Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan menuding kegiatan pertambangan PT Freeport Indonesia merusak lingkungan.Berdasarkan pemeriksaan di lapangan dan citra satelit, limbah tambang Freeport meluber dari hulu sungai hingga ke laut. Limbah juga menyebar ke daerah aliran sungai lainnya di pesisir Kabupaten Mimika, Papua.
"Hutannya sudah habis, sungainya sudah tidak ada. Nelayan yang hidup di sana sudah terkena. Ini mengapa dibiarkan?" ujar anggota BPK, Rizal Djalil, kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Rizal menunjukkan foto-foto pepohonan yang mengering akibat serbuan limbah. BPKmencatat potensi kerugian akibat kerusakan lingkungan ini mencapai Rp 185 triliun. Nilai kerusakan terbesar berasal dari laut, yaitu
Rp 166 triliun. Potensi kerugian dihitung berdasarkan perubahan ekosistem dan angka kerugian nelayan.
Menurut hasil audit BPK, pencemaran berawal dariketidakmampuan kolam penampungan (Modified Ajkwa Deposition Area/ModADA) menampung limbah. Titik penataan limbah di area kolam sudah hilang lantaran tertimbun pasir sisa tambang.
Temuan auditor negara itu sejalan dengan hasil audit Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung pada 2014. Auditor meminta perusahaan membuat kolam penampungan baru. Sebab, area Kelapa Lima dan Pandan Lima sudah tidak layak lagi menampung sisa material.
Namun Freeport tidak meneruskan rekomendasi auditornya. Perusahaan hanyaberencana memperluas kolam penampungan dari 230 kilometer persegi menjadi 450 kilometer persegi. Tapi perluasan tersebut belum dilengkapi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Juru bicara Freeport, Riza Pratama, mengakui aktivitas perusahaannya berdampak negatif pada lingkungan.Seluruh risiko pertambangan pun termaktub dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan yang disepakati pemerintah pada 1997.
Penanganan limbah, kata dia, juga diperiksa auditor independen tiap tahun. "Pakar-pakar sudah memberikan penilaian penuh terhadap cara kami mengelola pasir sisa tambang," ujar Riza.
Dia mengklaim, Freeport memiliki program rehabilitasi supaya lahan yang terkena dampak bisa ditanami tumbuhan produktif.Ada pula pembayaran kompensasi dari Freeport kepada Pemerintah Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua sejak 2011 hingga 2015 sebesar Rp 343 miliar.
Namun BPK menganggap uang yang digelontorkan perusahaan itu tidak sepadan dengan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Kucuran duit juga tidak dihitung dengan verifikasi memadai. Robby Irfany
Citra satelit kerusakan Alam Di Wilayah Kerja PT Freeport Indonesia
Rusak di Darat dan Laut
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerusakan lingkungan di sekitar wilayah kerja PT Freeport Indonesia. Bersama tim ahli dari Institut Pertanian Bogor serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, BPK menyimpulkan pencemaran lingkungan terjadi bukan hanya di darat, tapi juga di laut.
Penyebab Pencemaran:
- ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area/kolam penampungan pasir sisa tambang) tidak mampu mengakomodasi limbah yang dihasilkan Freeport.
- Endapan limbah meluber.
- Freeport belum melaksanakan ketentuan teknis pengelolaan ModADA.
- Tidak ada indeks risiko biota akuatik atas perubahan metode penanganan limbah.
- Perambahan hutan lindung seluas 1.158 hektare untuk perpanjangan tanggul ModADA tidak berizin lingkungan dan tidak berizin pinjam-pakai.
Profil ModADA:
- Luas 230 hektare.
- Terletak 120 kilometer dari bibir pantai.
- Diapit dua tanggul (barat sepanjang 54 kilometer dan timur 55 kilometer).
- Menampung 36,6 juta kubik air per tahun.
- Menampung sisa tambang 230 ribu ton per hari.
Potensi Kerugian
Wilayah terkena dampak | Nilai ekosistem yang dikorbankan |
ModADA | Rp10.706.969.394.593 |
Muara | Rp8.211.764.892.242 |
Laut | Rp166.099.643.700.642 |
Sumber: BPK | Robby Irfany
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo