KALAU saja rencana berjalan lancar, pada 17 Agustus 1984 nanti akan ada pemandangan menarik di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Toko-toko sepanjang jalan raya Gombong-Prembun yang panjangnya 40 km bakal dihias tenda Merah Putih dari aluminium. Tapi, sampai pekan lalu, tampak baru satu dua pemilik toko yang memasang tenda. "Kami bukan tidak mau turut menyemarakkan perayaan 17 Agustus. Tapi harga tenda itu mahal betul. Semeter Rp 90.000, padahal paling tidak satu toko perlu empat meter," ujar seorang pemilik toko. Rencana tendanisasi Merah Putih bermula dari Bupati Dadijono sendiri. Jauh sebelumnya, Mei lalu, dalam pertemuan dengan Muspida diputuskan agar toko-toko memasan tenda, demi keindahan kota. "Imbauan itu bukan SK, jadi tidak tertulis," ujar Gocn Efendi, kepala Humas. Dan karena cuma imbauan, gagasan itu tak bersambut. Camat Kebumen, Endro Soedarman, 35, karena itu kesal. Untuk wilayahnya, ia bertekad agar tendanisasi tetap berjalan. Menjelang Lebaran lalu, ia mengundang para pemilik toko. Disertai catatan: yang tak hadir dianggap menyetujui hasil pertemuan. Toh dari 400 pemilik toko, yang datang cuma 70. Dan tak semua yang hadir setuju. Soalnya tenda tak dibolehkan dipasang sendiri. Supaya seragam, tenda mesti dikerjakan tiga pemborong yang sudah ditunjuk. "Kalau tidak mau memasang, kami dianggap tidak mau berpartisipasi dalam pembangunan," tutur seorang pemilik toko. Hanya, karena tak semua pemilik toko punya uang cukup, mereka tetap "membandel". Soal sanksi urusan belakang. Karenanya, tendanisasi itu tampaknya bakal bernasib sama seperti pagarisasi di Purworejo, yang gagal, beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini