Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said buru- buru mengontak Presiden Joko Widodo, Selasa siang pekan lalu. Ia merasa perlu mengklarifikasi pernyataannya tentang pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral), yang ternyata mengusik mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Anda memang bicara apa? Ya sudah, jelaskan apa adanya," kata Jokowi dalam pembicaraan via telepon, seperti diceritakan Sudirman kepada Tempo pada Jumat pekan lalu.
Seorang pejabat yang mengetahui peristiwa itu mengatakan Sudirman juga menjelaskan hal yang sama kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Juru bicara Kantor Wakil Presiden, Husein Abdullah, membenarkan. "Ia menginformasikan bahwa Pak Menteri tidak menyebut nama (Yudhoyono)," ujarnya.
Kemarahan Yudhoyono bersumber pada sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Ahad pekan sebelumnya. Di hadapan forum, Sudirman mengungkap perbincangannya dengan Jokowi tentang pembenahan sektor minyak dan gas bumi. "Beliau bertanya tentang banyak hal, termasuk soal mafia. Saya jawab, 'Pak, sebetulnya dulu banyak inisiatif baik dari Pertamina. Namun selesai di sini. Di mana? Di Kantor Presiden'." Media pun ramai memberitakan soal itu.
Yudhoyono membalas pernyataan Sudirman dalam bentuk 15 cuitan di akun Twitter @SBYudhoyono, selama pukul 20.14- 20.30, Senin pekan lalu. Di antaranya, "Saya amat terkejut dgn pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yg menyerang & mendiskreditkan saya, ketika menjadi Presiden dulu."
Rangkaian cuitan lain Yudhoyono menampakkan kegusarannya. "Berita ini saya pandang sudah tmsk fitnah & pencemaran nama baik. Saya masih menunggu klarifikasi dari pihak- pihak yg menyebarkan." Dan, "Tuduhan & fitnah yg disampaikan Menteri ESDM & pihak- pihak tertentu sulit saya terima."
Jokowi, menurut Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Teten Masduki, merasa tidak perlu menanggapi cuitan Yudhoyono tentang Petral. Bahkan Presiden tak tahu isi rangkaian cuitan tersebut. "Biar Pak Dirman saja yang mengklarifikasi," ujar Jokowi, seperti dikutip Teten.
Biang perselisihan Yudhoyono dengan Menteri Energi sebenarnya adalah Petral. Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bertugas melakukan jual- beli minyak dan produk bahan bakar minyak itu selama ini kerap digunjingkan sebagai sarang mafia migas. Sejumlah penyimpangan disebut- sebut terjadi di lembaga ini. Karena itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto memilih membubarkannya.
Pengumuman pembubaran Petral dilakukan di lantai 21 Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Jakarta, 13 Mei lalu. Dalam kesempatan itu, Dwi didampingi Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Sudirman. "Mulai hari ini, kegiatan Petral dihentikan," kata Dwi.
Tanpa Petral, ia meyakinkan, pengadaan minyak mentah dan BBM untuk Pertamina akan tetap aman. Sebab, sejak awal tahun ini, fungsi tersebut telah dijalankan unit khusus di Pertamina yang disebut Integrated Supply Chain (ISC).
Keputusan membubarkan Petral Group ini berbeda dengan sikap Dwi awal Mei lalu. Saat itu ia menyatakan akan menutup induk Petral yang berbasis di Hong Kong saja. Alasannya adalah soal efisiensi. Sebab, fungsi jual- beli selama ini dijalankan anak usaha Petral di Singapura, yakni Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES). Tapi kini bahkan Zambesi Investments Limited (ZIL), juga anak usaha Petral di Hong Kong, ikut dilikuidasi. Selama ini, ZIL mengurus bisnis investasi dan mengembangkan bisnis nonminyak untuk Petral.
Perubahan keputusan itu, kata seorang pejabat, diambil dengan mempertimbangkan rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap Petral. Citra buruk anak perusahaan itu dikhawatirkan akan membebani perjalanan Pertamina ke depan.
Kebijakan membubarkan Petral sesuai dengan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, yang dipimpin Faisal Basri. Salah satu rekomendasi Tim Reformasi ialah tender penjualan serta pengadaan minyak mentah dan BBM tidak ditangani oleh PES, tapi oleh ISC, yang berbasis di Jakarta.
Keputusan direksi Pertamina itu mendapat dukungan penuh Presiden. Pejabat tinggi lain bercerita, Dwi bersama Sudirman menghadap Jokowi beberapa hari sebelum pembubaran diumumkan. "Bahkan hari pengumuman pun ditentukan di situ." Secara prinsip, pejabat itu menambahkan, Jokowi setuju terhadap langkah itu. Tapi Presiden meminta pasokan minyak mentah dan BBM tidak sampai terganggu. Dwi dan Sudirman meyakinkan bahwa fungsi Petral telah beberapa bulan ini secara perlahan diambil alih ISC. "Selama ini, Presiden ditakut- takuti soal ini. Nyatanya pasokan aman saja."
UPAYA melikuidasi Petral sebenarnya telah lama dilakukan. Menurut seorang mantan petinggi Pertamina, ketika menjadi direktur utama di sana, Ari Soemarno menggagas transformasi perusahaan pada 2006- 2009. Salah satunya dengan membangun ISC, September 2008. Unit itu mengintegrasikan pengadaan minyak mentah dan BBM, yang selama ini dilakukan terpisah oleh Direktorat Pemasaran Niaga dan Direktorat Pengolahan.
ISC juga bertugas mengkoordinasi dan mengawasi kerja Petral. Waktu itu, Ari menunjuk Sudirman Said memimpin lembaga ini. Pada masa tersebut, petinggi itu menjelaskan, para pemain yang kerap disebut sebagai mafia migas rupanya terusik karena geraknya menjadi terbatas. Tak kuat, ujungnya, Ari Soemarno yang justru terpental dari kursi direktur utama, Februari 2009. Posisinya ditempati Karen Agustiawan.
Sejak itu, fungsi ISC direduksi hanya sebagai pencatat kebutuhan impor minyak mentah dan BBM Pertamina. Eksekutornya adalah Petral, yang praktis memonopoli fungsi pengadaan. ISC pun tidak lagi berwenang mengawasi Petral. Beberapa bulan kemudian, Sudirman menyusul dilengserkan. Ketika ditemui Jumat pekan lalu, Sudirman menolak berkomentar tentang cerita ini.
Menurut mantan Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia Pertamina Waluyo, manajemen saat itu sebenarnya tak bermaksud memangkas peran ISC. "Saya lupa persisnya. Kira- kira untuk memisahkan peran perencanaan dan pembelian," katanya kepada Tempo.
Ia meyakinkan, direksi Pertamina di bawah Karen pun berkomitmen memperbaiki proses bisnis mulai hulu hingga hilir. Petral dinilai sebagai salah satu rantai bisnis di Pertamina yang harus diperbaiki. "Kalau orang mengatakan mafia minyak, itu sudah sejak perencanaan hingga pengadaan dan jasa. Seluruhnya harus dilihat," mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi ini menjelaskan.
Sebab, Waluyo menambahkan, mafia migas bisa jadi menaruh orang- orangnya di bagian perencanaan. Tujuannya mengetahui informasi detail sejak dini tentang spesifikasi minyak mentah dan peruntukannya bagi kilang Pertamina.
Menteri BUMN (saat itu) Dahlan Iskan juga pernah bertekad membubarkan Petral. Kementeriannya mengkaji perusahaan atau lembaga yang bisa menggantikan sayap usaha Pertamina yang berdiri sejak masa Orde Baru itu. "Beri saya waktu," ujar Dahlan kepada Tempo, 12 Maret 2012. Ia menambahkan, kementeriannya berkepentingan terhadap nama baik Pertamina, yang sering terganggu citranya oleh tudingan praktek mafia impor minyak di Petral. Dahlan mengaku telah membahas soal itu bersama manajemen Pertamina.
Keresahan Dahlan terhadap citra buruk Petral juga dituangkan dalam blognya: dahlaniskan.wordpress.com, 21 Mei 2012. Ia mengungkap salah satu kejanggalan Pertamina sebagai pembeli terbesar minyak mentah dan produk BBM.
"Ini yang belum clear. Sebagai perusahaan terbesar, mengapa Pertamina belum bisa mendikte (pasar). Mengapa masih berhubungan dengan begitu banyak trader. Mengapa tidak sepenuhnya melakukan pembelian langsung dari pemilik asal barang: membeli BBM langsung dari perusahaan kilang dan membeli crude (minyak mentah) langsung dari perusahaan penambang minyak."
Melalui blog itu pula Dahlan mengungkap pertemuan menjelang tengah malam dengan Presiden Yudhoyono. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, yang juga diundang, melaporkan kesiapan perusahaan membeli langsung, tanpa perantara lagi. "Tentu diperlukan persiapan- persiapan yang matang. Tidak bisa, misalnya seperti yang diinginkan beberapa pihak, besok pagi Petral langsung dibubarkan. Pasokan BBM bisa terganggu. Bisa kacau- balau," tulisnya.
Toh, Yudhoyono merasa tak pernah ada usul yang disodorkan kepadanya untuk membubarkan Petral. Di media sosial, pendiri Partai Demokrat itu mengaku telah menanyakan kepada mantan wakil presiden Boediono dan lima mantan menteri terkait soal ada- tidaknya usul pembubaran Petral. "Semua menjawab tidak pernah ada. Termasuk tidak pernah ada tiga surat yang katanya dilayangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu."
Sekretaris Kabinet era Yudhoyono, Dipo Alam, pun meyakinkan bahwa tidak ada proposal atau surat kepada Presiden Yudhoyono mengenai Petral yang diterima kantor Sekretariat Kabinet. "Tidak ada selama 2009- 2014," ujarnya kepada Tempo.
Senada dengan itu, Jusuf Kalla menyatakan permohonan pembubaran Petral belum pernah diajukan saat dia masih menjabat wakil presiden pada 2004- 2009. "Saya kira ada pembicaraan, tapi tidak pernah dibicarakan di pemerintah," katanya. Pembicaraan yang dimaksud dilakukan di luar lingkaran pemerintah, tanpa ada saran resmi yang masuk ke Istana.
Tampaknya, perseteruan tentang Petral belum akan segera reda. Jumat pekan lalu, politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, masih menunjukkan kemarahan kubu Yudhoyono kepada Menteri Sudirman. "Sudirman terlalu banyak bicara, seolah- olah apa yang dilakukannya sekarang lebih baik daripada pendahulunya," ujar Rachland. "Sebaiknya jangan banyak omong. Tunjukkan saja kalau memang pembubaran Petral itu ada manfaatnya untuk masyarakat."
Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie, Bernadette Christina Munthe, Ayu Prima Sandi
Petral Dari Masa Ke Masa
- 1969: Pertamina bekerja sama dengan perusahaan Amerika Serikat mendirikan Perta Group, yang terdiri atas Perta Oil Marketing Corporation Ltd yang tercatat di Bahama dan Perta Oil Marketing Corporation?yang berbasis di Amerika.
- 1972: Perta Group mulai memperdagangkan minyak Indonesia ke luar negeri.
- 1976: Pertamina Energy Trading Limited-kemudian dikenal sebagai Petral-tercatat di Hong Kong. Perusahaan ini sempat berganti nama dua kali, menjadi Perta Oil Marketing Limited pada 19 Agustus 1986 dan Pertamina Energy Trading Limited pada 12 Februari 2001.
- 1978: Perta Oil Marketing Corporation Ltd yang tercatat di Bahama digantikan oleh Perta Oil Marketing Limited, yang berbasis di Wanchai, Hong Kong.
- 1992: Petral mendirikan anak perusahaan berbadan hukum dan berkedudukan di Singapura bernama Pertamina Energy Services Pte Limited (PES). PES berfungsi melakukan perdagangan minyak mentah, produk minyak, dan petrokimia.
- 1998: Pertamina mengambil alih seluruh saham Perta Group.
- 2001: Indonesia tak lagi menjadi net exporter minyak. Petral melalui PES mulai mengimpor minyak mentah dan produk BBM untuk kebutuhan Indonesia.
- September 2008: Pertamina di bawah kepemimpinan Ari Soemarno membentuk Integrated Supply Chain (ISC), unit bisnis yang menata proses perencanaan dan pengadaan pasokan minyak mentah dan produk BBM.
- 2009 Januari: ISC Pertamina mulai efektif bekerja. Februari: Ari Soemarno dicopot dari posisi Direktur Utama Pertamina dan digantikan Karen Agustiawan.
- Maret 2009: Karen merombak fungsi dan kepengurusan ISC. Fungsi ISC sebagai unit pelaksana dipangkas dan hanya dijadikan unit perencanaan. Fungsi pengadaan diserahkan kembali dan dimonopoli Petral.
- 2012 Februari: Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan melemparkan usul agar Petral dibubarkan, karena citra Petral sebagai sarang koruptor membebani Pertamina
- Mei: Dahlan mengatakan Petral tak akan dibubarkan, tapi ditugasi membeli minyak mentah dan BBM langsung ke produsen.
- September 2014: Wacana pembubaran Petral kembali mencuat dari Tim Transisi Jokowi- JK.
- 1 Januari 2015: Proses bisnis pengadaan minyak dan produk minyak Pertamina dipusatkan di ISC, yang berada di kantor pusat Pertamina, Jakarta.
- April 2015: Menteri BUMN Rini Soemarno mengumumkan rencana pembubaran Petral.
- Pertamina mengkaji pengambilalihan aset- aset Petral, termasuk PES, menjadi anak usaha Pertamina.
- 13 Mei 2015: Pertamina mengumumkan pembekuan kegiatan Petral Group, termasuk anak usahanya, PES.
- Pembubaran akan ditindaklanjuti dengan audit forensik atas laporan keuangan Petral.
- Likuidasi Petral akan dirampungkan setelah audit investigasi selesai pada April 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo