Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANGAN 3 x 5 meter di lantai dua gedung pusat PT Pertamina (Persero) itu tak tampak istimewa dibanding petak-petak lain di sebelahnya. Isinya hanya sebuah komputer dan mesin cetak, yang diletakkan pada sebuah meja di tengah ruang. Tak sering digunakan, ruangan itu dipakai hanya delapan-sepuluh kali dalam sebulan.
Meski jarang dipakai, kantor kecil milik Integrated Supply Chain alias ISC itu memegang peran penting dalam bisnis minyak perusahaan negara ini. Wakil direktur di Pertamina yang mengepalai divisi itu, Daniel Purba, mengatakan ratusan juta dolar Amerika Serikat berputar di dalamnya setiap kali ada transaksi. "Sebab, semua proses tender pengadaan minyak mentah dan produk minyak dilakukan di situ," katanya Kamis pekan lalu.
Integrated Supply Chain baru saja ketiban tugas besar. Sejak awal tahun ini, unit usaha Pertamina yang lima bulan terakhir digawangi Daniel itu kembali mendapat limpahan pekerjaan berupa kegiatan jual-beli minyak dan produk minyak. Tugas itu dulu memang menjadi misi pokok lembaga yang dibentuk pada September 2008 ini, yakni semasa Ari H. Soemarno menjadi direktur utama di Pertamina.
Tapi kewenangan tersebut praktis dicabut ketika kepemimpinan perusahaan beralih ke tangan Karen Agustiawan pada 2009. Pekerjaan utamanya direduksi menjadi hanya menjalankan fungsi perencanaan. Sejak itu, Pertamina Energy Trading Limited (Petral) memonopoli fungsi pengadaan minyak dan bahan bakar minyak untuk Pertamina, melalui sayapnya di Singapura.
Rezim berganti dan, pada Januari lalu, direksi Pertamina yang dipimpin Dwi Soetjipto menjalankan kebijakan baru. Kini giliran kewenangan Petral yang dipreteli, menyusul banyaknya catatan negatif perusahaan yang selama ini beroperasi di Singapura melalui Pertamina Energy Services itu.
Daniel mengatakan butuh banyak persiapan untuk memastikan tugas anyar itu tak mengulang kesalahan pendahulunya. Satu per satu dia benahi sistemnya, terutama proses lelang minyak dan produk minyak, yang selama ini dianggap tak transparan dan terlalu panjang rantai niaganya. "Kami masih menunggu hasil audit. Kalau semua sudah diserahkan ke ISC, tinggal dioptimalkan saja dan ditingkatkan koordinasinya dengan divisi lain," ujarnya.
Hasilnya mulai terlihat. Ia mengatakan ISC beberapa kali menggelar tender terbuka bagi semua pihak. Tak seperti tender sebelumnya yang dipenuhi para pedagang yang tak lebih dari sekadar perantara alias calo, kali ini 75 persen peserta berasal dari negara-negara produsen minyak besar. Sisanya barulah rombongan trader dan para pemain lama. Dalam hitungannya, untuk periode Januari dan Februari lalu saja, sistem ini berhasil menghemat US$ 22 juta. "Perusahaan senang. Respons pasar happy dengan new Pertamina," ujarnya.
Seorang pejabat Pertamina mengatakan perusahaan pelat merah ini mendapat diskon cukup fantastis pada hasil lelang pengadaan minyak untuk semester kedua nanti. Nilainya mencapai 131 sen dolar per barel. Asumsinya, dengan kebutuhan pasokan minyak mentah 9 juta barel per bulan, Pertamina bisa menghemat hingga US$ 11,7 juta per bulan. Sedangkan impor melalui Petral selama ini hanya membukukan diskon 15 sen.
Juru bicara PT Pertamina, Wianda Pusponegoro, mengatakan efisiensi juga diperoleh dari perubahan pola logistik pengiriman minyak dan BBM. Mulanya impor minyak dan produk BBM menggunakan skema cost and freight, yakni penjual menanggung biaya sampai di pelabuhan tujuan, tapi minus asuransi. Sekarang perusahaan mengubah pola menjadi free on board: penjual bertanggung jawab dari urusan izin ekspor sampai barang dimuat dan siap berangkat. "Kami mengoptimalkan kapal-kapal milik Pertamina," ujarnya Kamis pekan lalu.
Wianda menuturkan, pola yang baru membuat peserta tender lebih bervariasi. Muaranya, harga yang didapat Pertamina menjadi lebih kompetitif. Dengan berbagai cara tersebut, Pertamina punya target bisa mencatat penghematan dari proses melalui ISC sebesar US$ 110 juta hingga akhir tahun.
Daniel mengakui angka tersebut tak cukup besar dibandingkan dengan penghematan yang diperoleh Pertamina pada 2011. Pada saat itu, direksi lama Pertamina mengklaim pengadaan minyak melalui Petral bisa menghemat US$ 280 juta setahun. "Ini butuh waktu. Tapi buktinya, dari tender yang ada, kami mendapatkan harga-harga yang lebih baik," ujarnya.
ISC juga tak berniat buru-buru mengejar posisi setelah Pertamina secara resmi mengumumkan rencana likuidasi Petral sepenuhnya. Alasannya, kata Daniel, unitnya yang kini ditopang 96 personel itu akan lebih dulu mematangkan fungsi-fungsi yang sudah ada. Sasaran awalnya adalah menciptakan mekanisme yang lebih transparan.
Proses pengadaan melalui Petral selama ini memang selalu menjadi sorotan. Bisnis basah itu melibatkan dana ekstrajumbo. Tahun lalu, misalnya, Pertamina melalui Petral mengimpor minyak mentah sebanyak 330 ribu barel per hari atau senilai sekitar US$ 33 juta per hari. Tak aneh jika Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, yang dipimpin Faisal Basri, menyasar dan memelototi Petral sejak akhir tahun lalu.
Tim Reformasi mengendus ketidakberesan dalam tata kelola impor minyak mentah dan BBM di sayap bisnis itu. Seorang pejabat yang ikut dalam Tim Reformasi mengatakan Petral menggunakan modus lelang yang dibuat seolah-olah kredibel dengan membatasinya hanya pada perusahaan minyak nasional negara lain. Padahal beberapa peserta tak lain adalah trader yang tak punya sumber minyak sendiri.
Temuan paling nyata menunjukkan nama perusahaan dalam bill of lading, dokumen pengapalan kargo, dan invoice yang ditagihkan ke Petral tidak cocok. Di lembar tagihan, nama yang tertera masih merupakan nama perusahaan minyak nasional yang memenangi lelang impor minyak. Tapi di dokumen bill of lading tertulis nama pemilik kapal kargo yang merupakan trader besar.
Dalam konferensi pers yang digelar Jumat dua pekan lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said memastikan pengalihan fungsi jual-beli minyak dari Petral ke ISC akan berdampak signifikan untuk menekan kerugian akibat panjangnya mata rantai niaga minyak. Sebab, menurut dia, sudah ada bukti berupa diskon yang bisa diperoleh Pertamina dari kegiatan impor minyak yang dikendalikan langsung dari Jakarta.
Sudirman mengatakan impor minyak mentah dan BBM melalui ISC bisa memberikan diskon US$ 1-1,3 per barel, jauh di atas yang bisa diperoleh lewat Petral. Secara total dalam tiga bulan pertama saja perseroan ini bisa menghemat puluhan juta dolar. "Ruang efisiensi masih sangat lebar di masa lalu. Ada diskon, tapi tidak dimanfaatkan, dan entah lari ke mana. Ini yang akan menjadi obyek investigasi."
Ayu Prima Sandi, Gustidha Budiartie, Bernadette Christina, Retno Sulistyowati
Bukan Sekadar Bubar
JEJAK hitam bisnis pengadaan minyak di PT Pertamina (Persero) bisa ditarik puluhan tahun ke belakang. Sejak Orde Baru hingga 17 tahun setelah reformasi, rente jual-beli produk strategis ini tak pernah sepi dari gunjingan dan kecurigaan. Sejumlah nama penguasa, pengusaha, dan kerabatnya kerap disebut-sebut beredar di orbit Petral, anak usaha Pertamina yang menjalankan bisnis ekspor-impor minyak.
Persidangan di pengadilan Guernsey, Inggris, pada 2007, misalnya, mengungkap permainan keluarga penguasa Orde Baru dalam mengais dolar dari lingkaran Petral. Dan ketika rezim berganti, pola serupa tak lantas hilang. Hanya, para pemainnya silih berganti atau sekadar bersalin wajah.
Perjalanan panjang Petral itu akhirnya tamat pada 13 Mei lalu. Direksi Pertamina mengumumkan pembekuan anak usahanya yang telah beroperasi lebih dari 40 tahun ini. Tapi pemerintahan baru di bawah Joko Widodo tak hendak menghapus begitu saja sejarah itu. Presiden memerintahkan pembubaran kali ini disertai audit investigatif atas seluruh bisnis Petral selama ini.
Agar Mafia Tak Berganti Baju
DI akhir masa kerjanya yang pendek, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, yang dipimpin ekonom Faisal Basri, memberikan sejumlah rekomendasi terkait dengan pengadaan minyak dan keberadaan Petral. Tujuannya menata ulang seluruh proses dan kewenangan penjualan serta pengadaan minyak mentah dan BBM.
Inti dari rekomendasi itu adalah sistem yang lebih kredibel dan transparan. Tender penjualan serta pengadaan impor minyak mentah dan BBM tak lagi dijalankan Pertamina Energy Services (PES) di Singapura, tapi dikendalikan langsung dari Jakarta melalui Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
- PES dapat menjadi salah satu peserta lelang pengadaan serta penjualan minyak mentah dan BBM yang dilaksanakan ISC.
- PES mengefektifkan fungsinya dalam market intelligence di pasar minyak global dan regional sebagai masukan bagi ISC.
- Penjualan dan pengadaan minyak mentah dan BBM oleh ISC dilakukan melalui proses tender terbuka, dengan mengundang semua vendor terdaftar yang kredibel dan tidak terbatas pada national oil company.
- Tender penjualan serta pengadaan minyak mentah dan BBM dilakukan di Indonesia, yang dilaksanakan ISC Pertamina, sehingga tunduk sepenuhnya pada hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
- Manajemen PES dan ISC dari tingkat pemimpin tertinggi hingga manajer diganti secepatnya.
- Infrastruktur yang diperlukan, seperti penambahan kapasitas pengolahan dan penyimpanan, dipersiapkan.
- Dilakukan audit forensik atas segala proses yang terjadi di PES oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo