Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bara Api di Konsesi Perusahaan

Kebakaran hutan dan lahan selama tiga bulan terakhir terjadi di area konsesi perusahaan. Ada motivasi terselubung di baliknya.

14 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Area kebakaran lahan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dokumentasi Greenpeace

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kebakaran hutan dan lahan ditemukan banyak terjadi di area ratusan konsesi perusahaan.

  • Ditemukan pola serupa dalam kebakaran hutan dan lahan di wilayah konsesi perusahaan.

  • Ada dugaan kesengajaan di balik kebakaran hutan dan lahan di area konsesi perusahaan.

JAKARTA – Belgis Laela Noor Habiba mendapat informasi adanya kebakaran hutan dan lahan di area konsesi milik PT NJP di Desa Madu Sari, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, pada 1 September lalu. Informasi itu ia peroleh dari seorang tokoh masyarakat Desa Madu Sari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah mendapat informasi itu, Belgis dan Tim Cegah Api Greenpeace Indonesia bergerak ke Madu Sari untuk memadamkan kebakaran lahan tersebut. Di lokasi, juru kampanye hutan pada Tim Cegah Api Greenpeace Indonesia ini mendapat informasi bahwa asal mula kobaran api diduga berada di dekat area konsesi PT NJP. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belgis mengatakan Greenpeace memastikan informasi itu dengan mengeceknya melalui citra satelit. Hasilnya, beberapa titik panas ditemukan di area konsesi PT NJP. "Hanya dalam waktu tiga hari, kebakaran sudah melahap sekitar 80 hektare lahan gambut di daerah itu," kata dia, Rabu, 13 September 2023.

Belgis menyebutkan kebakaran lahan gambut dalam area konsesi PT NJP sudah berulang kali terjadi. Kebakaran, misalnya, juga terjadi di area perkebunan sawit itu pada Agustus lalu. Belgis dan tim dari Greenpeace yang tengah berada di Kubu Raya pun terjun ke lapangan untuk memadamkannya.

Satgas gabungan pemadam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berupaya memadamkan api yang membakar hutan dan lahan di Kelurahan Patuk Katimpun, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 29 Agustus 203. ANTARA/Auliya Rahman

Jilatan api di lahan gambut tersebut mereda setelah turun hujan. Tapi lahan gambut di area tersebut kembali mengering beberapa hari setelahnya sehingga terjadi lagi kekabaran. Hingga kini, kobaran api di lahan gambut dalam area konsesi PT NJP itu belum betul-betul padam. "Asap selalu mengepul meski lahannya sudah digenangi air karena bara ada di dalam tanah," ujar Belgis.

Sesuai dengan pantauan Belgis dan tim, ditemukan banyak titik kebakaran hutan dan lahan di Kubu Raya. Secara umum, luas lahan yang terbakar di Kalimantan Barat mencapai 5.768 hektare. Sebagian area yang terbakar berada di area konsesi perusahaan.


Baca juga:
Biang Asap di Tahun Politik
Kasus ISPA Meningkat Akibat Karhutla
Ronda Kebakaran Hutan di Kubu Raya


Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebenarnya sudah mengetahui kebakaran lahan di area konsesi perusahaan ini. Bahkan Kementerian Lingkungan Hidup sudah menyegel lokasi kebakaran hutan di empat perusahaan di Kalimantan Barat pada 3 September lalu. Keempat perusahaan itu adalah PT MTI Unit 1 Jelai seluas 1.151 hektare, PT CG 267 hektare, PT SUM 168 hektare, dan PT FWL 121 hektare.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, mengatakan pihaknya tengah menyelidiki penyebab kebakaran lahan di area konsesi keempat perusahaan tersebut. "Saya sudah memerintahkan seluruh kantor balai penegakan hukum, baik di Sumatera maupun Kalimantan, terus memonitor dan melakukan verifikasi lapangan serta penyelidikan atas terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada area konsesi perusahaan ataupun lokasi yang dikuasai oleh masyarakat," kata dia lewat keterangan tertulis, 3 September lalu. 

Rasio menyatakan penyegelan tersebut seharusnya menjadi perhatian perusahaan. Sebab, perseroan dapat dikenai sanksi administrasi berupa pembekuan dan pencabutan izin hingga digugat perdata dan pidana. 

Made with Flourish

Kebakaran Hutan di Area Konsesi Meningkat

Organisasi masyarakat sipil sesungguhnya menemukan angka kebakaran hutan dan lahan di area konsesi perusahaan di Kalimantan Barat yang lebih luas dibanding temuan Kementerian Lingkungan Hidup. Misalnya, Greenpeace Indonesia menemukan puluhan ribu sebaran titik panas atau hotspot lewat citra satelit selama periode Agustus hingga 3 September lalu.

Organisasi nirlaba pemantau lingkungan ini menganalisis menggunakan data BRIN Fire Hotspot dengan semua tingkat kepercayaan. Hasil analisis itu itu diperkuat dengan menganalisis citra satelit untuk mengidetifikasi area terbakar (burned area). 

Pengkampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengatakan lembaganya memetakan sebaran hotspot di 34 provinsi pada periode 1 Juli hingga 3 September 2023. Mereka menemukan 126.146 hotspot yang tersebar secara sporadis di seluruh provinsi. Titik panas terbanyak berada di Kalimantan Barat, yang mencapai 37.967 titik.

"Sebagian besar titik panas itu muncul di lokasi yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, terutama di wilayah gambut yang mengalami kerusakan," ujarnya.

Iqbal menuturkan sekitar 27,5 persen atau 34.797 titik panas berada di wilayah ratusan konsesi perusahaan. Angka persisnya, titik panas itu berada di 922 izin konsesi korporasi sawit dan 209 izin konsesi perusahaan hutan tanaman.

Data ini menunjukkan bahwa kebakaran lahan berlangsung di area konsesi korporasi pada setiap satu banding empat (1 : 4) titik panas yang muncul. Jumlah ini diprediksi terus bertambah, mengingat kebakaran lahan masih berlangsung hingga kini dan kemarau belum mereda.

Greenpeace juga berupaya membuktikan bahwa sebaran titik panas itu merupakan kebakaran hutan dan lahan. Caranya, mereka memetakan satu per satu hamparan lahan dan hutan yang telah berubah dipenuhi abu atau burned area. Hasilnya, setidaknya hingga 3 September lalu, ditemukan 15.485 hektare lahan dan hutan yang terbakar tersebar di sembilan kabupaten di Kalimantan Barat. Sembilan kabupaten itu adalah Kubu Raya, Kayong Utara, Ketapang, Bengkayang, Landak, Pontianak, Pesisir Selatan, serta Singkawang dan Pontianak.

Dari angka tersebut, sekitar 7.805 hektare luas burned area berada di 28 area konsesi perusahaan sawit dan 2 area konsesi perusahaan hutan tanaman. Perusahaan itu di antaranya PT NJP dan PT SUM.  "PT SUM ini sudah kami laporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup sejak 2021 karena terdapat burn area yang berulang dan baru kali ini ditindaklanjuti," ujar Iqbal.

Menurut Iqbal, lembaganya menemukan pola kebakaran yang berulang di wilayah konsesi perusahaan, khususnya di kawasan hidrologis gambut (KHG). Kondisi itu diduga terjadi akibat lahan gambut menjadi kritis setelah perusahaan membangun kanal-kanal pengering air. Padahal korporasi bertanggung jawab menjaga tinggi muka air pada kedalaman kurang dari 40 sentimeter di wilayah gambut. Pemerintah pun memiliki kewajiban merestorasi gambut.

Yayasan Madani Berkelanjutan juga menerbitkan laporan yang serupa dengan temuan Greenpeace. Organisasi itu menemukan 262 ribu hektare area indikatif terbakar pada kurun waktu 1 Januari hingga 21 Agustus 2023. Angka ini sudah melampaui luas hutan dan lahan terbakar yang pernah dicatat Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun lalu, yaitu mencapai 204 ribu hektare. 

"Ini karena terdapat lonjakan kebakaran cukup ekstrem pada Agustus lalu, terutama di wilayah Kalimantan Barat yang naik 30 kali lipat, dari 2.165 hektare pada Juni menjadi 63.456 pada Agustus," kata Sadam Afian, Legal Officer Madani Berkelanjutan.

Metode pemetaan Madani Berkelanjutan menggunakan area indikatif terbakar yang dianalisis berbasis sebaran titik panas di satu wilayah. Permodelan ini serupa dengan burn scar yang juga diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dengan persentase kemiripan 82-97 persen. Dengan demikian, metode analisis ini dinilai tepat untuk mengetahui adanya potensi kebakaran hutan dan lahan.

Sadam menyebutkan, dari 262 ribu hektare area indikatif terbakar, Madani menemukan 96.881 hektare di antaranya berada di wilayah konsesi perusahaan perkebunan sawit, migas, pertambangan, dan industri kehutanan. Kemudian 16.085 hektare lahan berada di konsesi perusahaan yang tumpang tindih. 

"Pada saat kebakaran di area konsesi perusahaan melonjak, justru ada kecenderungan kebakaran di luar konsesi mengalami penurunan," ujar Sadam.

Petugas kepolisian memadamkan api yang membakar lahan di Desa Pelintung Kecamatan Medang Kampai Dumai, Riau, 2 Mei 2023. ANTARA/Aswaddy Hamid

Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, Wahyu A. Perdana, ikut mengamati lonjakan signifikan kebakaran hutan dalam beberapa bulan belakangan. Khusus pada area KHG, mereka mencatat 15.302 sebaran hotspot pada periode 1-12 September 2023. "Titik panas itu tersebar di wilayah kubah gambut atau KHG yang ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan beberapa daerah lain," kata Wahyu.

Pantau Gambut menemukan 6.700 titik panas di fungsi lindung ekosistem gambut selama Agustus lalu. Kondisi itu diduga terjadi karena tinggi muka air di lahan gambut sudah tak terjaga. Padahal Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sudah tegas mengatur fungsi lindung di lahan gambut dengan tetap menjaga tinggi muka airnya. 

Menurut Wahyu, lembaganya juga menemukan tiga perusahaan diduga sengaja membuka lahan di wilayah KHG dengan membakar. Tim Pantau Gambut memastikannya dengan mengecek ke sejumlah lokasi kebakaran lahan tersebut pada periode 19-30 Agustus lalu. 

Ketiga perseroan tersebut merupakan perusahaan perkebunan sawit yang diduga kerap terlibat pembakaran hutan dan lahan. Namun, kata Wahyu, Kementerian Lingkungan Hidup tidak menindak ketiga korporasi tersebut.

Made with Flourish

Motivasi Terselubung di Balik Kebakaran Hutan

Pakar forensik kebakaran lahan dan hutan Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo, sering kali menemukan kasus-kasus pengulangan kebakaran di area konsesi perusahaan. Ia menduga kebakaran lahan di area konsesi perusahaan sengaja dilakukan untuk menghemat biaya pembukaan lahan. 

"Dari pengakuan pelaku, mereka harus mengeluarkan biaya Rp 50 juta per hektare untuk membuka lahan tanpa membakar. Kalau dengan membakar, itu lebih hemat karena hanya butuh biaya sekitar Rp 10 juta per hektare," kata Bambang, kemarin.

Bambang juga menemukan motivasi lain perusahaan. Ia menduga perusahaan sengaja membakar lahan kebun sawit agar bisa mengklaim dana asuransi. Caranya, perusahaan membakar lahan yang baru ditanami sawit. Lalu perusahaan itu mengklaim asuransi atas tanaman sawit yang mati. Kasus ini pernah ditemukan Bambang ketika menjadi saksi ahli dalam pengusutan kasus pidana kebakaran di sejumlah provinsi.

Tempo berupaya meminta penjelasan Rasio Ridho Sani mengenai berbagai temuan organisasi masyarakat sipil ini. Tapi dia tak bersedia menjawab pertanyaan Tempo dengan alasan masih sibuk. "Besok, ya, karena sedang meeting," kata dia, kemarin. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup, Nunu Anugrah, juga belum merespons pertanyaan Tempo.

Sebelumnya, Nunu menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup lewat tim Manggala Agni serta Satuan Tugas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan sudah menangani lebih dari 46 lokasi kebakaran hutan dan lahan. "Kebakaran tidak mengenal waktu siang dan malam. Peran petugas melakukan pemadaman," ujarnya.

AVIT HIDAYAT | HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus