Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bukan jalan besar kehidupan sosial

Menurut michael harrington, sejak abad ke-16 terbentuklah negara berkembang dengan sistem timpang. timbul kompetisi kelompok elit memperebuntukan posisi politik, berhubungan dengan pendanaan pembangunan.

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH 'negara berkembang' lahir ketika dunia, seperti kata Micheal Harrington, dengan sistemnya yang timpang, telah terbentuk sejak abad ke-16. Dan posisinya pun berada di daerah tepian sistem kapitalisme internasional. Maka Hamza Alavi menyebut negara-negara baru itu 'negara kapitalisme tepian'. Dari konteks ini konsep negara berkembang menjadi lain dari negara maju. Realitas keterbelakangan sosial-ekonomi dan politik, di negara baru, menjadikan posisi negara dominan. Sebab hanya negara yang mampu mentransformasikan masyarakatnya yang terbelakang dan transformasi inilah yang disebut 'pembangunan'. Dengan pembangunan, tentu saja negara tidak bisa memisahkan diri dari pusat modal internasional dalam sistem yang timpang di atas. Sebab hanya dengan bantuan 'pusat' itulah pembangunan dan modernisasi masyarakat bisa berlangsung. Pengokohan dominasi negara di tengah masyarakat pertama-tama terjadi karena modal untuk pembangunan bukan dari masyarakat. Melainkan dari usaha negara sendiri, walau dalam bentuk pinjaman. Kedua, negara mengakumulasikan kaum teknokrat yang menyusun bagan operasional maupun kebijaksanaan pembangunan hampir-hampir secara eksluslf - karena hanya merekalah yang tahu bagaimana membuatnya. Ketiga, lewat dana pinjaman, negara mampu menjaga stabilitas agar pembangunan bisa berlangsung. Setidak-tidaknya dengan ketiga hal pokok ini negara memantapkan posisinya sebagai pusat kegiatan ekonomi, politik dan pertahanan keamanan dalam masyarakatnya. Tetapi, karena posisi negara-negara baru ini berada dalam kerangka kapitalisme internasional, setiap gerak untuk mandiri harus memperhitungkan kemungkinan modal yang bisa diperoleh. Usaha negara untuk menciptakan pemerataan pendapatan dengan memusatkan modal pada sektor-sektor yang bisa meluaskan lapangan kerja - tapi tidak punya dampak signifikan dalam peningkatan ekspor - tidak menarik perhatian modal luar, kecuali pada produk-produk yang laku di pasaran dunia. Keterbatasan itu memaksa negara baru memilih model pembangunan yang sesuai dengan dinamika dan sirkulasi modal internasional itu. Dan kenyataan ini justru sering menenggelamkannya ke dalam ikatan sistem kapitalisme, sesuatu yang pada dasarnya diinginkan untuk dihindari dengan pembangunan. Posisi hubungannya yang semacam itu, serta jalan pembangunan yang harus ditempuh, mempengaruhi proses pembentukan kelompok dominan dalam negara bersangkutan. Dalam hal ini teori kaum strukturalis maupun pendukung market model, bahkan teori kaum Marxis, tidak relevan. Apa yang menggejala ialah posisi negara baru yang memperteguh struktur dan sistem kapitalisme internasional itu mempengaruhi ahirnya kelompok-kelompok dominan yang hanya mampu hidup dengan adanya, atau dipertahankannya oleh mereka, sistem kapitalisme di negara sendiri. Dalam pada itu peran negara sebagai pelaku tunggal pembangunan, yang menyebabkannya berkemampuan besar menciptakan lembaga-lembaga ekonomi dan sosial secara menyeluruh, menumbuhkan situasi yang menghapuskan swasta yang kuat. Sebaliknya muncul kelompok-kelompok di atas, yang secara langsung atau tidak berkaitan pula dengan kelompok-kelompok luar, tetapi berada di bawah payung negara. Kelompok pertama adalah mereka yang melaksanakan tugas-tugas negara. Ini berada di dalam badan-badan perencanaan, pelaksanaan maupun dalam institusi sosial-ekonomi yang dibentuk negara. Operasionalisasi tugas-tugas negara ini mengundang hadirnya kelompok-kelompok swasta yang disebut borjuase. Kelompok terakhir ini, seperti terlihat di Pakistan dan India, adalah pemilik modal tanah - tetapi bukan feodal yang mengeksploitasi kaum buruh tak bertanah. Berbarengan dengan pelembagaan sistem ekonomi kapitalis, muncul pula borjuase pribumi. Mereka tidak hanya terdiri dari kaum komprador yang perannya sangat bertumpu pada modal asing. Tetapi Juga kaum borjuase industri, yang berhubungan secara mendua dengan modal asing. Yang terakhir ini sebenarnya merupakan rival pengusaha lokal tetapi dalam waktu yang sama, sejauh para pengusaha lokal berkembang secara independen, kaum yang merupakan bagian dari modal asing ini - terutama mereka yang terikat pada teknologi industri maju - berusaha mencari hubungan kolaboratif dengan modal industri pribumi yang sedang tumbuh. Di samping itu - dan inilah kelompok kedua - terdapat pula kaum borjuase metropolitan yang mewakili masyarakat dan sekaligus negara kapitalis maju. Kelompok pertama terlihat keberadaannya secara fisik, dan baik organisasi maupun sumber-sumbernya terdapat di negara baru sendiri. Sedangkan kelompok kedua bersifat agak lain: bertindak sebagal perantara negara maJu dengan negara baru. Dengan demikian, negara baru memiliki kelompok-kelompok dominan yang bervariasi yang oleh Alavi disebut plurality of class. Ketiga kelompok dominan ini tidak berada dalam kelas terpisah melainkan hanya fraksi-fraksi dalam satu kelas yang tunggal. Karena itu hubungan di antara mereka bukan suatu kontradiksi struktural. Tetapi mereka ini tidak berproses membentuk kelompok penguasa secara tunggal - berbeda dengan yang terlihat di negara-negara kapitalis maju. Sifat fraksionisme dan ekslusivise tiap-tiap kelompok ini memberi alternatif penghayatan lain terhadap peran dan fungsi negara baru. Bahwa negara bukan sekadar alat kelompok penguasa untuk mencapai tujuan spesifiknya seperti konsep kaum Marxis bukan hasil interaksi peran yang saling melengkapi, atau buah kompetisi bebas dengan hasil yang adil, seperti teori kaum strukturalis dan pendukung market model. Melainkan ajang pertarungan kelompok elite yang berusaha mempergunakan kekuasaan negara untuk kepentingan fraksi masing- masing, dengan hasil yang sering tidak adil - terutama jika dilihat dari konteks masyarakat bawah. Pertarungan-pertarungan ini menyangkut perebutan posisi politik dalam usaha mengontrol sumber-sumber ekonomi yang berhubungan dengan pendanaan pembangunan. Dan di situ sering disaksikan retaknya suatu keluarga - yang oleh kedudukan politisnya memungkinkannya mengontrol sumber-sumber ekonomi - ketika setiap anggota keluarga itu mengincar satu sumber strategis yang sama. Negara baru memang bukan jalan besar kehidupan sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus