Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HENDRAR Prihadi sedang menghabiskan waktu bersama sejumlah kawannya di kawasan Jakarta Selatan ketika Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto menghubunginya menjelang tengah malam pada Ahad, 25 Agustus 2024. Hasto memberi tahu Hendrar bahwa PDIP menugasi Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu maju sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Tengah. “Menurut Mas Hasto, saya dipilih karena survei saya cukup tinggi,” kata Hendrar kepada Tempo pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Tak sampai setengah hari kemudian, Hendrar hadir dalam pemberian rekomendasi calon kepala daerah di kantor PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Di Jawa Tengah, ia dipasangkan dengan bekas Panglima Tentara Nasional Indonesia, Andika Perkasa, yang menjadi calon gubernur.
Keputusan memasangkan Andika dengan Hendrar diambil oleh PDIP pada Ahad malam sebelum Hasto menelepon Hendrar. Sebagai bekas tentara, Andika dianggap sanggup mengimbangi Ahmad Luthfi, bekas Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, yang diusung Koalisi Indonesia Maju plus, gabungan partai politik pendukung Prabowo Subianto dan Joko Widodo. PDIP berharap jaringan tentara Andika bisa membendung jaringan polisi Luthfi. “Ketika Pak Andika dicalonkan, semangat juang kami meningkat,” ujar Hasto Kristiyanto.
PDIP tak mau kehilangan Jawa Tengah yang selama ini dikenal sebagai kandang banteng. Meskipun PDIP meraih suara terbanyak dalam pemilihan legislatif di provinsi tersebut, jagoan mereka dalam pemilihan presiden lalu, Ganjar Pranowo-Mahfud Md., kalah telak oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hasto menuduh kekalahan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah antara lain karena kubu lawan mengerahkan polisi untuk membantu pemenangan.
Laporan Tempo pada Februari 2024 menemukan peran Ahmad Luthfi dalam pemenangan Prabowo, yang berpasangan dengan putra sulung Presiden Joko Widodo. Luthfi memang menguasai seluk-beluk Jawa Tengah dan memiliki akar yang kuat di sana. Sebelum menjabat Kepala Polda Jawa Tengah selama empat tahun, Luthfi menjadi Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta, Kepala Polresta Surakarta, dan Wakil Kepala Polda Jawa Tengah. Saat menjabat Wakil Kepala Polresta Surakarta pada 2011, ia mulai bersinggungan dengan Jokowi, yang menjabat Wali Kota Surakarta pada 2005-2012. Karena itu, banyak yang menganggapnya sebagai bagian dari “Geng Solo”—sebutan bagi pejabat yang dekat dengan Jokowi sejak di Solo.
Meskipun baru diumumkan PDIP pada Senin, 26 Agustus 2024, nama Andika Perkasa mengemuka di lingkup internal partai banteng sejak tiga bulan lalu. Selain berkat latar belakang militernya, menantu bekas Kepala Badan Intelijen Negara, A.M. Hendropriyono, itu telah menjadi kader partai. Adapun Hendrar Prihadi dianggap memiliki rekam jejak yang mumpuni sebagai Wali Kota Semarang pada 2013-2022. “Kami melihat pengalaman Mas Hendi (panggilan Hendrar) sebagai wali kota dan kedekatannya dengan struktur partai,” kata Hasto.
Sebelum memilih Hendrar, PDIP sebenarnya sempat mengajak Partai Kebangkitan Bangsa berkoalisi di Jawa Tengah. Petinggi PDIP meminta Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKB Jawa Tengah Yusuf Chudlori menjadi pasangan Andika, tapi belakangan ditampik PKB. Dalam Muktamar PKB di Bali, 24-25 Agustus 2024, PKB memutuskan bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran sekaligus mengusung pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Jawa Tengah.
Hasto menyebutkan PKB berpaling ke kubu Luthfi-Yasin karena ada tekanan terhadap partai itu. “Kami paham Muktamar PKB kan nyaris diganggu dengan adanya massa yang siap berhadap-hadapan di Bali,” ucapnya. “Itu tanda-tanda ada intervensi politik.” Yusuf Chudlori mengatakan pembentukan koalisi di Jawa Tengah tak berlanjut karena Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memberi instruksi baru. “Saya serahkan kepada dewan pimpinan pusat karena saya ini hanya pasukan,” tutur Yusuf pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
PDIP juga mengusung calon yang berlatar belakang tentara untuk melawan calon jagoan Istana di Sumatera Utara. Bekas Panglima Komando Cadangan Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Edy Rahmayadi, dimajukan untuk menghadapi menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution. Edy malah lebih dulu mendapatkan surat rekomendasi ketimbang Andika Perkasa. Ia dianggap berani melawan keluarga Jokowi. “Sama mantunya malaikat pun kalau boleh kami lawan,” kata Edy pada akhir Juni 2024.
Di Jawa Timur, PDIP mengajukan kadernya sendiri untuk membendung calon yang didukung Istana. Menjelang penutupan pendaftaran, partai banteng mengumumkan bekas Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, sebagai calon gubernur berpasangan dengan Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans. Risma-Zahrul akan melawan inkumben, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Pada pemilihan presiden 2024, Khofifah menjadi juru kampanye Prabowo-Gibran.
Risma mengatakan ia diberi tugas oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial di provinsi tersebut. “Saya mengetahui persis data kondisi di Jawa Timur,” ucap Menteri Sosial tersebut pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Sebagaimana di Jawa Tengah, PDIP tadinya hendak menggandeng PKB. Namun, sehari sebelum tenggat pendaftaran, PKB mendadak mengusung dua kader mereka, Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Khakim, sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Zahrul, pengasuh pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur, yang juga politikus Partai Golkar, akhirnya dipilih sebagai pasangan Risma.
Di Jawa Barat, PDIP juga mengumumkan jagoannya menjelang tenggat. Setelah batal mengusung Anies Baswedan di Jakarta, PDIP mendorong bekas Gubernur Jakarta itu maju di Jawa Barat untuk melawan calon dari koalisi partai pendukung pemerintah, Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan. Tapi Anies menolak tawaran beberapa jam sebelum pendaftaran ditutup.
PDIP akhirnya mencalonkan dua nama yang sebelumnya tak masuk bursa sebagai kandidat yang kuat, yakni Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata dan selebritas yang juga kader banteng, Ronal Surapradja. Dalam survei Indikator Politik Indonesia pada 20-27 Juni 2024, nama Jeje muncul di peringkat ke-22 dari simulasi 26 nama kandidat. Elektabilitasnya ada di angka 0,2 persen.
Hasto Kristiyanto mengatakan kedua nama tersebut merupakan opsi terakhir. “Opsi kami pada awalnya ke Mas Bima Arya (Partai Amanat Nasional), kemudian berubah ke Mas Sandiaga Uno (Partai Persatuan Pembangunan),” katanya.
Kedua opsi tersebut juga berakhir buntu. PDIP sebenarnya bisa mencalonkan Ketua PDIP Jawa Barat yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ono Surono. Namun, setelah Anies menampik ajakan, partai memutuskan tak mengusung Ono. “Pemilihan gubernur daerah yang padat penduduk mengundang intervensi kekuasaan karena ada yang terlalu dini memproyeksikan Pemilihan Umum 2029,” ujar Hasto ihwal penyebab batalnya rencana duet Anies-Ono.
Presiden Jokowi membantah adanya cawe-cawe Istana dalam pemilihan kepala daerah ini. Ia mengaku tak ikut campur meski sejumlah orang dekatnya maju dalam kontestasi. “Itu urusan partai politik. Mau mencalonkan dan tidak mencalonkan itu urusan koalisi. Ada mekanisme, ada proses di situ,” kata Jokowi di Jakarta Timur pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Erwan Hermawan, Francisca Christy Rosana, Hussein Abri Dongoran, Daniel A. Fajri, dan Hanaa Septiana di Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Mendadak Kandidat di Ujung Tenggat".