini pun tak kesulitan mencari koneksi bisnis karena bidang yang ditekuninya itu. Distribusi madu Beema kini menjalar melalui Jakarta dan Bali.

Sukses pada percobaan perdana, Sisca menambah produksi madu Beema. Dia pun blusukan ke berbagai sentra peternak lebah di Jawa. Asosiasi Pelebahan Indonesia pun menjadi ruang belajarnya untuk mengulik bisnis madu organik ini lebih dalam. “Lebah lokal Indonesia masih setengah dibudidayakan, tidak gampang tapi bisa,” katanya.

Bahan baku Beema Honey dipasok dari lebah ternakan yang dipanen secara musiman. Lebah ini mengisap nektar (madu mentah) dari bunga pohon, kemudian dikumpulkan ke lubang sarang. Kini mereka memanen madu dari lahan penangkaran seluas 40 hektare di Cigombong, Jawa Barat. Tempat bernama Bee Sanctuary itu termasuk kawasan taman nasional di kaki Gunung Salak. “Banyak koloni lebah di sana,” ucap Sisca. “Kami budi dayakan dan sediakan pakan."

Sepanjang 2018, manajemen Beema Honey menggali ilmu pemasaran produk dari program pelatihan, seperti yang diadakan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) Kementerian Perdagangan. Edukasi konsumen dan perburuan pembeli level business to business pun bisa digeber lewat pameran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), salah satunya Trade Expo Indonesia. Pada 2019, Beema Honey berstatus  perseroan terbatas (PT).

Modal baru Beema Boga Arta yang berasal dari pendapatan, bukan dari investor, dipakai untuk penyiapan infrastruktur produksi. Mesin vacuum cupping dan automatic filling yang dilihat Tempo saat menyambangi basis produksi Beema Honey di Pondok Cabe bisa menghasilkan 1.500 botol per hari. Selain lebih cepat, prosesnya higienis. “Kami konsisten memakai botol kaca yang ramah lingkungan,” ucap Sisca.

Berbagai macam produksi madu PT Beem Boga Arta. Tempo/Bintari Rahmanita

Sisca kini mendagangkan sembilan varian madu mentah murni. Disebut mentah karena sama sekali tanpa pasteurisasi atau pemanasan makanan. Enzim madu yang murni karena tanpa suhu panas, ujar Sisca, aman dikonsumsi penderita diabetes.

Sisca pun mengembangkan produk pangan non-madu, seperti selai, kunyit asam, empon-empon, dan jahe madu, di bawah label Beema Wellness. Ada juga Bee Pollen, kudapan tepung sari bunga yang dikumpulkan lebah serta sarang madu yang bisa dimakan. Propolis atau getah lebah pun bisa dimanfaatkan untuk pelapis barang keperluan rumah tangga.

Sebelum sepi karena pandemi, madu Beema sudah menjamur di pusat retail modern. Produk Sisca pun mengisi buffet sarapan hotel bintang lima, seperti Hotel Raffles, Hotel Shangri-La, dan The Dharmawangsa. Sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), standar kontrol makanan, pun membuat perusahaan semakin diakui pasar nasional, bahkan asing.

Karena pandemi Covid-19, sudah setahun terakhir bisnis Beema Boga Arta mengandalkan penjualan secara online. Madu Java Trigona menjadi varian terlaris dengan kontribusi 60 persen pada total penjualan Beema. Varian itu, kata Sisca, sudah populer sejak produk tersebut memenangi kompetisi madu segmen stingless bee dalam Asian Apicultural Association Conference, pertemuan asosiasi pelebahan, pada 2018.

Di toko online, seperti Shopee, madu Java Trigona dibanderol Rp 215 ribu per botol. “Omzet kami belum tergolong besar, secara tahunan beberapa miliar rupiah,” ucap Sisca. Beema Boga Arta pun menyabet peringkat kedua kategori End Product saat beradu dalam Indonesia Food Innovation (IFI) yang diadakan Kementerian Perindustrian pada 2020. Setelah capaian itu, Sisca bersiap memperluas pasar Beema Honey ke luar negeri.

YOHANES PASKALIS

Madu Beema sudah dikenal di beberapa negara. Di Thailand, Beema memasok madu ke salah satu bar yang masuk Top 50 Best Bar in Asia. Produk madu Beema pun bisa ditemui di galeri Kopi Ketjil, kedai buatan orang Indonesia, yang ada di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus