Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bungkusan-bungkusan christo

Karya seni baru kebanyakan lahir di as, antara lain christo, terkenal dengan seniman bungkus. ia menstranformasikan benda-benda buatan manusia kepada fenomena alam. karya-karyanya cukup menggemparkan.(sel)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GERAKAN, aliran, atau mazhab memudar dan muncul di gelanggang seni modern Barat. Untuk dapat mengamati yang baru, lihat saja apa yang dibuat para seniman itu. Justine Dane, misalnya, bekerja sama dengan Westinghouse menciptakan kilat bikinan manusia, dan menata awan sedemikian rupa untuk membuat angin puyuh. Robert Barry membikin 'lukisan' dengan garis-garis kasat mata, yang terbuat dari radiasi. Hans Hacke, seniman Jerman yang sekarang bekerja di Amerika Serikat, dalam pada itu menyiapkan karya-karya yang mengetengahkan proses percampuran air dengan minyak, pertumbuhan rumput, dan pembekuan es. Sedangkan, seorang seniman Inggris menciptakan hasil berjudul Lubang di Dalam Laut, yang dipuji seorang kritikus sebagai "karya yang punya konsep sangat indah lagi puitis". Sebuah tabung plastik ditancapkan di pantai. Omhak datang menerpa tabung dan dari atas lubang tabung dibuat film. Hasilnya, itulah 'lubang di dalam laut' . . . Karya seni-baru kebanyakan lahir di merika Serikat. Negeri yang berskala serba besar ini, selain mempunyai daerah-daerah yang masih tak berpenghuni, juga merupakan tempat dana yang besar untuk karya-karya yang tidak bisa diharapkan langsung mengembalikan ongkos pembuatan. Sejajar dengan semangat eksperimen yang menjadi ciri kesenian Amerika seusai Perang Dunia, semua potensi itu mendukung meningkatnya kegiatan ini. Semua karya jenis itu punya kesamaan. Para penciptanya secara esensial menentang anggapan terhadap alam sebagai kekuatan yang berhadapan dengan lingkungan budaya kota yang rasional . Dan dengan sikap itu mereka mentransformasikan benda-benda buatan manusia kepada fenomena alam. Sehingga. meski berbeda-beda pendekatan atau barang yang digunakan para pelukis pemandangan generasi baru ini beranggapan sama - bahwa pencapaian dan penggunaan hasil teknologi adalah sikap bersekutu yang wajar. Di antara para pencipta seni modern ini, ada seorang tokoh, yang selama dua dekade terakhir sering menggemparkan dengan karyakaryanya yang kolosal serta cara penyajian yang unik. Dialah Christo Javacheff Vladimorov. Ia lahir 193 di Gabrovo, Bulgaria, dan sejak 1973 menjadi warga negara AS. Ia pernah membungkus air mancur dan sebuah menard abad pertengahan. Museum-museum besar seni modern juga dibungkusnya. Tidak hanya itu malah pantai dibungkusnya pula. Belajar di Akademi Seni Rupa Sofia 1952-1956, seniman bungkus ini dulu berangkat ke Praha, Cekoslovakia, untuk memperdalam seni rupa sambil bekerja di teater Cburian . Tidak lama. Ketika revolusi Hungaria pecah, ia tinggalkan Ceko untuk menyelinap ke Wina, dan masuk akademi seni rupa di sana selama satu semester 1957. Setahun kemudian, ia tiba di Paris, Ialu ikut dalam sebuah pameran bersama yang diorganisasikan oleh gerakan realisme baru. Ciptaannya waktu itu patung-patung dari botol dan kaleng bekas. Pada 1962 Christo membuat kegemparan pertama. Jalan Visconti di Paris dia blokir dengan tumpukan drum minyak. Lalu lintas macet. Dan susunan drum kosong itulah karyanya- sebuah monumen yang diberi judul Tirai Besi. Setelah beberapa kali membuat karya semacam, tahun itu juga Christo mulai mencipta karya seni bungkus-membungkus itu. Pembungkusnya plastik transparan. Berbagai benda lain yang pernah dibungkusnya: sepeda, sepeda motor, rambu lalu lintas, mobil, juga wanita-wanita model. Dari benda-benda yang relati kecil, christo mencari sasaran yang lebih besar. Ia ciptakan sebuah bungkusan raksasa, lengkap dengan talitemalinya, dan ia letakkan di Pelabuhan Cologne. Karya ini ia beri nama Bungkusan di Piuggir Dok. Cristoh pindah ke New York pada 1964. Di sana ia membuat gebrakan pertama dengan mendirikan tiruan sebesar aslinya - sebuah etalase toko yang kaca-kacanya ditutupi dari sebelah dalam. Sedang dari sebelah luar, ia membual gang-gang panjang dengan jendela-jendela yang juga terbungkus, berlanjut pada gang-gang bagian dalam gedung. Semuanya tiba-tiba menampilkan sebuah 'kamar besar yang kosong dengan dindingnya yang kosong pula". Ruang itu punya pintu-pintu, tapi tak satupun menuju sesuatu. Karya-karya semacam itu mencapai puncaknya ketika Christo menciptakan Corridor Store Front. Ia menggunakan ruang tidak kurang dari 140 m2. Itu tahun 1968. Dan dalam festifal tahun ini juga di Spoleto, Italia, ia membungkus sebuah air mancur dan menara kuno, kemudian pergi ke Bern, Swiss, untuk membungkus sebuah museum,. Juga, tak lama kemudian, museum seni modern di Chicago -- yang untuk membungkusnya dibutuhkan tiga kilimeter tali. Tahun 1968 memang banyak ditandai karya Christo. Tahun ini juga ia berhasil mengudarakan paketnya yang lebih besar dibanding masa-masa sebelumnya. Ciptaan semacam ini memang ia sebut 'paket udara', dan pertama kali dibuatnya pada 1966 untuk Museum Stedelijk van Abhe di Eindhoven, Belanda. Sebuah bulatan plastik dan tali-temali bergaris tengah 5 m melayang di atas museum itu, diikat dengan kabel. Setelah membuat barang yang sama untuk Pusat Seni Walker di Minneapolis, dengan judul Paket 1.200 Meter Kubik, Christo membuat yang terbesar untuk Documenta- 4 - pameran seni garda depan internasional di Kassel, Jerman Barat. Dengan judul Paket5.6OO Meter, wujudnya berupa cerobong plastik dan tali setinggi 85 m, bergaris tengah 10 m, diikat dengan kabel-kabel yang terpancang pada enam buah fondasl beton, dan disusun melingkar dengan garis tengah 275 m. Jenuh dengan bangunan dan paket-paketan, dan setelah sebentar tertarik untuk menutupi lantai Museum Seni Kontemporer Chicago seluas 260 m2 dengan kain pada 1969, Christo beralih kepada alam dan pemandangan. Tahun itu juga ia pergi ke Australia, dan menemukan lokasi yang ideal bagi karyanya. Itulah sebuah teluk dekat Sydney, dengan pantai yang indah, penuh karang dan batu berbagai bentuk. Bagian pinggir pantai yang berbatu-batu itu ia bungkus dengan kain pengendali erosi, dengan ikatan tali sepan- jang 58 km. Proyek yang memakan biaya Rp 120 juta itu, yang ia beri nama Bungkusan Pantai, meliputi bidang seluas 90.000 m2. Dari karya dengan skala dan biaya besar yang satu, Christo selalu melangkah ke yang lebih besar lagi. "Sangat penting," katanya, "gerakan yang di namis akan berakhir pada sebuah obyek. Dan karena dinamika pula, semangat kontemporer harus tidak berhenti di satu obyek itu. Bila satu saat saya menghentikan gerak dinamis ini, saya telah bersikap seperti seniman konvensional!" Pernyataan itu tidak ditujukan kepada siapa pun hanya sebuah keterangan tentang dirinya sendiri, yang kalau dinilai dari seluruh sikap dan sepak terjangnya dalam berkarya memang terasa jujur. Ide, imajinasi, serta cara yang ditempuh dalam mewujudkan karya-karyanya telah menunjang kebenaran pernyataannya tentang hubungan dinamisme dengan selera kontemporernya. Ketika menjadi seniman tamu pada Pusat Seni Kontemporer di Aspen, Colorado, 1970, Christo mencari lokasi guna pelaksanaan gagasannya: menutup lembah antara dua bukit dengan tirai. Setelah menemukan lembah yang dimaksud, ia segera melakukan pendekatan ke pihak-pihak yang bersangkutan. Penduduk sekitar lembah segera menyambut gagasannya. Bukan saja karena penampilan Christo simpatik, ramah, serta pandai meyakinkan orang. Tapi tampaknya juga karena mereka mengharapkan wisatawan datang berbondong-bondong ke daerah mereka. Meski demikian, tantangan pertama datang dari para pencinta alam dan kelestarian lingkungan, yang di Amerika Serikat merupakan kelompok kuat dan berwibawa. Mereka beranggapan, tirai itu akan mengganggu kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan di daerah tersebut. Christo tidak menyerah. Ia mendatangkan seorang sarjana biologi untuk meyakinkan mereka bahwa anggapan itu tidak berdasar. Hambatan berikutnya dari jawatan lalu lintas jalan raya negara bagian setempat. Mereka keberatan tak lain karena proyek tersebut akan melalui jalan raya. Meski Christo telah merencanakan membuat rongga, agar lalu lintas tetap lancar, jawatan tetap tidak menyetujui. Kalau konstruksi tirai itu runtuh, misalnya, dan menimpa kendaraan yang sedang lalu-lalang di jalan, bagaimana? Christo tak kehilangan akal. Dengan biaya yang tambah membengkak ia memanggil sebuah konsultan bangunan yang ternama- untuk mempelajari kemungkinan yang dikhawatirkan jawatan tersebut. Hasilnya positif. Konstruksi bangunan tirai dijamin tidak akan runtuh. Toh LLAJR tetap belum bisa menerima. Proyek bisa dilanjutkan asal Christo bersedia membeli asuransi ekstra Rp 1,5 milyar. Christo membayar. Pekerjaan dimulai Juli 1971. Sebuah perusahaan bangunan disewa untuk perentangan kabel baja berat melitasi lembah. Kurang lebih 19.000 m2 kain nilon oranye cerah disiapkan sebagai tirai. Tetapi, setelah kurang lebih tiga bulan pekerjaan digarap, angin kencang merobek kain itu. Seniman ini bandel juga. Tirai baru disiapkan, dan pekerjaan dimulai kembali. Akhirnya, Agustus 1972, proyek selesai. Lahirlah sebuah karya seni, katakanlah sebuah 'lukisan pemandangan' versi Christo, berjudul Tirai Lembah. Di luar ongkos asuransi, proyek ini menelan Rp 850 juta. Upacara pembukaannya dihadiri para wartawan, kritikus seni, pembuat film, dan segenap penduduk sekitar. Sebuah film dokumenter dibuat dengan judul Tirai Lembah Christo. Sayangnya, tirai yang direncanakan dipajang satu bulan itu di hari berikutnya sudah dirobek angin. Christo kemudian memusatkan perhatian untuk karya yang telah lama menjadi idaman hati. Ini: membuat pagar dengan rentangan kain nilon sepanjang 23,5 km di Kalifornia Utara. Sambil mengkonsolidasikan persiapan karya besar itu, ia sempat menciptakan dua karya Dinding Pertama - sebuah dinding yang dibungkus, di Roma. Dan kedua Pantai Samudra: kain seluas 14.000 m2 digantung di atas Samudra Atlantik, di lepas pantai Newport, Rhode Island. Pada April i976, Christo memulai proyeknya di Kalifornia yang diberi judul Running Fence itu. Karya itu telah ia angankan sejak 1968. Dalam sebuah artikel tentang karya-karya Christodi majalah Art in America, Jonathan Fineberg, kritikus seni modern dan guru besar sejarah kesenian di Yale, sangat banyak mengulas Running Fence itu. Christo biasanya tidak banyak bicara tentang maksud atau isi karya-karyanya. Ia lebih suka membicarakan mekanisme persiapan teknis. Kebanyakan penulis tentang karyanya juga cenderung memilih pendekatan yang sama. Contoh terbaik bisa dilihat pada publisitas sekitar pembuatan pagar nilon sepanjang 23,5 km itu yang menurut Jonathan Fineberg panjangnya 24 mil, dengan tinggi 18 kaki, terdiri dari pita-pita kain putih. Karya itu melintasi puluhan tanah pertanian, menyusuri tepian rumah-rumah, melompati sepuluh jalan raya, menembus pusat keramaian kota, terus menjalar sampai ke Samudra Pasifik di pantai Bodega, sebelah utara San Francisco. Meski ia hanya berumur dua minggu, seluruh media datang meliput proyek itu. Dari jaringan televisi, koran, majalah, sampai penerbitan khusus, seperti dari perusahaan industri pagar, majalah jogging dan banyak lagi yang lain, semua turut sibuk menulis. Sebuah artikel khusus mengupas cara Christo mendapatkan izin, yang lain menelaah "manfaat Running Fence bagi para pencinta jogging. " Namun, tiap artikel yang ditulis dari sudut pandang masing-masing itu tetap berpijak pada kenyataan yang ada pada karya itu saja. Boleh dikata sangat sedikit yang berusaha memaparkan spekulasi tentang karakter senimannya, atau mencoba menggali arti lebih dalam yang dikandung sang karya. Dan kemudian lahirlah, 1983, Semut-semut Merah. Tak kurang dari 11 pulau di Teluk Biscayne, antara Miami dan Miami Beach, AS, dilingkarinya dengan plastik merah. Proyek yang di persiapkan selama 30 bulan ini di bulan Mei telah menyelesaikan beberapa pulau, seperti bisa dilihat gambarnya di halaman terakhir laporan ini. Sumber tulisan ini, juga Jonathan Fineberg, yang bicara banyak tentang Running Fenceitu, belum sempat melihat karya kolosal yang menelan biaya US$ 3,1 juta alias lebih dari Rp 3 milyar ini . Tidak berbeda dengan karya besar seni rupa lain, yang membutuhkan rancangan, baik konstruksi maupun detil obyek, karya Christo juga dipersiapkan dengan akurat. Christo tidak hanya membuat sketsa-sketsa bagan dan persiapan teknis lain, tapi juga menyelesaikan soal-soal nonteknis. Ia selalu siap mental menghadapi rintangan. Menurut Jonathan Fineberg, Christo juga menemukan "percabangan antardiri yang tercipta dengan sendirinya oleh proses proyek, efek sosial, perdebatan dalam sidang untuk mendapatkan izin, dan nuansa pada karya seni itu sendiri." Pemerintah Amerika Serikat pada akhir1960-an memutuskan, untuk tiap kegiatan yang mengakibatkan dampak besar terhadap lingkungan hidup harus dibuat laporan khusus untuk pertimbangan mendapat izin. Jalur pipa Alaska, atau pelabuhan udara Dallas, misalnya, diharuskan membuat laporan tersebut. Dan Running Fencea adalah satu-satunya karya seni yang diharuskan menyiapkan laporan serupa. Christo tidak mengeluh, atau merengek-rengek atas nama seni, seperti sering dilakukan rekan-rekannya di seluruh dunia bila menghendaki fasilitas. Ia menghabiskan Rp 39 juta, hanya untuk menyiapkan laporan, dengan mengerahkan 15 ilmuwan dan menghabiskan waktu delapan bulan. Laporan itu menjadi buku setebal450 halaman. Ketika buku siap, 200 kopi dikirimkan ke berbagai instansi untuk mendapat tanggapan. Dan setelah memberikan keterangan di 17 sidang dengar pendapat plus tiga kali dengar pendapat lain di depan Mahkamah Agung Kalifornia, serta melakukan anjangsana ke berbagai pihak, termasuk para tokoh masyarakat dan penduduk setempat, ia mendapat izin memulai proyek. Tapi jangan dikira semua hambatan hanya datang dari luar kalangan seni. Untuk Running Fence Christo justru berhadapan dengan para seniman yang menentangnya. Mereka membentuk komite untuk menghentikan proyek tersebut. Mereka mengatakan, Running Fence sama sekali bukan karya seni melainkan sebuah proyek popularitas diri belaka. Bisa dibayangkan betapa sulit kedudukan Christo dalam menghadapi oposisi yang sebuah ini. Kesenian Christo memang agak sulit digunjingkan bobotnya. Semua langkahnya menunjukkan, dia bernapas dan berkemampuan secara tak diragukan. Misalnya soal membiayai karya-karyanya yang besar itu. Christo tidak mencari sponsor. Ia mengumpulkan uang dari menjual karya-karya lukisnya - yang bukan ekspresionis abstrak, cirinya yang baku - kepada galeri-galeri terkenal. Kemudian mendirikan sebuah perusahaan yang ia sendiri pemili k saham tunggalnya. Perusahaan yang khusus didirikan untuk menangani pelaksanaan proyek sampai selesai ini diurus istrinya, Jeanne Claude de Guillebon, wanita Prancis yang dinikahinya November 1959. Ia memang mengurus sernua soal keuangan, promosl, dan administrasi proyek-proyek sang suami - di samping memberinya seorang anak laki-laki 23 tahun dan sebuah kehidupan yang tampak bahagla. Dari kenyataan dan langkah tersebut, dua hal bisa dilihat. Pertama, Christo membuktikan ia bukan seniman ekspresionis mendadak, dengan tingkah polah aneh yang hanya dimaksud untuk menarik perhatian. Ia mampu menghasilkan lukisan-lukisan 'formal' yang mahal harganya. Kenyataan lain bahwa ia mendirikan perusahaan khusus untuk merealisasikan karyanya membuktikan Christo bercita rasa modern, tahu manfaat organisasi, dan memahami keseluruhan aspek sosial, politik, ekonomi, serta mengerti hal-hal yang harus dilakukan. Ia mulai dengan menyuguhkan rancangan proses realisasi proyek dengan gambar, sketsa, atau kolase kepada pihak yang belum diketahui setuju tidaknya terhadap idenya. Semua yang membaca rancangan itu, baik kolektor, orang museum maupun pejabat pemerintah, menjadi terlibat dalam gagasannya. Dan ketika dialog antara mereka berkecamuk, Christo dengan tenang mulai 'merakit' karyanya dengan mengumpulkan petikan-petikan pendapat yang dianggapnya benar, dan meneruskan rancangan dengan selera dan kekuatan sendiri. "Maka proyek pun mulai merintis hidupnya dengan nyawanya sendiri," kata Christo tentang proses penciptaannya. "Mirip anak-anak yang lepas dari jangkau asuhan kita. Kami mengerahkan segala tipe spesialis, tapi proyek membanguN dirinya sesuai dengan realitas proses, yang sama sekali di atas segala yang bisa saya angankan." Contoh berikutnya adalah soal dokumentasi proyek. Mengingat tiap ciptaan yang berupa proyek besar tidak mungkin permanen, Christo bekerja rapi untuk mendokumentasikan seluruh prosesnya. Dokumen itu kemudian disusun menjadi buku, dengan Christo sendiri sebagai editor, berisi foto dan arsip, dicetak sesuai dengan aslinya untuk menun jukkan perkembangan tiap tahap. Pilihan dari korespondensi dengan para pengacara, kontraktor, insinyur, serta foto-foto konstruksi atau orang-orang yang terlibat dalam pengerjaan, semua membuahkan semacam ensiklopedi kronik proyek tersebut. Seperti karya itu sendiri, buku ini akhirnya merupakan potret mekanisme teknologi yang efektif. Lebih merupakan sebuah bank data daripada sebuah literatur, tanpa bumbu komentar yang bisa merusakkan keaslian. Sebab, bila buku seperti itu berisi esei, misalnya, akan terjadi narasi-deskriptif atau bahkan kritik yang spekulatif. Buku itu pun lahir sebagai "karya seni tersendiri". Salah satu pendapat Christo yang sangat menarik Jonathan Fineberg ialah, "seseorang hendaknya tidak memastikan bahwa karya seni yang diamatinya menyuguhkan apa yang ia kira disuguhkan. Sebab orang lain dengan pengalaman dan persepsi yang lain pula - juga mengira yang diamati itu menyuguhkan sesuatu, yang sama sekali lain dengan yang dikira pengamat pertama. Pernyataan Christo ini, meski sebenarnya tak baru, menurut Jonathan "bisa mempermudah pengertian kita untuk menghayati karya-karyanya." Untuk Running Fence dan Tirai Lembah Christo berkomentar begini: "Para petani dan peternak di Kalifornia serta koboi di Colorado sama mengerti, karya seni yang mereka nikmati bukan hanya terdiri dari kain, plastik, baja, dan kawat. Hadir juga bukit-bukit, angin, rasa takut, dan lain sebagainya. Mereka benar-benar tak kuasa memisah-misahkan emosi yang sedang bergaung. Karya ini hasil ekspedisi berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. " Sangat menggembi rakan bahwa apresiasi para peternak dan petani cukup kompleks - tidak hanya dari segi formal, juga tidak dari sudut perasaan manusianya saja. "Mereka padukan pandangan-pandangan itu menjadi satu, hingga mereka dapatkan di sana sapi-sapi mereka, langit serta bukit maupun gudang dan kandang, juga orang-orang, yang tak lam adalah bagian dari Running Fence. " Untuk itu biaya Rp 2,25 milyar yang dihamburkannya tanpa keuntungan apa pun, seperti dinyatakan jawatan pajak - bagi dia sudah tentu tak sia-sia. Christo juga menyatakan, "kami mencoba melakukan sesuatu yang, kami percaya, pada dasarnya akan merupakan sebuah kegiatan yang sangat subversif sifatnya." Maksudnya pertemuan semua pihak yang pro dan kontra - terlibatnya orang-orang dengan spektrum yang cukup luas: pengusaha konstruksi, insinyur, pengacara, politisi, mahasiswa, para hippies, dan penonton umumnya menyebabkan mereka semua tergerak untuk meneliti kembali hubungan mereka, kecenderungan cara hidup, serta peran mereka dalam kebersamaan . "Proyek-proyek ini menggoda khalayak, dan mereka menanggapi, yah, mungkin seperti kewajaran mereka menanggapi pembangunan jalan rayaatau sebuah jembatan," katanya. "Bedanya, seluruh energi dan biaya ditumpahkan untuk sebuah maksud yang begitu fantastis irrasionalnya, dan . . . itulah inti sari karya saya." Dalam salah satu pernyataannya mungkin Christo lebih menjelaskan sikap kontemporernya ketimbang pendapat orang lain . Berangkat dari komentarnya terhadap karya Fra Angelico, sebuah fresko yang sangat kesohor dengan tema keagamaan, dengan mengatakan bahwa karya seni tersebut tidak mungkin tercipta kalau bukan oleh orang yang sangat religius, Christo menyatakan: kita sekarang hidup dalam du n ia yang berpusat pada soal-soal ekonomi, sosial, dan politik. "Itulah isu zaman kita sekarang. Itulah sebabnya saya berpendapat karya seni yang kurang memperhatikan soal-soal politik, ekonomi, dan sosial sekarang ini, kurang kontemporer." Salah satu persoalan pokok kebudayaan kontemporer adalah peran media massa - dalam konteks bahwa sebagian besar pengalaman publik dibuat sedemikian rupa, sehingga kenyataan hidup sebenarnya menjadi seperti tidak terjadi. Dalam hal ini Christo bersikap kontras. Dengan karya-karyanya, kelangsungan pengalaman dan keindahan visual membuat pengamatnya merasa 'hidup'. Lewat karyanya orang kembali mengalami keindahan sebuah pemandangan, melihat adegan-adegan politik, bahkan bisa melihat orang-orang dengan cara yang baru dan "lebih mendalam"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus