Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Indonesia suka membanggakan angka pertumbuhan ekonomi. Tak ada yang salah soal ini. Indonesia memang negara yang ekonominya tumbuh paling cepat ketiga di antara negara-negara anggota G-20. Tapi ada satu fenomena pertumbuhan ekonomi yang semestinya menjadi perhatian pemerintah. Bukannya tumbuh, sejak 2015, ekonomi Indonesia justru selalu mengerut selama kuartal pertama setiap tahun.
Pertumbuhan ekonomi per kuartal atau Q to Q memang jarang menjadi sorotan. Umumnya, khalayak dan pejabat berbicara tentang pertumbuhan ekonomi yang sudah disetahunkan. Alih-alih mencermati pertumbuhan yang terjadi antara Januari dan Maret 2017 (minus 0,34 persen), misalnya, yang menjadi topik adalah pertumbuhan yang muncul selama April 2016-Maret 2017, ditarik setahun ke belakang atau year on year (5,01 persen).
Pendekatan ini memang ada benarnya. Pertumbuhan selama setahun terakhir sudah memasukkan faktor musiman seperti Lebaran atau liburan sekolah, yang punya dampak cukup besar pada kegiatan ekonomi. Tapi mencermati apa yang berlangsung hanya dalam tiga bulan terakhir sebetulnya juga tak kalah penting. Setidaknya ini bisa memberi gambaran lebih akurat tentang apa yang tengah terjadi.
Selama 2015-2017, setiap kuartal pertama ekonomi kita mengerut masing-masing minus 0,17, minus 0,4, dan minus 0,34 persen. Penyusutan ini pada 2015 dan 2016 terkompensasi oleh pertumbuhan yang cepat selama kuartal kedua dan ketiga. Sedangkan kuartal keempat, sudah menjadi tradisi, ekonomi Indonesia selalu mengerut setiap tahun karena faktor musiman libur panjang. Walhasil, karena pertumbuhan kuartal kedua dan ketiga yang kencang, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan selama setahun selalu masih positif.
Meski hasil setahunnya masih positif, tentu ini pola yang kurang sehat. Mengerutnya ekonomi pada kuartal pertama setiap tahun tentu tak bisa diterima dengan pasrah sebagai siklus baru yang normal untuk ekonomi Indonesia. Terlebih lagi untuk 2017, fenomena ini terasa lebih mencemaskan karena tetap muncul ketika harga komoditas sedang membaik.
Maka investor kini harus semakin cermat menghitung apakah pada kuartal kedua 2017 akan muncul pertumbuhan cepat yang dapat mengkompensasi mengerutnya ekonomi pada kuartal pertama. Masalahnya, memasuki kuartal kedua 2017, situasi ekonomi dunia justru kian tak menentu. Harga komoditas mulai berguguran kembali, yang dapat memukul ekonomi negara pengekspor komoditas seperti Indonesia.
Pasar keuangan global juga sudah mulai menghitung lagi kemungkinan naiknya bunga rujukan The Federal Reserve. Dalam pertemuan pekan lalu, The Federal Open Market Committee memang masih menahan suku bunga. Tapi mereka melakukannya seraya melempar sinyal bunga dapat naik pada Juni mendatang.
Faktor lain yang juga mulai masuk hitungan adalah kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pekan lalu, Trump dan Partai Republik memenangi pemungutan suara di Kongres Amerika untuk menggusur kebijakan kesehatan Presiden Barack Obama. Pasar membaca kemenangan ini sebagai menguatnya posisi Trump untuk memenuhi janjinya memberikan insentif pajak pada korporasi Amerika.
Resultante dari begitu banyak faktor itu belum tentu akan berdampak positif bagi ekonomi Indonesia. Karena itu, tidaklah mudah bagi pemerintah untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen untuk 2017. Pertumbuhan pada kuartal kedua dan ketiga harus ekstracepat sebagai kompensasi penurunan di kuartal pertama. l
Yopie Hidayat
Kontributor Tempo
Kurs | |
Pekan sebelumnya | 13.299 |
Rp per US$ | 13.339 |
Penutupan sesi pertama 5 Mei 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.707 |
5.682 | |
Penutupan sesi pertama 5 Mei 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,61% |
4,17% | |
Maret 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,75% | |
20 April 2017 |
Cadangan Devisa | |
28 Februari 2017 | US$ miliar 119,863 |
Miliar US$ | 121,806 |
31 Maret 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo