GERAKAN, aliran, atau mazhab memudar dan muncul di gelanggang
seni modern Barat. Untuk dapat mengamati yang baru, lihat saja
apa yang dibuat para seniman itu. Justine Dane, misalnya,
bekerja sama dengan Westinghouse menciptakan kilat bikinan
manusia, dan menata awan sedemikian rupa untuk membuat angin
puyuh. Robert Barry membikin 'lukisan' dengan garis-garis kasat
mata, yang terbuat dari radiasi.
Hans Hacke, seniman Jerman yang sekarang bekerja di Amerika
Serikat, dalam pada itu menyiapkan karya-karya yang
mengetengahkan proses percampuran air dengan minyak, pertumbuhan
rumput, dan pembekuan es. Sedangkan, seorang seniman Inggris
menciptakan hasil berjudul Lubang di Dalam Laut, yang dipuji
seorang kritikus sebagai "karya yang punya konsep sangat indah
lagi puitis".
Sebuah tabung plastik ditancapkan di pantai. Omhak datang
menerpa tabung dan dari atas lubang tabung dibuat film.
Hasilnya, itulah 'lubang di dalam laut' . . .
Karya seni-baru kebanyakan lahir di merika Serikat. Negeri yang
berskala serba besar ini, selain mempunyai daerah-daerah yang
masih tak berpenghuni, juga merupakan tempat dana yang besar
untuk karya-karya yang tidak bisa diharapkan langsung
mengembalikan ongkos pembuatan. Sejajar dengan semangat
eksperimen yang menjadi ciri kesenian Amerika seusai Perang
Dunia, semua potensi itu mendukung meningkatnya kegiatan ini.
Semua karya jenis itu punya kesamaan. Para penciptanya secara
esensial menentang anggapan terhadap alam sebagai kekuatan yang
berhadapan dengan lingkungan budaya kota yang rasional . Dan
dengan sikap itu mereka mentransformasikan benda-benda buatan
manusia kepada fenomena alam. Sehingga. meski berbeda-beda
pendekatan atau barang yang digunakan para pelukis pemandangan
generasi baru ini beranggapan sama - bahwa pencapaian dan
penggunaan hasil teknologi adalah sikap bersekutu yang wajar.
Di antara para pencipta seni modern ini, ada seorang tokoh,
yang selama dua dekade terakhir sering menggemparkan dengan
karyakaryanya yang kolosal serta cara penyajian yang unik.
Dialah Christo Javacheff Vladimorov. Ia lahir 193 di Gabrovo,
Bulgaria, dan sejak 1973 menjadi warga negara AS. Ia pernah
membungkus air mancur dan sebuah menard abad pertengahan.
Museum-museum besar seni modern juga dibungkusnya. Tidak hanya
itu malah pantai dibungkusnya pula.
Belajar di Akademi Seni Rupa Sofia 1952-1956, seniman bungkus
ini dulu berangkat ke Praha, Cekoslovakia, untuk memperdalam
seni rupa sambil bekerja di teater Cburian . Tidak lama. Ketika
revolusi Hungaria pecah, ia tinggalkan Ceko untuk menyelinap ke
Wina, dan masuk akademi seni rupa di sana selama satu semester
1957. Setahun kemudian, ia tiba di Paris, Ialu ikut dalam sebuah
pameran bersama yang diorganisasikan oleh gerakan realisme baru.
Ciptaannya waktu itu patung-patung dari botol dan kaleng bekas.
Pada 1962 Christo membuat kegemparan pertama. Jalan Visconti di
Paris dia blokir dengan tumpukan drum minyak. Lalu lintas macet.
Dan susunan drum kosong itulah karyanya- sebuah monumen yang
diberi judul Tirai Besi. Setelah beberapa kali membuat karya
semacam, tahun itu juga Christo mulai mencipta karya seni
bungkus-membungkus itu. Pembungkusnya plastik transparan.
Berbagai benda lain yang pernah dibungkusnya: sepeda, sepeda
motor, rambu lalu lintas, mobil, juga wanita-wanita model.
Dari benda-benda yang relati kecil, christo mencari sasaran
yang lebih besar. Ia ciptakan sebuah bungkusan raksasa, lengkap
dengan talitemalinya, dan ia letakkan di Pelabuhan Cologne.
Karya ini ia beri nama Bungkusan di Piuggir Dok.
Cristoh pindah ke New York pada 1964. Di sana ia membuat
gebrakan pertama dengan mendirikan tiruan sebesar aslinya -
sebuah etalase toko yang kaca-kacanya ditutupi dari sebelah
dalam. Sedang dari sebelah luar, ia membual gang-gang panjang
dengan jendela-jendela yang juga terbungkus, berlanjut pada
gang-gang bagian dalam gedung. Semuanya tiba-tiba menampilkan
sebuah 'kamar besar yang kosong dengan dindingnya yang kosong
pula". Ruang itu punya pintu-pintu, tapi tak satupun menuju
sesuatu.
Karya-karya semacam itu mencapai puncaknya ketika Christo
menciptakan Corridor Store Front. Ia menggunakan ruang tidak
kurang dari 140 m2. Itu tahun 1968. Dan dalam festifal tahun
ini juga di Spoleto, Italia, ia membungkus sebuah air mancur
dan menara kuno, kemudian pergi ke Bern, Swiss, untuk membungkus
sebuah museum,. Juga, tak lama kemudian, museum seni modern di
Chicago -- yang untuk membungkusnya dibutuhkan tiga kilimeter
tali.
Tahun 1968 memang banyak ditandai karya Christo. Tahun ini juga
ia berhasil mengudarakan paketnya yang lebih besar dibanding
masa-masa sebelumnya. Ciptaan semacam ini memang ia sebut 'paket
udara', dan pertama kali dibuatnya pada 1966 untuk Museum
Stedelijk van Abhe di Eindhoven, Belanda. Sebuah bulatan plastik
dan tali-temali bergaris tengah 5 m melayang di atas museum itu,
diikat dengan kabel.
Setelah membuat barang yang sama untuk Pusat Seni Walker di
Minneapolis, dengan judul Paket 1.200 Meter Kubik, Christo
membuat yang terbesar untuk Documenta- 4 - pameran seni garda
depan internasional di Kassel, Jerman Barat. Dengan judul
Paket5.6OO Meter, wujudnya berupa cerobong plastik dan tali
setinggi 85 m, bergaris tengah 10 m, diikat dengan kabel-kabel
yang terpancang pada enam buah fondasl beton, dan disusun
melingkar dengan garis tengah 275 m.
Jenuh dengan bangunan dan paket-paketan, dan setelah sebentar
tertarik untuk menutupi lantai Museum Seni Kontemporer Chicago
seluas 260 m2 dengan kain pada 1969, Christo beralih kepada
alam dan pemandangan. Tahun itu juga ia pergi ke Australia, dan
menemukan lokasi yang ideal bagi karyanya. Itulah sebuah teluk
dekat Sydney, dengan pantai yang indah, penuh karang dan batu
berbagai bentuk. Bagian pinggir pantai yang berbatu-batu itu ia
bungkus dengan kain pengendali erosi, dengan ikatan tali sepan-
jang 58 km. Proyek yang memakan biaya Rp 120 juta itu, yang ia
beri nama Bungkusan Pantai, meliputi bidang seluas 90.000 m2.
Dari karya dengan skala dan biaya besar yang satu, Christo
selalu melangkah ke yang lebih besar lagi. "Sangat
penting," katanya, "gerakan yang di namis akan berakhir pada
sebuah obyek. Dan karena dinamika pula, semangat kontemporer
harus tidak berhenti di satu obyek itu. Bila satu saat saya
menghentikan gerak dinamis ini, saya telah bersikap seperti
seniman konvensional!"
Pernyataan itu tidak ditujukan kepada siapa pun hanya sebuah
keterangan tentang dirinya sendiri, yang kalau dinilai dari
seluruh sikap dan sepak terjangnya dalam berkarya memang terasa
jujur. Ide, imajinasi, serta cara yang ditempuh dalam mewujudkan
karya-karyanya telah menunjang kebenaran pernyataannya tentang
hubungan dinamisme dengan selera kontemporernya.
Ketika menjadi seniman tamu pada Pusat Seni Kontemporer di
Aspen, Colorado, 1970, Christo mencari lokasi guna pelaksanaan
gagasannya: menutup lembah antara dua bukit dengan tirai.
Setelah menemukan lembah yang dimaksud, ia segera melakukan
pendekatan ke pihak-pihak yang bersangkutan. Penduduk sekitar
lembah segera menyambut gagasannya. Bukan saja karena penampilan
Christo simpatik, ramah, serta pandai meyakinkan orang. Tapi
tampaknya juga karena mereka mengharapkan wisatawan datang
berbondong-bondong ke daerah mereka.
Meski demikian, tantangan pertama datang dari para pencinta alam
dan kelestarian lingkungan, yang di Amerika Serikat merupakan
kelompok kuat dan berwibawa. Mereka beranggapan, tirai itu akan
mengganggu kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan di daerah
tersebut. Christo tidak menyerah. Ia mendatangkan seorang
sarjana biologi untuk meyakinkan mereka bahwa anggapan itu tidak
berdasar.
Hambatan berikutnya dari jawatan lalu lintas jalan raya negara
bagian setempat. Mereka keberatan tak lain karena proyek
tersebut akan melalui jalan raya. Meski Christo telah
merencanakan membuat rongga, agar lalu lintas tetap lancar,
jawatan tetap tidak menyetujui. Kalau konstruksi tirai itu
runtuh, misalnya, dan menimpa kendaraan yang sedang lalu-lalang
di jalan, bagaimana?
Christo tak kehilangan akal. Dengan biaya yang tambah membengkak
ia memanggil sebuah konsultan bangunan yang ternama- untuk
mempelajari kemungkinan yang dikhawatirkan jawatan tersebut.
Hasilnya positif. Konstruksi bangunan tirai dijamin tidak akan
runtuh. Toh LLAJR tetap belum bisa menerima. Proyek bisa
dilanjutkan asal Christo bersedia membeli asuransi ekstra Rp 1,5
milyar. Christo membayar.
Pekerjaan dimulai Juli 1971. Sebuah perusahaan bangunan disewa
untuk perentangan kabel baja berat melitasi lembah. Kurang
lebih 19.000 m2 kain nilon oranye cerah disiapkan sebagai tirai.
Tetapi, setelah kurang lebih tiga bulan pekerjaan digarap, angin
kencang merobek kain itu.
Seniman ini bandel juga. Tirai baru disiapkan, dan pekerjaan
dimulai kembali. Akhirnya, Agustus 1972, proyek selesai.
Lahirlah sebuah karya seni, katakanlah sebuah 'lukisan
pemandangan' versi Christo, berjudul Tirai Lembah.
Di luar ongkos asuransi, proyek ini menelan Rp 850 juta. Upacara
pembukaannya dihadiri para wartawan, kritikus seni, pembuat
film, dan segenap penduduk sekitar. Sebuah film dokumenter
dibuat dengan judul Tirai Lembah Christo. Sayangnya, tirai yang
direncanakan dipajang satu bulan itu di hari berikutnya sudah
dirobek angin.
Christo kemudian memusatkan perhatian untuk karya yang telah
lama menjadi idaman hati. Ini: membuat pagar dengan rentangan
kain nilon sepanjang 23,5 km di Kalifornia Utara. Sambil
mengkonsolidasikan persiapan karya besar itu, ia sempat
menciptakan dua karya Dinding Pertama - sebuah dinding yang
dibungkus, di Roma. Dan kedua Pantai Samudra: kain seluas 14.000
m2 digantung di atas Samudra Atlantik, di lepas pantai Newport,
Rhode Island.
Pada April i976, Christo memulai proyeknya di Kalifornia yang
diberi judul Running Fence itu. Karya itu telah ia angankan
sejak 1968. Dalam sebuah artikel tentang karya-karya Christodi
majalah Art in America, Jonathan Fineberg, kritikus seni modern
dan guru besar sejarah kesenian di Yale, sangat banyak mengulas
Running Fence itu.
Christo biasanya tidak banyak bicara tentang maksud atau isi
karya-karyanya. Ia lebih suka membicarakan mekanisme persiapan
teknis. Kebanyakan penulis tentang karyanya juga cenderung
memilih pendekatan yang sama. Contoh terbaik bisa dilihat pada
publisitas sekitar pembuatan pagar nilon sepanjang 23,5 km itu
yang menurut Jonathan Fineberg panjangnya 24 mil, dengan tinggi
18 kaki, terdiri dari pita-pita kain putih.
Karya itu melintasi puluhan tanah pertanian, menyusuri tepian
rumah-rumah, melompati sepuluh jalan raya, menembus pusat
keramaian kota, terus menjalar sampai ke Samudra Pasifik di
pantai Bodega, sebelah utara San Francisco. Meski ia hanya
berumur dua minggu, seluruh media datang meliput proyek itu.
Dari jaringan televisi, koran, majalah, sampai penerbitan
khusus, seperti dari perusahaan industri pagar, majalah jogging
dan banyak lagi yang lain, semua turut sibuk menulis.
Sebuah artikel khusus mengupas cara Christo mendapatkan izin,
yang lain menelaah "manfaat Running Fence bagi para pencinta
jogging. " Namun, tiap artikel yang ditulis dari sudut pandang
masing-masing itu tetap berpijak pada kenyataan yang ada pada
karya itu saja. Boleh dikata sangat sedikit yang berusaha
memaparkan spekulasi tentang karakter senimannya, atau mencoba
menggali arti lebih dalam yang dikandung sang karya.
Dan kemudian lahirlah, 1983, Semut-semut Merah. Tak kurang dari
11 pulau di Teluk Biscayne, antara Miami dan Miami Beach, AS,
dilingkarinya dengan plastik merah. Proyek yang di persiapkan
selama 30 bulan ini di bulan Mei telah menyelesaikan beberapa
pulau, seperti bisa dilihat gambarnya di halaman terakhir
laporan ini. Sumber tulisan ini, juga Jonathan Fineberg, yang
bicara banyak tentang Running Fenceitu, belum sempat melihat
karya kolosal yang menelan biaya US$ 3,1 juta alias lebih dari
Rp 3 milyar ini .
Tidak berbeda dengan karya besar seni rupa lain, yang
membutuhkan rancangan, baik konstruksi maupun detil obyek, karya
Christo juga dipersiapkan dengan akurat. Christo tidak hanya
membuat sketsa-sketsa bagan dan persiapan teknis lain, tapi juga
menyelesaikan soal-soal nonteknis. Ia selalu siap mental
menghadapi rintangan. Menurut Jonathan Fineberg, Christo juga
menemukan "percabangan antardiri yang tercipta dengan sendirinya
oleh proses proyek, efek sosial, perdebatan dalam sidang untuk
mendapatkan izin, dan nuansa pada karya seni itu sendiri."
Pemerintah Amerika Serikat pada akhir1960-an memutuskan, untuk
tiap kegiatan yang mengakibatkan dampak besar terhadap
lingkungan hidup harus dibuat laporan khusus untuk pertimbangan
mendapat izin. Jalur pipa Alaska, atau pelabuhan udara Dallas,
misalnya, diharuskan membuat laporan tersebut. Dan Running
Fencea adalah satu-satunya karya seni yang diharuskan menyiapkan
laporan serupa. Christo tidak mengeluh, atau merengek-rengek
atas nama seni, seperti sering dilakukan rekan-rekannya di
seluruh dunia bila menghendaki fasilitas. Ia menghabiskan Rp 39
juta, hanya untuk menyiapkan laporan, dengan mengerahkan 15
ilmuwan dan menghabiskan waktu delapan bulan. Laporan itu
menjadi buku setebal450 halaman.
Ketika buku siap, 200 kopi dikirimkan ke berbagai instansi untuk
mendapat tanggapan. Dan setelah memberikan keterangan di 17
sidang dengar pendapat plus tiga kali dengar pendapat lain di
depan Mahkamah Agung Kalifornia, serta melakukan anjangsana ke
berbagai pihak, termasuk para tokoh masyarakat dan penduduk
setempat, ia mendapat izin memulai proyek.
Tapi jangan dikira semua hambatan hanya datang dari luar
kalangan seni. Untuk Running Fence Christo justru berhadapan
dengan para seniman yang menentangnya. Mereka membentuk komite
untuk menghentikan proyek tersebut. Mereka mengatakan, Running
Fence sama sekali bukan karya seni melainkan sebuah proyek
popularitas diri belaka. Bisa dibayangkan betapa sulit kedudukan
Christo dalam menghadapi oposisi yang sebuah ini.
Kesenian Christo memang agak sulit digunjingkan bobotnya. Semua
langkahnya menunjukkan, dia bernapas dan berkemampuan secara tak
diragukan. Misalnya soal membiayai karya-karyanya yang besar
itu. Christo tidak mencari sponsor. Ia mengumpulkan uang dari
menjual karya-karya lukisnya - yang bukan ekspresionis abstrak,
cirinya yang baku - kepada galeri-galeri terkenal. Kemudian
mendirikan sebuah perusahaan yang ia sendiri pemili k saham
tunggalnya.
Perusahaan yang khusus didirikan untuk menangani pelaksanaan
proyek sampai selesai ini diurus istrinya, Jeanne Claude de
Guillebon, wanita Prancis yang dinikahinya November 1959. Ia
memang mengurus sernua soal keuangan, promosl, dan administrasi
proyek-proyek sang suami - di samping memberinya seorang anak
laki-laki 23 tahun dan sebuah kehidupan yang tampak bahagla.
Dari kenyataan dan langkah tersebut, dua hal bisa dilihat.
Pertama, Christo membuktikan ia bukan seniman ekspresionis
mendadak, dengan tingkah polah aneh yang hanya dimaksud untuk
menarik perhatian. Ia mampu menghasilkan lukisan-lukisan
'formal' yang mahal harganya.
Kenyataan lain bahwa ia mendirikan perusahaan khusus untuk
merealisasikan karyanya membuktikan Christo bercita rasa modern,
tahu manfaat organisasi, dan memahami keseluruhan aspek sosial,
politik, ekonomi, serta mengerti hal-hal yang harus dilakukan.
Ia mulai dengan menyuguhkan rancangan proses realisasi proyek
dengan gambar, sketsa, atau kolase kepada pihak yang belum
diketahui setuju tidaknya terhadap idenya. Semua yang membaca
rancangan itu, baik kolektor, orang museum maupun pejabat
pemerintah, menjadi terlibat dalam gagasannya.
Dan ketika dialog antara mereka berkecamuk, Christo dengan
tenang mulai 'merakit' karyanya dengan mengumpulkan
petikan-petikan pendapat yang dianggapnya benar, dan meneruskan
rancangan dengan selera dan kekuatan sendiri. "Maka proyek pun
mulai merintis hidupnya dengan nyawanya sendiri," kata Christo
tentang proses penciptaannya. "Mirip anak-anak yang lepas dari
jangkau asuhan kita. Kami mengerahkan segala tipe spesialis,
tapi proyek membanguN dirinya sesuai dengan realitas proses,
yang sama sekali di atas segala yang bisa saya angankan."
Contoh berikutnya adalah soal dokumentasi proyek. Mengingat tiap
ciptaan yang berupa proyek besar tidak mungkin permanen, Christo
bekerja rapi untuk mendokumentasikan seluruh prosesnya. Dokumen
itu kemudian disusun menjadi buku, dengan Christo sendiri
sebagai editor, berisi foto dan arsip, dicetak sesuai dengan
aslinya untuk menun jukkan perkembangan tiap tahap. Pilihan dari
korespondensi dengan para pengacara, kontraktor, insinyur, serta
foto-foto konstruksi atau orang-orang yang terlibat dalam
pengerjaan, semua membuahkan semacam ensiklopedi kronik proyek
tersebut.
Seperti karya itu sendiri, buku ini akhirnya merupakan potret
mekanisme teknologi yang efektif. Lebih merupakan sebuah bank
data daripada sebuah literatur, tanpa bumbu komentar yang bisa
merusakkan keaslian. Sebab, bila buku seperti itu berisi esei,
misalnya, akan terjadi narasi-deskriptif atau bahkan kritik yang
spekulatif. Buku itu pun lahir sebagai "karya seni tersendiri".
Salah satu pendapat Christo yang sangat menarik Jonathan
Fineberg ialah, "seseorang hendaknya tidak memastikan bahwa
karya seni yang diamatinya menyuguhkan apa yang ia kira
disuguhkan. Sebab orang lain dengan pengalaman dan persepsi yang
lain pula - juga mengira yang diamati itu menyuguhkan sesuatu,
yang sama sekali lain dengan yang dikira pengamat pertama.
Pernyataan Christo ini, meski sebenarnya tak baru, menurut
Jonathan "bisa mempermudah pengertian kita untuk menghayati
karya-karyanya."
Untuk Running Fence dan Tirai Lembah Christo berkomentar
begini: "Para petani dan peternak di Kalifornia serta koboi di
Colorado sama mengerti, karya seni yang mereka nikmati bukan
hanya terdiri dari kain, plastik, baja, dan kawat. Hadir juga
bukit-bukit, angin, rasa takut, dan lain sebagainya. Mereka
benar-benar tak kuasa memisah-misahkan emosi yang sedang
bergaung. Karya ini hasil ekspedisi berbulan-bulan, atau
bertahun-tahun. "
Sangat menggembi rakan bahwa apresiasi para peternak dan petani
cukup kompleks - tidak hanya dari segi formal, juga tidak dari
sudut perasaan manusianya saja. "Mereka padukan
pandangan-pandangan itu menjadi satu, hingga mereka dapatkan di
sana sapi-sapi mereka, langit serta bukit maupun gudang dan
kandang, juga orang-orang, yang tak lam adalah bagian dari
Running Fence. " Untuk itu biaya Rp 2,25 milyar yang
dihamburkannya tanpa keuntungan apa pun, seperti dinyatakan
jawatan pajak - bagi dia sudah tentu tak sia-sia.
Christo juga menyatakan, "kami mencoba melakukan sesuatu yang,
kami percaya, pada dasarnya akan merupakan sebuah kegiatan yang
sangat subversif sifatnya." Maksudnya pertemuan semua pihak yang
pro dan kontra - terlibatnya orang-orang dengan spektrum yang
cukup luas: pengusaha konstruksi, insinyur, pengacara, politisi,
mahasiswa, para hippies, dan penonton umumnya menyebabkan mereka
semua tergerak untuk meneliti kembali hubungan mereka,
kecenderungan cara hidup, serta peran mereka dalam kebersamaan .
"Proyek-proyek ini menggoda khalayak, dan mereka menanggapi,
yah, mungkin seperti kewajaran mereka menanggapi pembangunan
jalan rayaatau sebuah jembatan," katanya. "Bedanya, seluruh
energi dan biaya ditumpahkan untuk sebuah maksud yang begitu
fantastis irrasionalnya, dan . . . itulah inti sari karya saya."
Dalam salah satu pernyataannya mungkin Christo lebih menjelaskan
sikap kontemporernya ketimbang pendapat orang lain . Berangkat
dari komentarnya terhadap karya Fra Angelico, sebuah fresko yang
sangat kesohor dengan tema keagamaan, dengan mengatakan bahwa
karya seni tersebut tidak mungkin tercipta kalau bukan oleh
orang yang sangat religius, Christo menyatakan: kita sekarang
hidup dalam du n ia yang berpusat pada soal-soal ekonomi,
sosial, dan politik. "Itulah isu zaman kita sekarang. Itulah
sebabnya saya berpendapat karya seni yang kurang memperhatikan
soal-soal politik, ekonomi, dan sosial sekarang ini, kurang
kontemporer."
Salah satu persoalan pokok kebudayaan kontemporer adalah peran
media massa - dalam konteks bahwa sebagian besar pengalaman
publik dibuat sedemikian rupa, sehingga kenyataan hidup
sebenarnya menjadi seperti tidak terjadi. Dalam hal ini Christo
bersikap kontras. Dengan karya-karyanya, kelangsungan pengalaman
dan keindahan visual membuat pengamatnya merasa 'hidup'. Lewat
karyanya orang kembali mengalami keindahan sebuah pemandangan,
melihat adegan-adegan politik, bahkan bisa melihat orang-orang
dengan cara yang baru dan "lebih mendalam"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini