Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengurai Jejaring Amrozi

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERLAHAN tapi pasti, polisi mulai mengurai simpul Amrozi dan jaringannya. Tak mudah memang mengorek keterangan dari pemuda asal Tenggulun, Lamongan itu. Setelah 40 jam bungkam, ia baru mau buka mulut sesudah polisi menunjukkan bukti-bukti perjalanannya selama di Malaysia.

Dalam pemeriksaan berikutnya, Amrozi begitu lincah berkicau menyebut nama-nama yang terkait dengannya. Mereka memang belum tentu bersalah. Amrozi menyebut Imam Samudra alias Kudama atau Hudama—diduga nama aslinya Abdul Aziz—sebagai pemberi order untuk membelanjakan bahan-bahan pembuat bom. Nama ini bukan hal baru. Polisi menduga: ia tersangkut dalam peristiwa bom Natal 2000.

Betulkah Kudama menjadi otak peledakan bom Bali? Masih tanda tanya besar. Kabarnya, beberapa hari seusai ledakan itu, dalam sebuah pertemuan di antara mereka, Imam Samudra mengaku mendapatkan uang US$ 1.000 yang telah dicairkan ke dalam rupiah dan langsung dibagi-bagikan tim bom Bali ini. Siapakah yang memberikan uang kepada Kudama? Belum jelas. Jaringan ini memang rumit.


Garis Hidup Amrozi

1963: Dilahirkan di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur.

1983: Drop out dari Madrasah Aliyah Muhammadiyah di Desa Payaman, Lamongan, karena bengal.

1985: Pergi ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Di negeri jiran itu bekerja sebagai tukang batu, tapi hanya bertahan di sana selama 6 bulan.

1985: Menikah dengan Rohmah, kembang desa Sugihan, Lamongan. Tapi tak sampai setahun kemudian mereka bercerai.

1990: Menikah dengan Astuti, istri keduanya, lalu bercerai tiga tahun kemudian.

1992: Berangkat lagi ke Malaysia untuk bekerja dan mencari kakaknya yang bernama Muchlas. Ia lalu menjadi montir dan belajar agama kepada Muchlas.

1994: Kembali ke Indonesia selama satu bulan, lalu kembali ke Malaysia.

1997: Kembali ke Indonesia dan menjadi montir di Lamongan.

1999: Menjadi konseptor unjuk rasa untuk menjatuhkan Maskun, Lurah Desa Tenggulun. Sejak saat itu, hubungan Maskun dan Amrozi memburuk.

2000: Pertama kali dihubungi Kudama alias Imam Samudra untuk mencari bahan pembuat bom yang akan dipakai berperang di Ambon.

2001: Membuka bengkel dengan nama Jilbab Motor Plus di Desa Tenggulun.

2002: Tersangka pengeboman Kuta, Bali.

Aksi Amrozi di Bali

September:
Kegiatan pengeboman di Bali mulai dirancang di Solo. Amrozi sempat bertemu dengan Kudama, Idris, dan Martin di sebuah warung di daerah Pabelan, Solo. Tapi pembicaraan dilakukan di atas mobil yang berputar-putar di Kota Solo.Saat itu sasaran pengeboman belum ditentukan. Selanjutnya, mereka tak lagi bertemu dan berkomunikasi lewat SMS.

Beberapa hari kemudian, mereka kembali bertemu. Kali ini dilakukan di sekitar Pasar Klewer, Solo. Dalam pertemuan itu ditentukan target pengeboman: Bali.

Idris bertemu dengan Amrozi memberikan uang untuk pembelian mobil dan bahan-bahan bom. Uang itu terdiri atas rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura, total Rp 47 juta. Setelah semuanya di tangan, Amrozi tinggal menunggu kapan barang dikirim dan ke mana.

27 September:
Pada sebuah malam, Jhoni Hendrawan, pria yang bertubuh pendek, gemuk, dan berkulit putih, datang ke tempat kos milik Made Matra di Jalan Marlboro, Denpasar, untuk mencari kamar kos. Ia diduga dikenal Amrozi sebagai Idris.

29 September:
Jhoni kembali untuk menyerahkan uang pembayaran kos selama 1 bulan sebesar Rp 550 ribu dan KTP atas namanya. KTP itu menyebut dia berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur, persisnya Perumahan Pinang Indah.

30 September:
Jhoni Hendrawan alias Idris menyewa kamar kos lantai tiga nomor satu di Jalan Gatsu Barat II-D. Rumah kos ini milik Dokter Wayan Suastana, pemilik Rumah Sakit Bhakti Rahayu. Dia menyerahkan pembayaran Rp 250 ribu. Jhoni mengaku bekerja sebagai pegawai di perusahaan kargo. Dia berjanji menyerahkan fotokopi KTP, tapi tidak pernah menyerahkannya.

5 Oktober:
Amrozi tiba di Denpasar, kemudian bertemu dengan kelompoknya di Hotel Harum, Jalan Teuku Umar 151, Denpasar. Di situ ada Imam Samudra alias Kudama, Idris, Umar, dan satu orang lainnya yang mengaku sebagai Umar. Amrozi kemudian dibawa ke penginapan di Jalan Marlboro, lalu pindah ke rumah kos di Jalan Gatot Subroto.

7-9 Oktober:
Amrozi sempat diajak membeli sepeda motor di Bangli (60 kilometer ke arah timur dari Denpasar) di sebuah showroom motor bekas. Yang dibeli adalah sepeda motor F1ZR dengan nomor DK 5228 PE seharga Rp 7 juta. Keterangan penjual motor belakangan menjadi dasar pembuatan sketsa wajah yang mirip Amrozi. Di tempat inilah ia sempat melihat bom yang dirakit dengan HP Nokia 5110.

10 Oktober:
Amrozi dibawa pindah ke kos di Jalan Gatsu Barat II-D, yang menjadi tempat perakitan bom. Seluruh kelompok pengeboman juga keluar dari tempat kos di Jalan Marlboro. Amrozi lalu sempat diajak jalan-jalan ke Kuta, sebelum pulang ke Lamongan. Menurut pengakuan Amrozi, sebelum malam peledakan pada 12 Oktober, ia sudah pulang ke Lamongan, dengan mengendarai mobil Suzuki Vitara hijau.

12 Oktober:
Bom meledak di Sari Club dan Paddy's Cafe, 186 orang tewas. Umar B alias Nyoman adalah salah satu eksekutor dari bom di Paddy's atau Sari Club, yang meledak lebih dulu sebelum ledakan dahsyat dari mobil L-300.

13 Oktober:
Amrozi mengaku baru mendengar peristiwa bom itu melalui siaran radio swasta. Total biaya yang dikeluarkan untuk operasi ini hanya Rp 60 juta. Uang itu dipakai untuk membeli mobil seharga Rp 30 juta, sepeda motor Yamaha Rp 7 juta, dan bahan-bahan peledak Rp 10 juta. Sisanya untuk biaya akomodasi, transportasi, makan, dan lain-lain.

Beberapa hari setelah peledakan:
Komplotan sempat bertemu di sebuah warung dekat Islamic Center Solo, Jawa Tengah. Menurut Amrozi, ia tahu adanya pertemuan tersebut setelah mendapatkan SMS dari kawan-kawannya itu. Setelah ngobrol-ngobrol di warung tersebut, mereka pindah dan melanjutkan pembicaraan di dalam mobil Toyota Crown tua warna putih, yang kini di tangan polisi.

Jaringan Amrozi

Muchlas alias Ali Gufron
Sang kakak kandung inilah yang membuat Amrozi belajar tentang Islam. Muchlas pula yang pertama kali memperkenalkan Amrozi dengan Imam Samudra, yang diduga polisi menjadi pengganti Hambali sebagai pemimpin Jamaah Islamiyah di Singapura dan Malaysia.

Imam Samudra alias Kudama
Orang ini dicari-cari polisi gara-gara peristiwa pengeboman malam Natal 2000. Menurut Dani, terpidana kasus bom Atrium Senen, Samudra sempat lama tinggal di Malaysia. Dua tahun lalu, Amrozi dihubungi Kudama alias Hudama atau Imam Samudra untuk mencari bahan pembuat bom buat dibawa ke Ambon. September lalu, mereka bertemu lagi di Solo untuk merencanakan pengeboman di Bali.

Ali Imron alias Alit
Adik kandung Amrozi yang berusia 33 tahun ini berperan menyetir mobil minibus L-300 dari Lamongan sampai ke Bali. Imron pula yang membawa mobil tersebut sampai ke titik ledak, di depan Paddy's Cafe dan Sari Club, Kuta.

Qomarudin alias Kamarudin alias Kamar
Polisi hutan tetangga dan famili Amrozi ini diperiksa karena ikut menyembunyikan senjata dan amunisi di Hutan Dadapan, Lamongan.

Muhammad Zakaria
Pemimpin Pondok Pesantren Al-Islam, Tenggulun, Lamongan. Namanya terseret karena Amrozi, yang rumahnya tak jauh dari pondok itu, sering disebut sebagai pengurus Al-Islam. Zakaria mengaku pernah mengundang Ustad Ba'asyir berceramah di pesantrennya sebanyak tiga kali.

Mubarok
Kawan Amrozi ini menjadi guru di Pesantren Al-Islam dan diduga alumni Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo.

Idris alias Jhoni Hendrawan
"Nama Jhoni Hendrawan dipakai Idris ketika membeli motor," ujar Kepala Polri Da'i Bachtiar. Idris sebagai perakit bom di lantai tiga rumah kos-kosan di belakang Rumah Sakit Bhakti Rahayu, Jalan Gatot Subroto, Denpasar.

Zulmatin alias Asep
Ahli elektronika yang merakitkan handphone ke bom dan membawa handphone satunya pada saat ledakan. Telepon seluler tersebut kemudian diisi dengan nomor perdana Pro-XL. Bungkus Pro-XL itulah yang kemudian ditemukan di dalam rumah kos-kosan lantai tiga Jalan Gatot Subroto.

Umar A alias Umar Kecil
Ia ditugasi Imam Samudra alias Kudama alias Fat antara lain mengambilkan uang di bank. Dan dialah yang selalu membagikan uang kepada kelompok ini.

Umar B alias Nyoman
Ia adalah salah satu eksekutor dari bom di Paddy's atau Sari Club, yang meledak lebih dulu sebelum ledakan dahsyat dari mobil minibus L-300.

Yudi
Ia adalah orang yang dititipi mobil sedan Ford Laser oleh Amrozi. Mobil itu dipakai untuk operasi bom Kuta selain Suzuki Vitara, Mitsubishi Colt L-300, dan Toyota Crown. Di mobil Ford Laser itu pula Ali Imron, adik Amrozi, menyimpan puluhan senjata sebelum akhirnya menanamnya di Hutan Dadapan, Lamongan. Yudi adalah anak Saijo—kawan Amrozi ketika bekerja di Malaysia.

Nurwindar
Pria 35 tahun ini turut membantu mengubur senjata dan amunisi milik Ali Imron di Hutan Dadapan, Lamongan. Nurwindar adalah adik Qomarudin dan terhitung masih keponakan Amrozi.

Ali Fauzi
Saudara tiri Amrozi yang kini buron.

Di luar jaringan itu:
Silvester Tendean, 40 tahun, pemilik Toko Tidar Kimia di Jalan Tidar, Surabaya. Herlina, pemilik Toko Aneka Kimia di Jalan Waspada, Surabaya.

*Hubungan dengan Amrozi: Keduanya diperiksa di Bagian Reserse Ekonomi karena Amrozi pernah membeli bahan-bahan kimia di Tidar Kimia dalam jumlah besar beberapa waktu lalu. Bahan peledak yang dibeli dari toko tersebut kemudian oleh Amrozi diangkut menggunakan mobil L-300 miliknya dari Lamongan ke Bali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum