PENONTON yang anti film-film India sering meleceh. Film yang datang dari negeri Sungai Gangga itu, kata mereka, sungguh tidak rasional. Soalnya, bukan apa-apa. Hampir dalam setiap adegan di film India -- yang beredar di Indonesia, lo, yang tidak beredar di sini banyak yang bagus-bagus bahkan memenangkan festival internasional -- selalu ditingkahi dengan nyanyian. Entah itu adegan yang menggambarkan kegembiraan, entah kesedihan. "Aneh, kan? Masa lagi sedih nyanyi. Pakai keluar air mata lagi," kata mereka, yang umumnya kalangan atas. Sebuah kesimpulan yang wajar, memang. Maklum, tak banyak orang dari kalangan ini yang memahami gaya "berekspresi yang agak lain". Tapi, perlu diketahui, gaya seperti itu bukanlah monopoli film India. Juga muncul di musik dangdut Indonesia. Contoh yang paling mudah, simak saja lirik dalam beberapa lagu yang pernah populer. Misalnya lirik ini: Lebih baik kau bunuh aku dengan pedangmu/asal jangan kau bunuh aku dengan cintamu..... Lagu yang dialunkan oleh penyanyi pria ini nadanya mendayu-dayu. Bahkan dengan meratap. Kendati demikian, lagu ini terbukti laris di pasaran. Dan orang-orang -- seperti di warung remang-remang di sekitar Tangerang, Bekasi, hingga di tempat mewah semisal klub malam di Mangga Besar, Jakarta -- tak segan untuk turun berjoget. Padahal, itu kan lagu sedih. Lo, sedih kok berjoget. Contoh lain, lagu Duh Engkang, yang meledak di pasaran, sehingga penyanyinya (Itje Trisnawati) mampu menyumbangkan sebuah masjid yang cukup besar di Tasikmalaya, Jawa Barat, kampung kelahirannya. Dari penggunaan bahasa saja, boleh dibilang, lagu ciptaan Muchtar B. ini campur aduk. Ada bahasa Sunda (seperti judulnya), ada bahasa Indonesia. Mari kita simak liriknya: Duh engkang sok kabina-bina (Duh engkang kok keterlaluan). Bait berikutnya: Engkang mulai lupa di kala hidup susah. Aneh bin mengherankan, justru lagu model inilah (tentang cinta dengan meratap) yang paling laku keras. Dan ini diakui oleh pentolan-pentolan dangdut, seperti Muchtar dan Rhoma Irama. Hanya saja Muchtar, yang nama lengkapnya adalah Muchtar Bewafa (Betawi Warga Favorit), menolak kalau lagu cinta seperti yang dibuatnya: dikategorikan sebagai lagu cengeng. "Yang cengeng atau meratap itu kan lagu bunuh diri atau putus asa," tangkisnya. Lebih dalam lagi keterangan yang diberikan si raja dangdut Rhoma Irama. Dia mengakui, memang lagu bertema cintalah yang paling laris. Seperti halnya lirik-lirik lagu pop yang sedang menjamur saat ini. "Itu menunjukkan bahwa masyarakat kita masih cengeng," katanya. Padahal, kata Rhoma lebih lanjut, tidak semua seniman dangdut berorientasi pada bisnis, dengan menciptakan lagu-lagu cengeng tadi. Contoh: Grup Soneta yang dipimpinnya. Kalaupun membuat lagu cinta, selalu mengandung misi. Seperti yang terdengar dalam lirik Citra Cinta, antara lain: Hamil tanpa nikah, Anak tanpa ayah .... Bukti lain bahwa dangdut tidak sekadar meratap bisa dilihat dari semakin banyaknya lagu yang berlirik kritik sosial dan dakwah. Tengok saja album Soneta volume XVI, mulai dari lagu Bujangan hingga Bencana (lagu yang terakhir) tak satu pun yang menyentuh cinta. Misalnya lagu Terserah Kita. Di situ disebutkan bahwa laku maksiat -- melacur, judi, dan mabuk -- semuanya identik dengan menghamburkan uang. Dan Rhoma pun berdakwah lewat lagu itu: Ternyata, alat ke neraka mahal harganya. Walaupun mahal, anehnya, banyak yang suka. Di bagian lain disebutkan, . . . Melaksanakan sembahyang tidak usah membayar. Mengerjakan puasa tidak usah membayar. Ternyata, jalan yang ke surga murah harganya. Walaupun murah, anehnya, banyak yang ogah. Tak kalah dari tema dakwah adalah lagu-lagu yang mengemban kritik sosial. Di kalangan pencipta lagu pop, lagu jenis ini sering dikumandangkan oleh Iwan Fals, almarhum Gombloh, Franky dan Jane, Doel Sumbang. Ternyata, kritik sosial yang didangdutkan tak kalah tajamnya dibandingkan dengan Bongkar-nya Iwan Fals. Coba perhatikan lirik lagu Rhoma ini: Yang kaya makin kaya/Yang miskin makin miskin/Indonesia bukan milik golongan, dan bukan milik perorangan. Kritik -- dan dakwah -- dalam dangdut tak cuma monopoli Grup Soneta. Banyak lagu lain yang mempersoalkan ketimpangan sosial. Seperti terlihat dalam bait Kau anak keju, aku anak singkong, atau Kau orang kaya, aku orang tak punya. Di judulnya pun, pertentangan model ini tampak jelas, seperti judul lagu Termiskin di Dunia. Lirik-lirik yang mengkritik ini, "Muncul karena keterbukaan," kata Rizaldi Siagian, dosen etnomusikologi USU Medan. Maksudnya, di musik dangdut, tak ada lagi bahasa metafora. "Semuanya serba terus terang," tuturnya. Suara senada dikemukakan oleh Iman Santoso Sukardi, psikolog sosial dari Universitas Indonesia. Kata dia, kritik sosial dalam lagu-lagu dangdut muncul karena rasa tidak puas pada diri sendiri. "Ini merupakan ekspresi orang-orang yang merasa tersingkir," katanya. Misalnya saja, sementara segolongan masyarakat bisa menikmati diskotek dan restoran mahal, di sisi lain, tidak sedikit masyarakat yang hanya mampu menghibur dirinya dengan sebuah transistor dan makan di warung tegal. Sayangnya, sikap terus terang dalam lirik-lirik lagu dangdut tidak hanya muncul dalam bentuk kritik. Tapi, sering menjurus pada hal-hal yang jorok. Terutama dalam mengutarakan soal seksual. Memang, di lagu jenis pop, bahkan rock pun, "kejorokan" seperti itu cukup banyak. "Tapi, kalau dilihat frekuensinya, lagu dangdut lebih jorok lagi," kata Remy Silado, seorang pengamat musik. Nada porno yang dimaksud Remy, misalnya, tercermin dalam lagu Salome dan Judul-judulan. Atau dalam lagu yang berjudul Minta Ajimat yang dibawakan oleh Fahmy "Sharp" Shahab (ini nama orang, bukan merek televisi). Dalam lagu yang digemari oleh sebagian masyarakat Jepang ini terselip tiga bait begini: Bosan-bosan begini/Nyanyi di kamar mandi/Menangis sendiri, tertawa sendiri, keluar sendiri. Apa yang dimaksud dengan keluar sendiri? Jawabannya bisa seribu. Yang jelas, sebagai Ketua PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), Rhoma punya pendapat lain. "Sejauh tidak bersifat destruktif dan mengeksploatir selera rendah, akan kami biarkan. Seni kan punya otonomi sendiri," katanya. Budi Kusumah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini