Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Singkat Pembinaan Sebelum Berangkat

Pembinaan bagi calon haji hanya berlangsung setahun sebelum masa keberangkatan.

21 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas biro perjalanan haji dan umroh mengangkat tas koper calon jamaah umroh di Kantor Travel Haji dan Umroh Tanur Muthmainnah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, 10 Januari 2023. ANTARA/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Ketua Ikatan Pembimbing Haji Umrah Indonesia (IPHUIN), Adi Marfudin, mengeluhkan buruknya pengelolaan dan pendidikan bagi para calon haji yang hendak bertolak ke Tanah Suci, Arab Saudi. Pembinaan terhadap calon haji hanya berlangsung setahun sebelum masa keberangkatan. Akibatnya, banyak calon haji yang dinilai belum memahami substansi ibadah haji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para calon haji setidaknya punya waktu 23 tahun untuk menunggu masa antre sebelum diberangkatkan ke Mekah. Persoalannya, selama rentang waktu itu, mereka hanya mendapat pendidikan haji dengan durasi 6-7 kali pertemuan. “Seharusnya masa tunggu menjadi kesempatan bagi pemerintah mencerdaskan calon haji untuk belajar bagaimana substansi berhaji,” kata Adi kepada Tempo, Jumat, 20 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, pemerintah bertanggung jawab memberi pendidikan dan pembinaan sejak seseorang mendaftarkan diri sebagai calon haji serta mendapat nomor porsi. Terlebih mereka sudah membayar uang dana nilai manfaat sebesar Rp 25 juta, yang kemudian dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Nomor porsi dikeluarkan Kementerian Agama sebagai penyelenggara ibadah haji. Nomor yang tertera pada bukti setoran awal di bank berisi estimasi tanggal calon haji bisa berangkat ke Tanah Suci.

Adi mengatakan, sejak memperoleh nomor porsi, seseorang semestinya disebut sebagai calon haji yang mendapat hak asuransi, pendidikan sekolah haji, informasi berkala, konsultasi tentang haji, dan berbagai pendidikan lainnya selagi menunggu antrean.

Warga mendaftar haji di kantor Kementerian Agama Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, 11 Januari 2023. ANTARA/Jojon


Seminimal mungkin, Adi melanjutkan, para calon haji paham dan hafal bagaimana manasik haji, terutama ketika memaknai simbol-simbol ritual dalam berhaji. Mereka juga perlu mendalami ilmu rukun-rukun haji, dari tawaf atau kegiatan mengelilingi Ka’bah, wukuf, hingga rangkaian melempar jamrah atau kerikil. “Nah, calon haji kita selama ini banyak yang blank dalam proses-proses ini dan tidak pernah melakukan evaluasi,” ucap Adi.

Padahal, kata dia, pemerintah memiliki 8.500 tenaga pembimbing bersertifikat yang tersebar di seluruh wilayah. Semestinya mereka dapat secara reguler memberikan pendidikan kepada 5,3-5,5 juta calon haji yang masuk antrean haji.

Hal ini berbanding terbalik dengan mekanisme ibadah haji di Malaysia. Pemerintah negeri jiran tersebut menerapkan sistem sekolah haji yang harus diikuti para calon haji hingga bertahun-tahun. Pendidikan diberikan secara utuh kepada jemaah yang hendak menunaikan ibadah haji sehingga mereka memahami betul setiap ritual yang dijalani selama di Tanah Suci.

Persoalannya, kata dia, penilaian yang dilakukan pemerintah hanya berpaku pada indikator pelayanan penyelenggaraan ibadah haji. Merujuk pada survei Badan Pusat Statistik (BPS), survei kepuasan calon haji dalam mendapat layanan fasilitas dari pemerintah meningkat. Indeks kepuasan meningkat dari 85,91 poin pada 2019 menjadi 90,45 pada 2022. Poin itu diperoleh dari penilaian kepuasan pada sektor pelayanan petugas haji, layanan ibadah, transportasi, akomodasi, katering makanan, dan layanan kesehatan.

Hanya Berfokus pada Komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji 

Menurut Adi, pemerintah juga hanya berfokus pada hitung-hitungan komponen biaya perjalanan ibadah haji. Dari biaya penerbangan berangkat dan kembali, biaya hidup, biaya visa, akomodasi dari Mekah ke Madinah, hingga berbagai tanggungan lainnya. “Tapi aspek-aspek apakah benar ibadahnya, apakah benar tawafnya, apakah sudah memahami ibadah haji dengan baik, hal tersebut tidak pernah diukur.”

Padahal masa tunggu antrean ibadah haji selama 23-25 tahun. Masa tunggu tersebut dihitung dari 5,3-5,5 juta calon haji yang mendaftar dibagi dengan 221 ribu calon haji yang diberangkatkan saban tahun. Jumlah yang diberangkatkan tersebut merupakan kesepakatan kuota haji yang diterima Indonesia di antara negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Masa tunggu ini lebih baik ketimbang antrean di Malaysia, yang membutuhkan waktu hingga 141 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, mengatakan masa tunggu calon haji lebih baik setelah pemerintah mendapat penambahan kuota haji sejak tahun lalu. Menurut dia, kuota haji Indonesia meningkat menjadi 221 ribu orang pada 2023 dari kuota 100 ribu jiwa pada 2022. “Dari jumlah itu, ada sekitar 60 ribu calon haji yang diprioritaskan untuk kategori orang lanjut usia,” ucap Hilman.

Karena jumlah orang lansia lebih banyak, pemerintah bakal menyiapkan penanganan khusus. Di antaranya layanan bantuan fisik pendamping, fasilitas kesehatan, dan berbagai layanan lainnya yang memudahkan jemaah beribadah.

Pemerintah juga mengembangkan aplikasi Haji Pintar sebagai sarana pembinaan calon haji. Aplikasi tersebut berisi berbagai imbauan agar jemaah berdisiplin dan tertib dalam menjalankan ibadah. Atas terobosan ini, kata Hilman, pemerintah mendapatkan penghargaan dari Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi pada 10 Januari lalu di Jeddah. “Haji Pintar didaulat sebagai aplikasi haji terbaik oleh Kementerian Haji dan Umrah Saudi.”

Pengamat haji dan umrah dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Dadi Darmadi, mengingatkan bahwa masalah utama yang dihadapi jemaah adalah panjangnya masa daftar tunggu yang jarang disosialisasi kepada publik. Semestinya pemerintah mengkaji secara statistik untuk mengukur secara rinci daftar tunggu. “Bisa saja dilakukan sosialisasi melalui organisasi kemasyarakatan Islam, ahli statistik, atau dari para ulama,” ucap dia.

Sosialisasi ini bertujuan memberikan kepastian kepada publik dalam menunggu antrean sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci. Dia juga mendorong agar pemerintah mengevaluasi secara berkala nilai biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sehingga bisa menyesuaikan secara gradual jika ada kenaikan komponen biaya yang harus dikeluarkan di Arab Saudi. Selain itu, untuk menjamin jasa layanan kepada jemaah secara optimal.  

Mengkritik Kenaikan Biaya Haji 

Dadi turut mengkritik rencana pemerintah yang hendak menaikkan biaya haji yang harus dikeluarkan calon haji. Pemerintah, dalam rapat bersama Komisi VIII DPR, mengusulkan rata-rata biaya perjalanan ibadah haji pada 2023 sebesar Rp 69,1 juta. Dengan usulan itu, menurut Dadi, setiap calon haji bakal diminta membayar beban Rp 69,1 juta dari sebelumnya yang hanya Rp 39,8 juta.

Persoalannya, lonjakan biaya terjadi dalam kurun waktu setahun dan tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Dia khawatir kenaikan biaya secara drastis bakal membebani calon haji yang akan berangkat pada tahun ini. Apalagi mayoritas calon haji merupakan kalangan kelas bawah, seperti petani, pedagang kecil, dan orang lansia dengan penghasilan terbatas.

Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, mengatakan kenaikan biaya haji sulit dihindari. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan, baik di Tanah Air maupun di Arab Saudi, seperti biaya angkutan udara karena harga avtur juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, dan alat kesehatan. “Belum lagi pengaruh inflasi sehingga biaya haji mesti beradaptasi dengan situasi tersebut,” ujar Mustolih. 

AVIT HIDAYAT | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus