Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ahmadinejad Bertarung di New York

Segenap hal yang tertuang dalam draf sanksi menunjukkan satu kecenderungan: isolasi internasional terhadap Iran. Iran mencoba melawan.

26 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Datangnya musim semi oleh bangsa Persia selalu dirayakan sebagai awal tahun baru. Di Iran, Norouz atau perayaan tahun baru, Rabu pekan lalu, diperingati dengan gundah. Bertahan dengan program pengayaan uraniumnya, kini negeri itu ditekan para anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Pekan lalu, di kompleks makam suci Imam Ali Reza, Mashhad, jutaan warga menyemut. ”Inilah kesempatan kita untuk kuat berhadapan dengan tantangan dan ancaman internasional,” ujar pemimpin spiritual Republik Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei.

Di kompleks makam itu, orang bisa melihat Iran yang siap berkorban. Sejak dua pekan lalu, tekanan terasa berlipat sejak Rusia dan Cina ikut arus: menyetujui draf sanksi yang akan dijatuhkan kepada Iran. Sebelumnya, keduanya menolak tekanan negara-negara Barat sekutu AS. Rusia dan Cina tidak setuju kebijakan yang berisiko menghukum rakyat Iran. Mereka keberatan dengan larangan perjalanan bagi pejabat Iran terkait program nuklir.

Kedua negara itu juga keberatan seruan kepada institusi keuangan internasional untuk menghentikan bantuan keuangan bagi Iran. Usulan larangan bagi negara-negara untuk memberikan hibah, utang, dan kredit bagi Iran, ke-cuali untuk tujuan kemanusiaan. Rusia dan Cina menginginkan poin itu dilaksanakan secara sukarela oleh negara-negara di dunia. Ya, keduanya punya hubungan perdagangan kuat dengan Iran.

Tapi mereka kemudian berubah. Hari itu Khamenei menyebutkan, Iran mengembangkan nuklir demi ”ilmu pengetahuan, perdamaian, sesuai dengan hukum internasional.” Ia mengingatkan keberhasilan Iran bertahan di bawah tekanan Amerika Serikat setelah tumbangnya rezim Reza Pahlevi, 1979.

Semua yang berlangsung seakan tergiring ke satu titik: Iran yang terisolasi. Ada larangan bagi segenap anggota PBB membeli dan menjual senjata dari dan ke Iran. Ada pembekuan aset para pejabat penting—perorangan maupun perusahaan—Iran, di samping larangan mengeluarkan komitmen baru memberikan hibah, bantuan keuangan, atau pinjaman konsesi kepada pemerintah Iran.

Terakhir, mereka juga telah memutuskan untuk meminta semua anggota PBB, agar tak memberikan izin masuk kepada orang Iran mana pun yang terkait dengan urusan nuklir.

Butir-butir sanksi tersebut merupakan pengembangan dari draf yang disepakati pada Desember tahun lalu. Sejak resolusi 23 Desember 2006, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyetujui penghentian 22 proyek bantuan teknis bagi Iran. Dari 55 proyek nasional dan regional IAEA yang memberi bantuan teknis bagi Iran, 10 proyek dihentikan dan bantuan untuk 12 proyek lain hanya diberi sebagian. Penghentian bantuan proyek itu bisa dicabut bila Iran memenuhi resolusi DK PBB untuk menghentikan pengayaan uranium dan bekerja sama penuh dengan IAEA. Namun, Iran dipandang keras kepala. ”Enam anggota tetap DK PBB yakin, Teheran mencoba mengembangkan senjata nuklir dengan beralasan nuklir untuk keperluan sipil,” kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Jones Parry.

Usulan anggota tetap DK PBB itu hampir mulus diketuk, tapi tiga negara anggota tak tetap DK PBB yang baru (Indonesia, Afrika Selatan, dan Qatar) mencoba melawan (lihat boks). Menurut Duta besar Afrika Selatan, sekaligus Ketua DK PBB, Dumisani Kumalo, mengkritik proses pembuatan draf sanksi yang tidak mengikutsertakan anggota tak tetap. ”Padahal, negara-negara anggota tak tetap Dewan Keamanan bukan bidak yang akan tunduk pada semua kemauan mereka,” ujarnya.

Aktivitas nuklir bagi Iran bukan barang baru. Awal 1970-an, pemimpin Iran waktu itu, Shah Pahlevi, menjalin sejumlah kontrak nuklir dengan Amerika dan beberapa negara Eropa, termasuk untuk pembangunan reaktor Bushehr dengan Jerman, dan reaktor Darkhoin dengan Prancis, dan suplai bahan bakar nuklir dengan AS—kerja sama dan lantas menguap setelah Pahlevi terguling, dan AS ditendang dari Republik Islam Iran.

Iran di bawah Imam Khomeini memutuskan untuk tetap menjadi anggota Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT). Menurut wakil tetap Iran di Badan Energi Atom Internasional, Soltanieh, negerinya patuh pada kewajibannya di bawah Perjanjian dan menjaga perjanjian sesuai anggaran dasar IAEA. ”Iran punya program 20 ribu Megawatt listrik bertenaga nuklir hingga 2025 karena itu kami tetap membangun pembangkit listrik tersebut,” ujarnya.

Menurut Soltanieh, sejak penandatanganan NPT, lebih dari 2.400 orang melakukan inspeksi setiap hari di fasilitas nuklir Iran. Negeri para mullah itu juga selama dua setengah tahun menangguhkan secara sukarela seluruh aktivitas pengayaan dan konversi uranium. ”Kami juga memberikan akses tak terbatas ke seluruh bahan dan fasilitas nuklir termasuk ke tempat-tempat militer,” katanya.

Namun, semua itu sia-sia, dan pekan ini Presiden Ahmadinejad akan membela kepentingan negerinya di sidang PBB, New York. Krisis nuklir Iran muncul di antara aneka peristiwa menegangkan di Teluk Persia: unjuk gigi armada AS, dan penangkapan 15 kelasi Inggris oleh Garda Revolusi Iran, Jumat pekan lalu. Mereka dianggap telah melanggar teritori Iran.

Ahmad Taufik (Xinhua, IRIB, IRNA, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus