Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tirai kasus bom Bali kini hampir menyentuh langit-langit panggung. Wajah para aktor mulai tampak. Rabu pekan lalu, Amrozi, salah satu tersangka utama, bahkan melambaikan tangannya dari balik kaca kepada wartawan di kantor polisi Bali. Bibirnya menyunggingkan senyum, anak rambutnya menjuntai rapi, seolah-olah ia tak menyesal sehitam kuku pun. Tapi jalan cerita kasus bom Bali masih menyisakan tanda tanya ihwal bahan bom yang residunya ditemukan di lokasi, yang berbeda dengan pengakuan Amrozi.
Sepekan setelah kejadian, juru bicara tim investigasi bom Bali, Edward Aritonang, bersama tim forensik Australia mengumumkan bahwa bahan peledak bom Legian adalah jenis research development explosives (RDX) dan trinitrotoluene (TNT), dua unsur bagian dari ramuan bom C4. Jejak RDX ditemukan lewat residu zat amonium nitrat dan jelaga di kubangan bom.
Setelah Amrozi tertangkap, nama RDX kemudian tak pernah disebut-sebut lagi. Kepada polisi, Amrozi mengaku bom itu dari bahan pupuk, yang ia beli di Toko Tidar Kimia di Surabaya pada awal September 2002. Bahan-bahan itu berupa satu ton kalium klorat (KaClO3), dua zak sulfur, satu tong bubuk aluminium, 25 kilogram tawas, dan satu ember klorin. Sebanyak 150 kilogram dari bahan-bahan inilah yang ia rakit dan digunakan untuk meluluh-lantakkan Sari Club di Legian.
Bisakah bahan-bahan ini menciptakan ledakan sedahsyat itu? Ledakan dari adonan pupuk seberat 150 kilogram, menurut Idam Wasiadi, ahli bom dari Pusat Laboratorium Forensik Polda Jawa Timur, tidak akan sekuat itu. "Itu kan cuma tiga zak. Efek ledakan seperti di Bali hanya bisa dengan satu ton potasium klorat, sulfur, aluminium, dan klorin. Ada kemungkinan dia menggunakan seluruh bahan itu," kata Idam. Apalagi jika benar dugaan Idam bahwa pupuk itu dicampur dengan bahan lain seperti RDX dan TNT.
Kendati begitu, kekuatan bom pupuk masih dalam kategori rendah, dengan laju ledakan 1.000 meter per detik. Dalam jumlah kecil, potasium klorat adalah bahan untuk korek api, petasan, dan kembang api. Adapun RDX dan TNT adalah campuran C4, bahan peledak berdaya besar dengan laju ledakan sampai 8.500 meter per detik.
Toh, ketua tim investigasi kasus bom Bali, I Made Mangku Pastika, menegaskan bahwa tidak ada perubahan kesimpulan yang diambil polisi. "Perbedaan itu berkaitan dengan olah tempat kejadian perkara saja," katanya.
Pastika bahkan memastikan adanya bahan lain yang ditemukan polisi dari lokasi tempat Amrozi pernah singgah, seperti Hotel Harum di Jalan Teuku Umar dan rumah kos di Jalan Gatot Subroto, Denpasar. Dari ujung-ujung sapu di kamar hotel dan tempat kos itu, polisi menemukan residu pentaerytrinol tetranitrat (PETN). "Mereka sempat menyapu bahan-bahan yang tercecer di lantai," kata Pastika. PETN adalah bahan peledak berdaya besar. Adonan PETN dan RDX menghasilkan bom Semtin Explosive (Semtex), jenis bom dahsyat yang banyak diproduksi oleh negara blok Timur pada masa perang dingin.
"Kalau hasilnya berbeda, itu hanya menyempurnakan. Bahan peledak yang dipakai memang bermacam-macam," katanya. Menurut dia, bahan RDX, TNT, dan PETN bisa jadi diperoleh oleh rekan Amrozi di tempat lain. "Tidak sulit mendapatkan bahan seperti RDX. Pada saatnya nanti saya akan menjelaskan hal itu," katanya.
Polisi, kata juru bicara tim investigasi kasus ini, Edward Aritonang, kini sedang menelisik jalur masuknya bahan-bahan itu ke Indonesia. "Bahan seperti TNT adalah bahan peledak standar TNI. Sedangkan RDX jarang dipakai di berbagai kesatuan di TNI dan Polri," kata Aritonang.
Lalu di mana gerangan bahan-bahan pupuk itu ditaruh dalam kasus bom Bali? Seorang jagoan dalam rakit-merakit bom, menurut Idam Wasiadi, bisa saja menggabungkan unsur bom pupuk dengan RDX dan TNT ini. Tapi, ya itu tadi, tak cukup dengan hanya 150 kilogram pupuk.
Sayang, Amrozi belum bisa ditanyai soal volume pupuk yang sebenarnya. Pengacara pilihan keluarganya, Suyatno, hanya bisa bertemu Amrozi selama tiga menit, itu pun di bawah tatapan mata polisi. Pemeriksaan masih berlangsung. Bisa jadi Amrozi bukanlah sendirian merakit bom itu, ada tangan-tangan lain setelah ia pulang ke Lamongan.
Tomi Lebang, Edy Budiyarso, Rofiqi Hasan, dan Jalil Hakim (Denpasar), Kukuh S. Wibowo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo