Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GONJANG-ganjing dunia pasar modal akhirnya menyerempet juga industri properti. Pada pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia, Senin pekan lalu, sektor properti turun 5,19 persen, seiring dengan melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan.
Bisnis properti memang sedang loyo. Daya beli anjlok. Perum Perumnas Regional Sulawesi dan Maluku bahkan sampai membuat kebijakan menurunkan harga hingga 30 persen untuk hunian nonsubsidi. Harga rumah kategori ini, bertipe 36, yang semula ditawarkan Rp 241-300 juta per unit, dipangkas. Lesunya industri inilah yang membayangi peringatan Hari Perumahan Nasional ketujuh, 25 Agustus lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basoeki Hadimoeljono mengatakan tantangan utama di bidang perumahan adalah memenuhi kekurangan pasokan. Meski pembangunan terlihat berlangsung tak henti, nyatanya jumlah keluarga di Tanah Air yang membutuhkan tempat tinggal masih jauh lebih banyak.
Persoalannya, berapa persisnya kekurangan alias backlog ini berbeda-beda hitungannya. Badan Pusat Statistik mencatat sebesar 13,5 juta unit. Sedangkan menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, jumlahnya hanya 7,5 juta unit. Faktanya, kata Basoeki, 7,6 juta warga Indonesia belum memiliki tempat tinggal sendiri dan 3,4 juta unit rumah dianggap tak layak huni.
Di tengah muramnya ekonomi dan menurunnya minat beli masyarakat, banyak yang justru menilai dan menyarankan para pengembang sedikit menggeser fokusnya. Dari sebelumnya lebih banyak mengerahkan sumber daya di bagian pemasaran, sekaranglah waktunya lebih berkonsentrasi dalam menyempurnakan konsep dan kualitas produknya.
Dengan semangat yang lebih-kurang sama, Tempo menerbitkan hasil liputan khusus ini. Kami hendak memberikan penghargaan kepada para pelaku bisnis properti yang masih gigih berinovasi dan tak mudah terintimidasi atau menyerah menghadapi ekonomi yang seperti lesu darah. Kami memberi nama "Tempo Property Award 2015", sebuah ajang untuk mengapresiasi karya-karya di bidang ini.
Bukan kali ini saja Tempo membikin laporan panjang mengenai properti. Akhir 2008, ketika raja-raja di sektor ini menyerbu Sulawesi, kami memotretnya secara dekat. Saat itu, Bosowa mendirikan Bosowa Tower, gedung tertinggi di Sulawesi dengan 23 lantai. Kelompok usaha itu juga merancang kota mandiri Grand Makassar, bekerja sama dengan Ciputra Group. Seolah-olah tak mau ketinggalan, Lippo Group membangun kota mandiri Tanjung Bunga.
Sekarang, Tempo kembali menyuguhkan liputan khusus tentang properti, sebagai bagian dalam menyambut Hari Perumahan Nasional yang ketujuh. Tema "Hunian Ramah Lingkungan" sengaja dipilih sebagai bentuk dukungan kami terhadap upaya bersama melestarikan alam tempat tinggal kita. Program ini dibikin juga dengan ikhtiar ikut menggairahkan sektor yang menjadi kebutuhan dasar manusia, sekaligus mendukung kebijakan go green yang dicanangkan pemerintah.
HUNIAN berkonsep eco green, menurut pengamat perkotaan Yayat Supriatna, adalah yang memanfaatkan sumber daya, baik air maupun energi, secara efisien. Rumah ramah lingkungan harus dapat menekan produksi limbah sebanyak mungkin. Tujuannya ialah menghindari kerusakan dan menjaga keseimbangan hayati ekosistem sekitar.
Dalam menyelenggarakan "Tempo Property Award 2015" ini, kami dibantu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia, serta Director Head of Research Savills, Anton Sitorus, yang juga seorang arsitek. Savills adalah lembaga riset properti internasional dengan reputasi yang diakui dan banyak menjadi rujukan. Proses diawali dengan serangkaian diskusi yang diadakan pada Juni lalu, hingga kami merumuskan parameter atau kriteria tentang hunian yang layak disebut sebagai "ramah lingkungan".
Kami-tim redaksi Tempo dan para narasumber yang sekaligus berperan sebagai juri-berusaha membuat kriteria yang paling mendasar atas konsep eco green. Kami juga berupaya membuka ajang ini agar bisa diikuti semua pelaku industri properti-tak terbatas hanya pada pengembang-pengembang kelas kakap. Tapi kami juga menyadari, penerapan konsep eco green di proyek-proyek hunian memang memerlukan biaya yang tak murah. Semakin banyak aspek hijau yang akan dipenuhi, kian besar ongkos yang harus dikeluarkan.
Dari segi bangunan, misalnya, desain rumah hanya bisa direken sebagai ramah lingkungan bila memiliki tata sirkulasi udara dan cahaya yang cukup. Penggunaan lampu dan penyejuk udara (AC) harus bisa ditekan untuk menghemat listrik, tapi tanpa mengurangi kenyamanan penghuninya.
Aspek hijau juga menjadi unsur utama yang dinilai. Tidak ada aturan baku berapa persen area yang harus dihijaukan oleh pengembang. Yang pasti, semakin besar porsi ruang hijau yang tersedia-dibandingkan dengan bangunan-pengembang perumahan itu dinilai semakin peduli terhadap lingkungan. Pengembang perumahan yang baik juga menyediakan ruang publik-fasilitas umum dan fasilitas sosial-yang cukup. Sejumlah perumahan malah memberi "bonus" jalur pedestrian berupa jogging track atau bike line.
Aspek eco green yang perlu investasi besar adalah pembuatan sistem pengolahan air bersih (water treatment plant). Fasilitas ini terkait dengan area resapan, danau atau waduk buatan, ataupun sungai.
Beberapa proyek perumahan juga memiliki sarana pengolahan limbah rumah tangga (wastewater treatment plant). Air buangan dari dapur dan kamar mandi, misalnya, diolah untuk dijadikan air yang bisa dipakai untuk menyiram taman atau mengguyur toilet.
Fasilitas "hijau" lain adalah sistem sanitasi, seperti septic tank bersama. Limbah jenis ini diolah dengan mekanisme bio-treated. Konsep ini telah diterapkan di banyak perumahan mewah. Kebutuhan area pengolah limbah toilet yang luas menyebabkan pengembang biasanya membangun satu fasilitas saja untuk beberapa cluster perumahan yang mereka miliki.
Infrastruktur eco green lain yang memerlukan biaya besar adalah lampu bertenaga surya untuk penerangan jalan raya. Penggunaan energi baru dan terbarukan ini sudah menjadi tren di cluster kelas menengah-atas.
Yang juga penting adalah fasilitas transportasi publik atau akses menuju transportasi umum. Beberapa pengembang menyediakan kendaraan khusus-bus atau mobil serbaguna (MPV)-yang menghubungkan perumahan dengan stasiun kereta atau feeder bus Transjakarta.
Dengan sejumlah kriteria itu, kami mengumumkan dibukanya ajang ini melalui berbagai kanal, baik cetak maupun online. Juga lewat media sosial. Kami juga menghubungi sejumlah pengembang untuk meminta mereka mengirimkan profil proyek huniannya. Ringkasnya, kami minta mereka meyakinkan para juri bahwa produk atau konsep merekalah yang paling layak dipilih sebagai hunian ramah lingkungan.
Hingga tenggat 3 Agustus lalu, total ada 27 proyek hunian yang masuk ke meja redaksi. Sebanyak 23 di antaranya berupa landed house, 2 proyek apartemen, dan 2 rumah pribadi, plus satu perusahaan material bangunan. Waktu sosialisasi yang relatif singkat mungkin menjadi penyebab banyak proyek perumahan lain tak sempat mendaftar atau datang tanpa membawa material dan data yang memadai.
Dari proyek-proyek hunian yang diajukan, ada berbagai konsep atau desain produk properti yang disodorkan. Tapi kali ini kami memutuskan memilih hanya konsep yang sudah diwujudkan alias sudah tampak bentuk nyata bangunannya. Para juri terpaksa mengesampingkan beberapa konsep yang sama sekali masih di atas kertas.
Akhirnya, setelah memilah dan menimbang dengan berbagai faktor serta kriteria di atas, delapan proyek hunian terpilih dalam tiga kategori. Untuk kategori hunian kelas atas, kami memilih tiga proyek, yakni cluster Kebayoran Terrace, Bintaro Jaya, Tangerang; cluster Park View Citra Raya, Tangerang; dan cluster Acacia Summarecon, Bekasi.
Untuk kategori perumahan kelas menengah-bawah, yang dipilih redaksi bersama para juri ialah Graha Natura, Surabaya; Griya Mitra Insani 2, Bekasi; dan El Verde, Bandung. Adapun untuk kategori rumah pribadi, terdapat Rumah Puzzle di Jakarta Barat dan Rumah Panggung di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dewan juri sempat terbelah dalam menilai rumah pribadi. Kategori ini dianggap sulit dinilai karena konsep eco green dilakukan per unit, tidak terintegrasi seperti bila dilakukan di cluster perumahan. Dengan demikian, fasilitas sanitasi yang mahal cenderung tak tersedia atau tak lagi efisien. Namun, bagaimanapun, antusiasme para arsitek dan pemilik rumah pribadi yang hendak mewujudkan hunian yang lebih bersahabat dengan alam ini harus tetap diapresiasi.
Khusus untuk dua proyek apartemen, dewan juri pun kesulitan menilai karena tidak cukup data atau fakta yang mendukung konsep eco green. Begitu pula untuk kategori bahan bangunan. Kami terpaksa menganulirnya karena satu-satunya peserta tidak melampirkan data atau fakta yang diharapkan untuk membuktikan seberapa "hijau" produknya.
Pembaca yang budiman, dengan memilih dan menyuguhkan delapan proyek ini, kami sama sekali tak hendak menyatakan tak ada hunian lain yang ramah lingkungan. Bisa saja karena kami dan para juri kurang teliti, juga lantaran berbagai hambatan lain, proyek-proyek yang lebih baik tak sempat ikut terseleksi.
Yang pasti, kami berharap upaya dan apresiasi ini bisa memberi tambahan semangat dan dorongan bagi setiap pelaku di sektor ini. Jangan berhenti berinovasi. Sebab, hunian bukan lagi sekadar tempat tinggal atau berteduh. Rumah adalah tempat setiap keluarga seharusnya tumbuh dan menikmati kehidupan yang semakin selaras dengan alam.
Tim Liputan Khusus
Penanggung jawab: Y. Tomi Aryanto Pemimpin proyek: Retno Sulistyowati Koordinator: Rr. Ariyani Penyumbang bahan: Adi Warsono (Bekasi), Muhammad Kurnianto (Tangerang Selatan), Avit Hidayat (Surabaya), Aminudin dan Anwar Siswadi (Bandung) Penulis: Akbar Tri Kurniawan, Ali Hidayat, Ayu Prima Sandi, Dewi Rina Cahyani, Khairul Anam, Pingit Aria , Retno Sulistyowati, Rr. Ariyani Widyastuti Penyunting: Dody Hidayat, Jajang Jamaludin, Philipus Parera, Retno Sulistyowati, Seno Joko Suyono, Setri Yasra, Yandhrie Arvian, Y. Tomi Aryanto Foto: Nita (koordinator), Aditia Noviansyah, Dhemas Reviranto, Dian Triyuli Handoko, Franoto, Ijar Karim, Jati Mahatmaji, M. Iqbal Ichsan, Nurdiansah, Ratih P.N., Wisnu Agung Prasetyo Bahasa: Iyan Bastian, Sapto Nugroho, Uu Suhardi Desain: Djunaedi, Eko Punto Pambudi, Fransiska Hana, Gatot Pandego, Kendra Paramita, Rio Ari Seno, Tri Watno Widodo Pengolah foto: Hindrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo