Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Budi Atmadi Adiputro: Aturan Bisa Dibikin Kemudian

26 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus impor 12 helikopter oleh Air Transport Services (ATS) menerbitkan polemik. Sejumlah helikopter itu di­se­gel Bea dan Cukai lantaran tak mem­bayar bea masuk dan tidak ­pu­nya izin terbang.

Tindakan itu disesali Badan Ko­or­dinasi Nasional Penanggulangan­­ Bencana dan Penanganan Peng­­ung­si (Bakornas), karena heli­kop­ter itu amat diperlukan untuk me­na­ngani bencana nasional. ”Heli­kopter itu diperlukan karena ke­ada­an da­rurat memadamkan kebakaran,” kata Budi Atmadi Adiputro, pelaksa­na tugas Sekretaris Utama Ba­kor­nas.

Berikut petikan wawancara Arif Kuswardono dan I G.G. Maha Adi dari Tempo dengan mantan pejabat Departemen Pekerjaan Umum itu di kantor Bakornas beberapa waktu lalu.

Bagaimana awal cerita peng­ada­an helikopter ini?

Helikopter itu rencananya dibeli Bakornas pada 2006. Tapi permintaan ke Departemen Keuang­an ditolak karena tidak ada uang. Kemudian datanglah sejumlah heli­kopter itu, yang diimpor oleh Air Transport Services (ATS) yang dimiliki keluarga Kalla.

Mengapa helikopter itu sudah dipakai padahal izin impornya belum selesai?

Saat itu asap sudah mengganggu kepentingan nasional dan negara tetang­g­a.­ Ketika Presiden menghadiri Sidang Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), dan Konferensi Tingkat Tinggi Asean, sejumlah negara seperti Malay­sia, Singapura, dan Thailand protes soal asap. Pemerintah dalam posisi serba sulit. Memang ada beberapa cara mema­dam­kan api, misalnya dengan hujan buat­­an. Kita juga bisa mengerahkan ten­ta­ra se­tempat untuk pemadaman di la­pang­an. Sedangkan untuk pemadam­an dari uda­ra, ternyata di seluruh Indo­ne­sia tidak ada perusahaan yang pu­nya heli­kop­ter untuk memadamkan api. Satusatunya yang ada, ya, helikopter milik ATS itu.

Bukankah sejumlah perusahaan pe­nge­lo­la hutan punya heli untuk meng­atasi kebakaran?

Tidak ada perusahaan di Indonesia yang punya helikopter lebih dari lima buah dan punya jaminan asuransi. Helikopter untuk memadamkan api sama dengan heli untuk perang. Saya punya pengalaman saat menangani bencana Aceh. Jalan dari Banda Aceh ke Meu­laboh putus total. Helikopter kita sedikit. TNI saya tahu hanya punya empat. Departemen Kehutanan punya 30 heli, tapi jongkok semua. Saat itu kami meminta helikopter dari Armada Ke­tujuh Ame­rika Serikat. Risiko pembelian he­li oleh ATS itu besar. Karena heli itu ha­nya bisa digunakan untuk bencana. Jadi, ­kalau tidak ada bencana, heli itu menganggur dan perusahaan rugi.

Mengapa harus menyewa dari ATS untuk pemadaman kebakaran itu. Apa tidak ada perusahaan lain?

Saat itu kami berupaya dengan berbagai cara. Kami coba sewa dari Rusia dan Singapura. Tapi helikopter me­reka tidak punya kantong air. Kami ­dihadapkan pada situasi mende­sak. Lebaran tinggal seminggu. Upaya­ pemadaman api tidak bisa ditunggutunggu lagi. Saya orang yang pa­ling lama menangani bencana. Saya penanggung jawab ­bencana di Aceh dan Yogyakarta. Kalau sudah menyangkut nyawa­, segala­ cara akan kita tempuh. Bekerja dalam keadaan darurat itu harus berani bergerak cepat, tepat, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Helikopter itu kemudian disegel Bea dan Cukai. Bakornas tidak berkoordinasi?

Memang ada problem dari sisi pengadaan. Ketika sedang mela­kukan pemadaman, helikopter ­di­se­gel. Bea Cukai mengatakan heli itu belum bisa terbang. Seba­gai ­pe­nanggung jawab kedarurat­an bencana, kami sangat menya­yangkan. Sebab, dalam keadaan darurat, aturan bisa dibikin kemudian. Kita harus berani. Tapi saya kan ­tidak bisa memaksa Bea Cukai atau instansi lain supaya meng­ikuti kehendak kami. Ketika badai Katrina melanda Amerika Serikat, yang berlaku adalah undangundang FE­MA (Badan Penanggulangan Keadaan Darurat Fede­ral—Red). FEMA itu langsung di bawah Pre­siden. UndangUndang Bea Cukai dan lainlain harus tunduk karena darurat. Harusnya seperti itu.

Setelah soal asap selesai, apa heli itu pernah disewa Bakornas lagi?

Kita masih memakai helikopter itu. Misalnya dalam pencarian Adam Air dan penanggulangan banjir di Aceh Tamiang.

Kepala Pelaksana Harian Bakornas­ Syamsul Ma’arif menerbitkan surat yang meminta Bea Cukai mengeluarkan helikopter itu. Mengapa?

Karena kita berkepentingan helikopter itu harus beroperasi di Palembang untuk memadamkan api. Masak, untuk harga diri bangsa kalah sama segel Bea Cukai. Logis nggak?

ATS punya tunggakan bea masuk dan pajak impor Rp 2,1 miliar?

Itu urusan dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus