Tumbukan meteor terhadap bumi menimbulkan bencana besar dan memusnahkan dinosaurus, 65 juta tahun silam. Namun, sebelumnya populasi dinosaurus memang sudah menciut. HEWAN perkasa dinosaurus tiba-tiba tersuruk dalam ketakutan. Setelah hidup turun-temurun selama 130 juta tahun bumi mendadak sontak berubah tak ramah terhadap mereka. Ledakan besar terdengar, langit seperti runtuh. Lalu cuaca kacau-balau. Hawa panas menyengat, udara berdebu, dan langit gelap gulita. Tubuh perkasa dinosaurus tak banyak menolong. Mereka bergelimpangan mati, bersama dengan separuh makhluk hidup lain yang menghuni bumi. Guncangan keras itu, menurut teori mutakhir para ahli paleontologi Universitas Rhode Island, Amerika, timbul gara-gara sebuah meteor bergaris tengah 10 km menabrak bumi sekitar 65 juta tahun silam. Guncangan dan panas yang ditimbulkan, menurut taksiran, lebih besar daripada ledakan seluruh bom nuklir yang ada saat ini. Ledakan besar itu memangsa korban secara langsung. Namun, korban lebih besar jatuh di hari-hari berikutnya, akibat perubahan cuaca dan partikel-partikel debu yang mencemari udara. Habitat dinosaurus jadi porak-poranda. Debu-debu meteor itulah yang baru diangkat Haraldur Sigurdsson, ahli oseanografi Universitas Rhode Island, sebagai landasan teorinya. Debu meteor secara fisik mirip serpihan kaca, tapi kaya unsur iridium, material yang lazim dijumpai pada batuan meteor. Serpihan "kaca" tadi, menurut riset Sigurdsson, terjepit di batuan yang terbentuk pada zaman cretaceous, era dinosaurus dinyatakan musnah. Kesimpulan tim Universitas Rhode Island ini memperkuat tesis yang berdasarkan fakta bahwa fosil-fosil dinosaurus tidak ada yang lebih muda dari hitungan 65 juta tahun. Namun, menurut teori itu, hewan purba tersebut lenyap karena bencana alam, kekeringan, atau bahkan mungkin banjir yang menerjang hampir seluruh permukaan bumi. Hanya saja teori "kekeringan" dan " banjir" itu tak didukung penjelasan lebih dalam. Baru kemudian Sigurdsson memastikan bahwa bencana alam itu berbentuk perubahan iklim secara mendadak, gara-gara ada meteor menumbuk bumi. Dinosaurus konon mulai muncul pada 195 juta tahun lalu, dalam bentuk starikausaurus, hewan mirip kadal dengan panjang sekitar dua meter dengan berat 30 kg. Hewan ini bukan melata. Dia berjalan dengan kepala tegak, dan bertumpu pada dua kaki depannya. Kendati kepalanya mirip kadal, bentuk kakinya sudah mirip kaki mamalia. Sebagian ahli dinosaurus yakin bahwa hewan purba ini keturunan kerabat reptilia yang disebut thecodont. Tak banyak data ilmiah tentang thecodont. Namun, dia dianggap mengalami evolusi, prosesnya selama 50 juta tahun, kemudian tumbuh jadi starikausaurus. Kemudian, pada tahap berikutnya, starikausaurus itu melanjutkan evolusinya menjadi pelbagai macam bentuk dinosaurus. Di kalangan masyarakat ilmiah, nama dinosaurus baru 150 tahun bergema. Mula-mula fosil hewan purba itu ditemukan Mary Ann Mantell, istri paleontolog Inggris Gideon Mantell. Karena hanya berbekal beberapa keping gigi dan sejumlah potongan tulang, suami istri Mantell itu tak sanggup merekonstruksikan bentuk satwa purba tersebut. Lalu, pada 1841, ahli anatomi Inggris Richard Owen merekonstruksikannya dan terbentuklah kerangka makhluk purba mirip reptilia. Owen menyebutnya dinosaurus -- kadal raksasa. Besarnya diperkirakan setara dengan badak sekarang. Namun, keyakinan dinosaurus itu identik dengan reptilia purba, segera terguncang. Pada 1861, di Jerman ditemukan kerangka dinosaurus utuh, yang diidentifikasi sebagai archaeopteryx. Tubuhnya seperti kadal, tapi anehnya dia punya bulu-bulu seperti burung, bahkan punya sayap. Maka, dia dianggap " persilangan" keluarga burung dan reptilia. Tak heran bila identitas dinosaurus hingga kini masih diperdebatkan. Maklum, fosil yang ditemukan melulu berupa rangka, tulang-belulang. Organ-organ tubuh, dan proses fisiologinya (faali) tak dapat disingkap secara jelas. Maka, ada yang tetap menempatkannya dekat dengan kerabat reptilia, tapi ada pula yang menganggapnya sebagai nenek moyang burung, bahkan ada "menobatkannya" dalam keluarga mamalia. Penemuan fosil deinonychus, seabad setelah penemuan archaeopteryx, oleh paleontolog Universitas Yale, John Ostrom, di Amerika disebut-sebut untuk "memburungkan" dinosaurus. Seperti diteliti Ostrom, deinonychus memang punya kemiripan besar dengan burung. Satwa purba ini, kata Ostrom, bisa berdiri tegak, dengan bertumpu pada dua kaki belakang. Struktur jari kakinya mirip dengan kaki burung masa kini -- ada jari-jari berkuku, dan punya taji, tetapi kaki depannya kurang berkembang. Deinonychus berukuran panjang hampir 3 meter dan berat sekitar 80 kg. Namun, sekadar dari bentuk anatomi memang bisa mengundang perdebatan yang tak berujung. Betapa tidak. Lihat saja fosil lagosuchus, yang ditemukan di Argentina. Satwa purba ini panjangnya hanya 30 cm. Ia, seperti halnya deinonychus, juga berjalan tegak dengan bertumpu pada dua kaki belakang. Namun, struktur tubuh lagosuchus lainnya mirip reptilia terbang sekarang. Maka, dia dianggap mewakili ciri reptilia pada dinosaurus. Maka, Robert Bakker, paleontolog dari Universitas Colorado, lebih mempersoalkan kondisi faali dinosaurus: binatang ini berdarah panas seperti bangsa burung dan mamalia atau berdarah dingin seperti reptilia. Bakker menunjuk pada dinosaurus raksasa brontosaurus. Hewan purba ini, kata Bakker, mampu bergerak cepat sampai 5 km per jam. Perkiraan ini berdasarkan studi atas jejak-jejaknya. Kemampuan dinosaurus bergerak, menurut Bakker, lebih tinggi dibanding rata-rata reptilia saat ini. "Kadal bisa bergerak cepat, tetapi hanya untuk jarak yang pendek," katanya. Dengan perbandingan ini, Bakker menyimpulkan dinosaurus punya metabolisme tubuh yang cepat, jadi berdarah panas. Kendati tak menolak kesimpulannya, Jack Horner, paleontolog Universitas Montana, Amerika, menganggap pendekatan Bakker kurang pas. Dia mengamati perkembangan dinosaurus yang baru keluar dari telurnya. Anak hadrosaurus yang baru menetas, kata Horner, panjangnya hanya sekitar 35 cm. Namun, satu tahun kemudian bertambah 2,7 meter. Pertumbuhan sepesat itu, baik dalam nilai absolut maupun persentase, kata Horner, tak pernah diperlihatkan reptilia mana pun, tidak ular tak juga buaya. Horner juga sempat meneliti, secara mikroskopis, tulang-tulang dinosaurus, buaya masa kini, dan burung modern. Pada tulang burung dan dinosaurus, Horner menemukan banyak kanal pembuluh darah, yang dikelilingi jaringan yang berbentuk mirip anyam-anyaman. Pada tulang buaya, pembuluh semacam itu sangat kecil jumlahnya. Ini menunjukkan bahwa burung dan dinosaurus sama-sama memiliki aktivitas metabolisme yang lebih cepat dibandingkan dengan buaya. Maka, disimpulkannya: dinosaurus berdarah panas, dan bukan reptilia. Selama 130 juta tahun berkembang, dinosaurus menjelajahi hampir semua benua, dan beradaptasi dengan pelbagai kondisi lingkungan. Ada yang tubuhnya menjulang sepanjang 40 meter, seperti supersaurus yang ditemukan di Colorado. Hewan raksasa ini pemakan tumbuh-tumbuhan, dan beratnya bisa mencapai 30 ton. Setipe dengan supersaurus ini yang disebut brakhiosaurus suka hidup di danau-danau. Panjang tubuhnya 24 meter, dan kalau mendongak kepalanya 12 meter dari tanah. Lalu, ada lagi mamenchisaurus, panjangnya 20-an meter. Dia ditemukan di Mamenchi, Sichuan, Cina. Di antara kerabat dinosaurus ini sebagian bersifat binatang buas, suka memangsa dinosaurus lain. Di antara mereka ada yang disebut brontosaurus, carnosaurus, atau baryony. Namun, bagi Jack Horner, punahnya dinosaurus itu bukan karena saling memangsa. Bukan pula gara-gara tumbukan meteor seperti dikemukakan ahli dari Universitas Rodhe Island. Menurut Jack, sebelum zaman creataceous, 65 juta tahun lalu, populasinya juga telah menyusut secara drastis. Horner mengambil contoh dinosaurus yang hidup di lembah Alberta, Alabama. Sekitar 73 juta tahun lalu, ada 35 jenis dinosaurus di situ. Angka ini menyusut jadi 20-25 jenis pada tujuh juta tahun kemudian. Pada tiga juta tahun berikutnya tinggal enam spesies. "Jadi, ada proses pemunahan sebelum terjadi benturan meteor itu," katanya. Dan itu bagi dia masih misterius. Putut Trihusodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini