Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Krishna Sen
Pada 18 Juli 2012, Rajesh Khanna, mahabintang pertama Bollywood, meninggal. Walaupun ia hanya membintangi beberapa film pada dua dasawarsa terakhir, setiap tokoh India, termasuk presiden dan perdana menteri, mengirim ucapan dukacita. Sepanjang jalan menuju tempat kremasi, ratusan ribu penggemarnya mengharap melihat jenazah si bintang, yang diarak dalam peti kaca di tengah guyuran hujan deras. Dunia maya dibanjiri curahan perasaan cinta dan kesedihan dari orang India yang tersebar di seantero dunia.
Dalam berbagai hal, Bollywood telah melampaui negara India sendiri. Beberapa waktu lalu, Tiegan, orang keturunan Denmark-Australia dari Queensland, yang montok, muda, dan berambut pirang, memenangi reality show televisi Australia’s First Bollywood Star. Beberapa tahun sebelumnya, UK Channel 4 telah menyiarkan acara yang mirip. Istilah Bollywood, beserta bintan dan ritme lagunya, telah menjadi ikon India zaman sekarang.
Bertahun-tahun para penonton di Barat serta orang India kelas atas dengan pendidikan Inggris telah menolak populisme yang melodramatis dalam sinema Bombay. Namun Bollywood jelas telah menjadi suatu format global, yang pengaruh gayanya telah digunakan di Hollywood. Contoh paling nyata Moulin Rouge, film musikal karya Baz Luhrmann. Bahkan pada abad ke-21, budaya tinggi di Inggris merangkul Bollywood ketika Andrew Lloyd Webber—barangkali komposer Inggris paling terkenal yang masih hidup—berkolaborasi dengan A.R. Rahman, salah satu musisi terpopuler di industri film India, menghasilkan karya panggung Bombay Dreams, yang dipuji para kritikus.
Sinema India
Bollywood bukan tempat yang nyata, melainkan julukan atas Bombay, tempat lahirnya sinema India. Sampai saat ini, Bombay masih menghasilkan lebih banyak film dibanding kota mana pun di dunia. Banyak orang India menganggap istilah ini sebagai penghinaan, seolah-olah industri film terbesar di dunia ini adalah semacam sepupu miskin yang berusaha meniru Hollywood.
Bombay sendiri berada di Maharashtra, wilayah dengan bahasa Marathi. Namun, sejak adanya film talkies (film dengan suara) pada awal 1930-an, studio di Bombay memproduksi sebagian besar filmnya dalam bahasa Hindi, bahasa nasional India, sekaligus bahasa ibu sepertiga penduduk India.
Meskipun film Hindi mendominasi pasar di India, masih ada pusat-pusat film regional yang menghasilkan berbagai karya dalam berbagai bahasa daerah. Sebagian besar sinema seni India (termasuk karya Satyajit Ray, sutradara India yang paling terkenal) diproduksi di luar Bombay dalam bahasa non-Hindi.
Hingga 1980-an, sinema regional dipandang sebagai gudangnya realisme dan pemikiran kritis—lawan dari pesona dan fantasi yang dihasilkan studio di Bombay. Namun kemudian semakin banyak sinema regional mulai meniru formula lagu dan tarian ala Bombay. Mengikuti jejak Bollywood, sinema populer Bengali dijuluki Tollywood (Tollygunge adalah lokasi sebagian besar studio di West Bengal) dan sejawatnya yang Tamil dinamakan Kollywood (sebagian besar studio berada di Kodambakkam).
Pada 2010, Endhiran, sebuah film Kollywood, digembar-gemborkan sebagai film laga India termahal, dan diluncurkan secara global. Ia menjadi film besar jenis sci-fi, yang menggabungkan kekerasan-tekno ala Hollywood dengan musik A.R. Rahman. Pemeran utamanya adalah aktris terlaris Bollywood dan mantan Miss Universe, Aishwarya Rai. Endhiran disulihsuarakan ke bahasa Hindi dan bahasa India lainnya untuk diputarkan secara nasional.
Pada abad ke-21, tidak ada perbedaan berarti antara film Bombay dan film regional. Bollywood ada di mana-mana.
Bollywood di luar negeri
Barangkali, dengan tingkat yang melebihi Hollywood, aspek-aspek finansial Bollywood masih menjadi misteri. Tidak diragukan, ada jumlah besar uang "hitam" yang diputihkan melalui industri film India. Maklum, industri ini menghasilkan film sekitar dua kali lebih banyak setiap tahun dibanding Hollywood.
Pasar utama sinema India masih terbatas pasar domestik. Pertumbuhan populasi yang pesat dan berkelanjutan, beserta daya beli konsumen yang lebih tinggi, memastikan Bollywood memiliki pasar yang senantiasa tumbuh dalam waktu yang agak lama. Sekitar 14 juta orang India (lebih dari satu persen penduduknya) pergi ke bioskop setiap hari.
Bagi orang India yang tinggal luar India, Bollywood semakin keren dan menjadi bagian dari makanan, busana, dan musik para pemuda India di Inggris dan Amerika Serikat. Film Endhiran dan komedi Three Idiots masing-masing menghasilkan lebih dari US$ 50 juta di pasar luar India.
Film-film India juga beradaptasi agar bisa menarik pasar NRI (non-resident Indians) yang subur ini—musik Bollywood telah merangkul techno beat dan rap, lirik lagu-lagunya bertebaran kata bahasa Inggris, dan para bintangnya mengikuti tren fashion dari New York dan Paris. Para pahlawan lembut dan romantis, yang diwakili sosok Rajesh Khanna, disingkirkan oleh citra tangguh Hrithik Roshan dan Amir Khan.
Tema tradisional di film Bollywood, seperti keluarga, kisah cinta anak muda dan kebajikan versus kejahatan, juga berubah. Penggantinya adalah tema kekerasan di luar kewajaran, bahasa dan gambar sarat dengan maksud seksual, serta pengikisan kode-kode etis dan estetika yang memisahkan kebaikan dengan keburukan.
Amitabh Bachchan
Karya film Amitabh Bachchan, yang mendominasi sinema India selama seperempat abad, menandakan titik kunci perubahan tema film Bollywood. Bintang sejak 1970-an itu tetap menjadi bintang ideal India. Bahkan di Twitter, yang merupakan media komunikasi mayoritas anak muda, pria 70 tahun ini menduduki tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan para bintang film India, kecuali dua: Shahrukh Khan (yang sekitar 25 tahun lebih muda) dan Priyanka Chopra (yang belum separuh usianya).
Film penting pertama Bachchan adalah Anand (1971). Dia berperan sebagai seorang dokter muda asli Bengali, bersama aktor Rajesh Khanna. Sampai akhir dasawarsa itu, Bachchan telah menjadi suatu fenomena.
Pada mulanya Bachchan ditolak studio film karena dia terlalu tinggi, kurus, dan dinilai tidak setampan bintang pada waktu itu. Sekarang para bintang pria di sinema Bombay meniru sosok Big B—julukan Bachchan—tinggi, langsing, berotot, dan harus mampu melakukan adegan berkelahi yang keras dan cepat–hal-hal yang tidak pernah dibayangkan para pendahulu Bachchan.
Bachchan juga mengubah arti kekerasan dalam sinema India. Secara tradisional, hanya orang jahat melakukan kekerasan. Melalui film seperti Zanjeer, kekerasan dibenarkan oleh tokoh protagonis.
Pada 1978, Bachchan menjadi bintang dalam film Don. Dia memerankan dua peran sekaligus, sebagai bos mafia (Don) dan Vijay, orang baik yang sudah berkeluarga. Karena wajahnya mirip Don, dia diminta membantu polisi menangkap kriminal. Sejak itu, Bachchan menjadi wujud baik dan jahat sekaligus.
Pertengahan 1980-an, kekerasan dan ketidakjelasan pesan moral makin merajalela dalam film India. Pada 1990, Bachchan mendapat peran utama dalam Agneepath ("Jalan Api"), juga sebagai bos mafia. Cerita dalam film ini berusaha membenarkan korupsi dan kekerasan yang dilakukan tokoh film tersebut, karena dia punya masa kecil yang tragis. Agneepath, yang menjadi cult film, dibuat lagi pada 2012 dengan bintang Hrithik Roshan.
Bollywood dan negara
Pada dasawarsa terakhir, kekerasan telah menjadi andalan sinema populer. Hrithik Roshan ikut meningkatkan pamor pahlawan yang maskulin dan berotot. Film laga yang menghasilkan banyak uang, seperti seri Dhoom, mengemukakan pelaku utama kriminal yang bergaya dan pintar tapi tak bermoral. Film seperti ini telah menggerogoti pemisahan antara kebaikan dan keburukan. Bahkan film seperti Mr. A dianggap telah menjadi inspirasi perilaku antisosial, seperti perampokan dan mengendarai sepeda motor secara ugal-ugalan.
Memang sulit mengukur dampak suatu film terhadap masyarakat. Namun alasan film-film Bollywood menjadi sangat populer karena kemampuannya mencerminkan perasaan orang pada umumnya di masa itu. Seperti saya, yang besar pada 1970-an dengan film-film sederhana, akhir cerita bahagia, dan memiliki pesan moral jelas, tema dan genre baru di Bollywood, memberi kesan tentang India yang menggairahkan, membingungkan, dan cepat berubah.
Amitabh Bachchan terus menggunakan status megabintangnya menantang nilai sosial yang tradisional. Pada film romansa-komedi yang dibuat pada 2007, Cheeni Kam ("Kurang Gula"), dia berperan sebagai orang berusia 64 tahun yang berpacaran dengan perempuan 30 tahun lebih muda. Setahun kemudian, dalam film Nishabd ("Tanpa Kata"), Bachchan malah menjadi orang setengah baya yang tergila-gila kepada seorang perempuan yang lebih muda daripada putrinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo