Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BONDAN Gunawan adalah bintang media massa pekan ini. Pejabat Sementara Sekretaris Negara/Sekretaris Pengendalian Pemerintahan itu dituding terlibat dalam pembobolan dana yayasan Bulog senilai Rp 35 miliar. Wakil Kepala Bulog Sapuan, dalam catatannya sebelum ditahan polisi, menyebut pernah bertemu dengan bekas aktivis Forum Demokrasi itu untuk urusan Bulog. Yang lebih gawat, dikabarkan dana yang diterima Bondan digunakannya untuk memuluskan jalan dalam bertarung memperebutkan kursi Sekretaris Jenderal PDI-P dalam kongres Semarang beberapa waktu lalu. Bondan membantah semua tuduhan itu. Berikut keterangannya kepada wartawan TEMPO Tiarma Siboro Sabtu pekan lalu.
Dalam catatannya sebelum ditangkap polisi, Sapuan mengaku pernah bertemu Anda di Kantor Sekretaris Pengendalian Pemerintahan pada 20 Februari lalu. Apa saja yang Anda bicarakan?
Saya tidak ingat tanggalnya. Tapi kami memang bertemu untuk membicarakan uang pemerintah yang berada di luar kas negara. Ternyata, rekening semacam itu ada. Saya juga berbicara tentang efektivitas Bulog jika harus dipisahkan dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Mengapa harus memanggil wakil kepala Bulog, padahal kan ada kepala Bulognya?
Kepalanya waktu itu merangkap Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Masa, saya memanggil menteri?
Saat itu Anda juga menawarkan posisi kepala Bulog kepada Sapuan?
Siapa yang menawari? Apa hak saya menawari posisi?
Katanya, Anda sempat bertanya kepada Sapuan tentang cara menggunakan dana taktis Bulog karena Setneg tidak punya dana?
Bukan. Saya bertanya apakah ada rekening di luar buku. Saya minta agar diamankan.
Betulkah penggunaan dana taktis harus lewat keputusan presiden?
Saya tidak tahu. Katanya, sih, kalau dana-dana yang khusus itu harus memakai keputusan presiden. Ya, mungkin saja. Dana reboisasi, misalnya, dikirim ke kas bantuan presiden dengan memakai keputusan presiden.
Anda kenal dengan Siti Fariha (orang yang mengucurkan dana Bulog kepada Bondan)?
Nah, gue mau komentar apa lagi, wong jelas dia bukan keluarga saya. Saya tidak tahu siapa dia.
Transfer uang yang diterima oleh Siti Fariha di Semarang itu bertepatan dengan Kongres PDI-P. Orang kemudian mengaitkannya dengan "politik uang" yang Anda lakukan supaya gol jadi Sekjen PDI-P?
Silakan sajalah [mengait-ngaitkan]. Tetapi, saya jelaskan, di mana pun saya bekerja, saya tidak pernah menggunakan uang sebagai sasaran. Itu pantangan bagi saya. Lagipula saya ada di Semarang waktu itu bukan untuk kepentingan kampanye. Saya cuma datang dan mencoba mengkritisi PDI-P.
Ada yang bilang, 170 pemimpin cabang PDI-P mengaku menerima uang dari Anda?
Tunjukkan bukti itu pada saya. Jangan hal-hal yang tidak jelas semacam itu dikembangkan. Dikaitkannya saya dengan kasus Bulog ini sudah kelewatan. Saya disebut mendapat Rp 5 miliar, lalu disebut untuk dana Aceh, untuk dana PDI-P. Spekulasi itu menggelikan.
Bagaimana hubungan Anda dengan Suko Sudarso?
Saya kenal baik dengan dia sejak dulu. Dia senior GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Terlepas dari persoalan Bulog, menurut saya, Suko itu idealis. Dia juga bukan orang susah. Tetapi dia dituduh selalu menjadi bendahara saya. Bendahara dari mana? Emangnya saya ini apa? Ketua Umum Forum Demokrasi, iya. Tapi Fordem kan tidak punya bendahara.
Bagaimana dengan tuduhan Anda menggunakan dana Bulog untuk Aceh? Katanya, untuk penyelesaian Aceh, Anda sempat berutang?
Kata siapa saya berutang? Suruh cek saja kalau ada yang memberi utang kepada saya. Untuk Aceh, saya menggunakan dana APBN. Wong, cuma Rp 30-40 juta. Semua saya laporkan ke Presiden.
Sekarang banyak tudingan negatif diarahkan ke Anda?
Kalau saya mau berpikir politis, sekecil apa pun saya telah dianggap sebagai salah satu penopang pemerintahan Gus Dur. Tudingan terhadap Gus Dur mungkin terlalu berat, maka lalu tudingan diarahkan ke saya. Saya sangat sadar, sebagai politisi saya punya jabatan. La, yang tidak punya jabatan saja dibunuh orang. Itu risiko dan saya konsekuen dengan risiko itu. Saya tidak mau jadi safety player atau oportunis.
Anda menganggap bahwa tudingan itu dilakukan untuk menjatuhkan pemerintahan Gus Dur?
Bangsa ini ternyata pintar dan berani merusak dirinya sendiri. Cory Aquino, ketika berkunjung ke Indonesia, pernah ditanya wartawan tentang penilaiannya terhadap Presiden Estrada. Dia menjawab, "Anda tidak bisa membayangkan betapa beratnya beban seorang presiden. Beliau adalah presiden dan saya harus menyukseskan semua kebijakan yang diambilnya." Filipina saja bisa begitu, kenapa bangsa kita tidak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo