Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
M
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AHASISWA, pelajar, buruh, dosen, dan aktivis organisasi masyarakat sipil kembali turun ke jalan, ke halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat, juga ke kantor pemerintah. Mereka menolak rencana Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Rapat paripurna sedianya digelar pada 22 Agustus 2024. Pimpinan DPR menundanya karena rapat tak mencapai kuorum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski pengesahan sudah batal, massa demonstrasi tak surut, bahkan berlanjut esoknya. Para pedemo curiga pembatalan hanya akal-akalan penundaan. Ketika mereka surut, ketika mereka percaya DPR benar-benar membatalkan pengesahan RUU Pilkada, DPR diam-diam mengesahkannya. Seperti yang sudah-sudah, DPR acap melawan kehendak rakyat.
Kali ini kehendak rakyat itu menyetop dinasti Joko Widodo. RUU Pilkada memungkinkan Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi, menjadi calon gubernur atau wakil gubernur. Setelah mentok di Jakarta, Kaesang pindah menjadi kandidat kepala daerah di Jawa Tengah. Putusan Mahkamah Konstitusi pada 20 Agustus 2024 membuyarkan hasrat berkuasa Jokowi dan anggota keluarganya itu.
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Partai Gelora dan Partai Buruh mengenai batas usia calon kepala daerah 30 tahun saat ditetapkan. Dengan begitu, usia calon minimal 30 tahun saat didaftarkan. Kaesang berusia 30 pada 25 Desember 2024, sementara pilkada serentak digelar pada 27 November 2024. RUU Pilkada menetapkan usia calon 30 tahun saat pelantikan, mengacu pada putusan Mahkamah Agung.
Poin penting lain putusan MK adalah ambang batas partai mengajukan calon kepala daerah. Koalisi Indonesia Maju (KIM)—kumpulan partai pelayan Jokowi—sudah memborong koalisi dengan menyisakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Namun PDI Perjuangan dan partai-partai kecil tak punya cukup suara 20 persen anggota parlemen. Putusan MK menganulir batas tersebut, yang membuat skenario KIM buyar. RUU Pilkada hendak mengembalikan ambang batas 20 persen itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Satu Kata: Lawan"