Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEBERAPA saat setelah hakim Mahkamah Konstitusi membacakan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, Ketua Bidang Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ahmad Basarah menghubungi Anies Baswedan. Putusan MK itu membuka peluang PDIP mengusung calon Gubernur Jakarta karena ambang batas 25 persen suara sah tak lagi berlaku. Dalam pemilihan legislatif Jakarta, PDIP hanya membukukan suara 14,01 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat jam kemudian, Basarah sudah bermuka-muka dengan Anies di sebuah tempat di Jakarta Selatan. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membenarkan adanya pertemuan itu. “Keduanya membicarakan pilkada Jakarta,” ujar Hasto pada Kamis, 22 Agustus 2024. Putusan MK Nomor 60 itu, kata dia, membawa angin segar bagi PDIP mengusung calon kepala daerah setelah mereka ditinggalkan Koalisi Indonesia Maju, yang mencalonkan Ridwan Kamil-Suswono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang petinggi PDI Perjuangan dan kolega dekat Anies Baswedan mengungkapkan isi pertemuan itu. Anies dan Basarah membahas strategi mendekatkan basis pemilih Anies dengan PDI Perjuangan yang kurang klop. Anies, mantan Gubernur Jakarta, punya pendukung dari kalangan Islam garis keras, sementara PDIP berhaluan nasionalis.
Dalam pertemuan itu, Basarah meminta Anies mulai bicara tentang nilai-nilai ideologi Sukarno, presiden pertama Indonesia dan ayah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Rekam jejak kakek Anies, Abdurrahman Baswedan, yang pernah bersama Sukarno di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI, akan menjadi cantolan mendekatkan keduanya.
Menurut Hasto, pendekatan historis itu penting setelah perbedaan pilihan yang tajam saat pemilihan kepala daerah 2017. PDI Perjuangan pun membuka peluang Anies menjadi calon Gubernur Jakarta dari partainya. “Selama Mas Anies berkomitmen terhadap ideologi, keberpihakan pada wong cilik, dan platform partai,” ucap Hasto. Sebelum ada putusan MK, peluang PDIP mengusung calon gubernur tertutup karena Koalisi Indonesia Maju (KIM) menutup pintu bagi partai ini.
Perseteruan PDIP dengan Presiden Joko Widodo membuat KIM tak mengajak PDIP dalam koalisi. KIM terdiri atas Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional yang menggandeng Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera. Nama koalisi baru di Jakarta ini pun menjadi KIM plus.
Hakim konstitusi mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora—anggota KIM—dalam gugatan ambang batas suara partai. Kini ambang batas ditentukan berdasarkan suara sah yang dihitung dari jumlah suara per daerah. Angkanya 6,5-10 persen. Bagi Jakarta, yang punya 8,3 juta pemilih, ambang batas itu sebesar 7,5 persen. “Ini kado Mahkamah Konstitusi yang dibajak dalam pemilihan presiden,” kata Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah PDI Perjuangan Deddy Sitorus pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Jauh sebelum ada putusan MK, nama Anies Baswedan sebagai calon Gubernur Jakarta dari PDIP muncul sejak 24 Mei 2024. Ketua PDI Perjuangan Jakarta Andy Widjaja mengirim surat kepada pengurus pusat partainya mengajukan Anies Baswedan sebagai satu-satunya calon gubernur. Setelah itu, komunikasi intensif dengan Anies Baswedan dan orang-orang dekatnya dilakukan lewat Ahmad Basarah dan Ketua Bidang Sumber Daya DPP PDI Perjuangan Said Abdullah.
“Terbangun perasaan sebagai sesama korban ketidakadilan oleh campur tangan kekuasaan,” ucap Hasto, Sabtu, 24 Agustus 2024.
PDIP tak mengajukan syarat lain untuk mengusung Anies. Elite PDIP setuju Anies tak perlu menjadi anggota PDIP untuk meredam protes pendukung Basuki Tjahaja Purnama. Basuki, anggota PDIP, dan Anies menjadi rival dalam pemilihan kepala daerah Jakarta 2017. Para pendukung Basuki di PDIP kurang sreg jika Anies menjadi kader partai ketika diusung sebagai calon gubernur.
Menguatnya nama Anies di PDIP tak lepas dari elektabilitasnya yang tinggi. Survei Indikator Politik Indonesia pada 18-26 Juli 2024 menunjukkan tingkat keterpilihan Anies sebesar 43,5 persen dari simulasi empat nama. Di bawahnya ada Basuki dengan 30,5 persen dan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dengan 18,3 persen.
Rencana PDI Perjuangan mengusung calon sendiri hampir kandas saat Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mendadak membahas rancangan baru Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah pada Rabu, 21 Agustus 2024, atau sehari setelah putusan MK. Dalam pembahasan hanya dua jam, politikus anggota KIM mengubah aturan yang menganulir putusan MK.
Pembahasan Undang-Undang Pilkada dirumuskan beberapa jam setelah hakim konstitusi selesai membacakan putusan Nomor 60 dan 70. Tanpa kehadiran politikus PDIP Perjuangan, Badan Musyawarah DPR menggelar rapat mendadak membahas putusan tersebut. “Kami sedang kumpul di ruang fraksi ketika mendengar ada rapat di Bamus,” ujar anggota DPR dari PDIP, Masinton Pasaribu.
Rapat Badan Musyawarah dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Hanya berjalan satu jam, peserta rapat setuju membahas Undang-Undang Pilkada di Badan Legislasi esoknya. “Rapat Bamus itu selalu cepat,” kata Dasco. “Soal kenapa PDIP tak diundang itu urusan sekretariat, saya tidak tahu.”
Saat membahas Undang-Undang Pilkada di Badan Legislasi, PDIP menjadi satu-satunya fraksi yang menolak naskah Undang-Undang Pilkada yang baru itu dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan esoknya. Politikus PDIP bersahutan menginterupsi agar DPR mematuhi putusan MK. “Fraksi PDI Perjuangan meminta nota keberatan apabila RUU Pilkada menegasikan putusan MK,” tutur Nurdin dari PDIP dalam rapat Badan Legislasi.
Anies Baswedan dalam pertemuan dengan politisi PDIP di Kantor DPD PDIP Jakarta, Cakung, Jakarta, 24 Agustus 2024. Antara/HO DPD PDIP Jakarta
Meski begitu, saat pembahasan substansi Undang-Undang Pilkada yang menganulir putusan MK, para politikus PDIP itu tidak banyak mengeluarkan argumen keras. Ketika membahas pasal 40 tentang ambang batas suara partai politik mengajukan calon kepala daerah, mereka tak menginterupsi pimpinan sidang, bahkan hingga ketok palu membawa draf itu ke rapat paripurna.
Perlawanan baru terlihat setelah Badan Legislasi selesai mengadakan rapat. Politikus PDIP sepakat tak akan datang dalam rapat paripurna untuk mencegah pengesahan. “Ini bentuk ketidaksetujuan kami terhadap Undang-Undang Pilkada yang baru,” kata Masinton.
Benar saja, saat rapat paripurna dimulai, dari 575 anggota DPR, hanya 89 yang hadir secara fisik. Akibatnya, rapat tidak mencapai kuorum. Menurut Pasal 279 dan 281 Tata Tertib DPR, rapat sah jika dihadiri separuh anggota DPR. Sufmi Dasco Ahmad akhirnya mengumumkan rapat pengesahan Undang-Undang Pilkada ditunda. “Saat pendaftaran calon kepala daerah aturan yang berlaku adalah putusan MK,” ujarnya.
Penundaan pengesahan Undang-Undang Pilkada terutama karena desakan publik yang meluas untuk mencegah DPR mengesahkan pembangkangan terhadap putusan MK tersebut. Mahasiswa, dosen, komika, aktor, dan aktivis masyarakat sipil mendatangi gedung DPR memakai baju hitam. Mereka menyerukan DPR menyetop pembahasan Undang-Undang Pilkada karena meruntuhkan demokrasi dan melanggengkan dinasti politik Jokowi.
Para demonstran menilai demokrasi Indonesia ternoda karena DPR membangkang putusan lembaga tertinggi penafsir hukum. Dinasti politik Jokowi juga akan menguat karena Undang-Undang Pilkada yang baru membuka peluang Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi, menjadi calon kepala daerah. Kaesang baru genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024, sementara pilkada serentak digelar 27 November 2024. Sesuai dengan putusan MK, Kaesang belum cukup umur menjadi calon kepala daerah saat pendaftaran pekan ini.
Di hari demonstrasi besar mengawal putusan MK, PDI Perjuangan mengumumkan rekomendasi kepada 169 bakal pasangan calon kepala daerah. “Landasan kami adalah putusan MK Nomor 60 itu,” kata Hasto Kristiyanto.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Erwan Hermawan, Francisca Christy Rosana, Hussein Abri Dongoran, dan Desty Luthfiani berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kado Surplus Melawan KIM Plus"