Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Permukiman Hijau di Tepi Jakarta

Tak hanya bangunan, kawasan juga didesain ramah lingkungan. Pelibatan warga membuat program bisa berkelanjutan.

31 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERIKNYA sinar matahari tak menyurutkan langkah Vanda menikmati acara jalan-jalan ke taman pada Selasa pekan lalu. Berbagai jenis pohon besar nan rimbun yang berjejer di pinggir jalan hingga di taman selalu memayungi langkahnya. Pohon mangga, ketapang, trembesi, biola cantik, talas hias, dan tanjung hanya sedikit nama yang bisa disebutkan mengisi taman itu.

"Taman ini favorit kami karena lokasinya dekat rumah. Ada pepohonan yang rindang sehingga anak-anak bisa bermain tanpa kepanasan," ujar Vanda, salah satu penghuni perumahan Kebayoran Terrace, Distrik Kebayoran Residence, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan. Taman dengan fasilitas bermain anak, tempat duduk yang lapang, lingkungan bersih, dan tak bising ini membuat ibu dua anak itu tak bosan mendatanginya.

Manajer Promosi dan Riset Pengembangan Produk Bintaro Jaya, Prabantoko, menyebutkan konsep taman ini setidaknya harus memenuhi delapan kriteria Totally Green Park yang ditetapkan pengembang. Di antaranya konsep perencanaan taman yang indah, aman, nyaman, dan ramah lingkungan karena bisa dicapai dengan jalur pedestrian ataupun jalur sepeda (bike lane).

Bangunan pos jaga di taman itu pun peduli lingkungan karena menggunakan lampu bertenaga surya. Selain itu, tempat sampah terpisah antara yang organik dan non-organik. Komposter untuk mengurai sampah daur ulang pun tak sulit ditemukan.

Jalur pejalan kaki dan jogging track yang lebih tinggi ketimbang jalan raya juga menambah rasa aman para pejalan kaki. Suasana yang hijau tak hanya ada di taman, tapi juga di pekarangan tiap rumah. Hal itu menambah asri pemandangan dan kesegaran udara perumahan besutan PT Jaya Real Property ini.

Cluster Kebayoran Terrace, yang mulai dihuni pada 2009, mengalokasikan separuh total areanya seluas 2,34 hektare untuk ruang terbuka hijau dan sisanya sebagai kawasan hunian. Nah, selain karena konsep hijau di area publik yang ditawarkan pengembang yang sudah malang-melintang selama 40-an tahun ini, Vanda memilih permukiman ini karena desain rumahnya ramah lingkungan.

Hal itu terlihat dari banyaknya ventilasi dan jendela yang membuat penghuni tak lagi mengandalkan penyejuk udara. Banyaknya bukaan ini membuat pencahayaan dari luar bisa dimaksimalkan. "Saya tak banyak mengubah desain awal karena taman di depan dan belakang rumah dengan banyak tanaman ini yang kami inginkan."

Adapun Dita, penghuni lain, mengaku tertarik tinggal di kawasan tersebut karena konsep ramah lingkungan yang ditawarkan ternyata diaplikasikan dengan optimal. Sistem pengelolaan air, sanitasi, dan pengolahan limbahnya pun ditangani secara mandiri di kawasan. "Tidak waswas kalau hujan besar," katanya. Apalagi seluruh jalan cluster sudah menggunakan paving block, yang sifatnya menyerap air.

Lebih jauh Prabantoko menjelaskan, sistem drainase kawasan intinya mengantisipasi kerusakan lingkungan dan banjir. Caranya dengan membuat lubang biopori, sumur resapan, dan polder untuk mengurangi aliran air permukaan sehingga lebih banyak air yang dapat terserap dan disimpan di dalam tanah. "Air itu pula yang digunakan untuk menyiram tanaman dan membersihkan jalan," tuturnya.

Sedangkan pengelolaan limbah mulai dilakukan dengan tiga cara. Ketiga cara itu adalah mengolah air kotor menggunakan bio septic tank, mengolah sampah vegetasi menggunakan komposter, serta memilah sampah organik dan non-organik.

Karena pemilahan sampah melibatkan para penghuni kawasan dalam agenda kerja bakti secara periodik, selain sifatnya berkelanjutan, hal itu mengeluarkan ide-ide yang sebelumnya tak terpikirkan. Salah satunya ide bank sampah, yang pada intinya memilah sampah daur ulang dan non-organik.

Sampah organik bisa langsung dibawa truk sampah dan sampah non-organik bisa diolah kembali menjadi barang. Tercatat beberapa kali dalam sebulan PT Unilever Indonesia, yang memang memiliki program daur ulang sampah, mengambil sampah non-organik ini.

Wakil Ketua Realestat Indonesia Meiko Handojo menilai sikap gotong-royong para penghuni melalui konsep e-community yang diusung Kebayoran Terrace ini memberi nilai tambah signifikan dalam konsep hunian ramah lingkungan. "Ada kegiatan pembuatan lubang biopori, penanaman pohon, pemilahan sampah, hingga pembuatan bio septic tank yang melibatkan masyarakat," tuturnya. "Komplet."

Selain itu, menurut Meiko, pengembang terbukti serius menata kawasan permukimannya agar dekat dengan alam dengan menyediakan green space dan blue space dalam jumlah besar. Green space artinya ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota dan blue space mewujudkan konsep pengelolaan air mandiri.

Meiko menambahkan, pemilihan bahan bangunan untuk kawasan ini tergolong ramah lingkungan terlihat dari penggunaan baja ringan yang memungkinkan transfer panas yang lebih lama ketimbang kayu. Selain itu, dinding dari bata ringan, kusen pintu menggunakan bahan aluminium, serta genting dan lantai dari keramik, yang lebih awet.

Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat, Lana Winayanti, menyebutkan poin tambahan bagi kawasan Kebayoran Terrace adalah adanya upaya menciptakan Transit Oriented Development (TOD). Konsep ini mengoptimalkan penggunaan transportasi publik dan ruang terbuka hijau dengan menggunakan simpul kepadatan tinggi.

Kawasan permukiman ini, selain mendorong penggunaan Stasiun Jurangmangu sebagai bagian intermoda, menyediakan bus peng-umpan Intrans Bintaro dan Trans Bintaro bagi pengguna kereta, bus Transjakarta, dan sarana angkutan umum lain. Bukan tak mungkin konsep TOD bisa menduplikasi sistem serupa yang terbukti efisien di Singapura. "Ketergantungan akan mobil bisa berkurang," kata Lana. "Itu yang jarang dipikirkan para pengembang saat ini."

Dengan sejumlah fasilitas super-komplet, kiranya wajar jika harga jual rumah di kawasan tersebut cukup tinggi dan terus meningkat, hingga kini ditaksir sekitar Rp 3,7 miliar per unit untuk tipe dua lantai minimalis. "Kalau ditanya kekurangannya apa, ya harganya. Meskipun soal harga itu relatif, tergantung orang, ya," kata Dita sambil tersenyum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus