Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI tengah gigil musim dingin 2018 Kota Vatikan, Paus Fransiskus berdiri di atas mobil jip terbuka. Mobil kepausan itu membelah jalan berbatu di Vatikan, yang lebih mirip gang di Jakarta. Mendekati sebuah toko piza, kendaraan yang ditumpangi Jorge Mario Bergoglio—nama asli Paus Fransiskus—mandek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari pematang jalan, Ramayda Akmal menyaksikan orang-orang langsung mengerubuti Fransiskus. Akmal, dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, waktu itu sedang menempuh studi doktoral di Belanda dan berpelesir ke Vatikan. “Paus Fransiskus menyalami semua orang yang berkerumun,” katanya saat ditemui di Yogyakarta, Senin, 26 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fransiskus terpilih menjadi paus lewat konklaf, sidang Majelis Kardinal untuk memilih paus baru, yang lumayan ketat pada Maret 2013. Ia menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri. Pada hari-hari setelah Fransiskus menjadi Santo Bapa—salah satu julukan Paus—tajuk berbagai surat kabar dan media internasional nyaris seragam. Mereka menyebutkan Fransiskus akan menjalankan kepausan yang sederhana dan rendah hati.
Itu terlihat dari cara Fransiskus mempersembahkan misa pertamanya setelah memimpin Takhta Suci. Fransiskus menggunakan gayanya sendiri. Ia memilih kapel kecil di Casa Santa Marta, sebuah flat di samping Istana Apostolik. Apartemen itu biasanya menjadi tempat menginap para kardinal dan sekarang menjadi kediaman Fransiskus.
Yang mengikuti misa pun bukan para pejabat administratif atau Kuria Roma. Fransiskus mengundang tukang kebun, pramuwisma, dan staf harian Vatikan. “Gereja meminta kita mengubah hal-hal tertentu,” ujarnya dalam homili misa itu sebagaimana dilaporkan The New York Times pada September 2015.
Lahir di Flores—kawasan permukiman kelas menengah—Buenos Aires, Argentina, Fransiskus besar dalam keluarga imigran yang lumayan berkecukupan. Papanya, Mario Giuseppe Bergoglio Vasallo, bekerja sebagai akuntan di perusahaan kereta api setempat. Adapun mamanya, Regina María Sivori Gogna, ibu rumah tangga. Ia sulung dari lima bersaudara.
Di usia 17 tahun, Fransiskus mendapat gelar diploma teknik kimia. Ia sempat bekerja sebagai penjaga merangkap petugas kebersihan sebuah klub malam di Buenos Aires. Jorge Bergoglio muda kemudian melamar pekerjaan di sebuah laboratorium perusahaan makanan.
Pada tahun kelulusannya, Bergoglio mengalami peristiwa yang disebutnya sebagai pengalaman spiritual pertama. Syahdan, pada September 1953, dalam perjalanan menuju festival musim semi, dia melintas di depan gereja yang saban pekan ia kunjungi bersama keluarganya di Buenos Aires.
Ia merasa ada seseorang yang menunggunya di dalam gereja. Ia masuk ke gereja dan membuat pengakuan dosa di hadapan seorang pastor yang tak dikenalnya. “Saya mendapat panggilan dan sejak itu meyakini harus menjadi seorang pastor,” kata Fransiskus, menceritakan pengalamannya itu ketika memimpin misa Pentakosta, Mei 2013.
Setelah peristiwa itu, Bergoglio remaja mendaftar ke Seminari Metropolitan Buenos Aires, sekolah calon pastor di kawasan Villa Devoto yang kini berumur 400 tahun, pada 1955. Baru dua tahun menjalani masa pendidikan, ia didiagnosis mengidap pneumonia dan kista yang membuat sebagian jaringan paru-parunya harus diambil. Pada 1958, Bergoglio memutuskan masuk ke tarekat Serikat Yesus.
Provinsial Serikat Yesus Provinsi Indonesia Benedictus Hari Juliawan bercerita, Fransiskus pernah mengalami masa sulit ketika menjadi Provinsial Serikat Yesus di Argentina, pertengahan 1970-an. Di Negeri Tango waktu itu meletus kudeta militer yang dipimpin Jorge Rafael Videla. Menurut Benny—sapaan Benedictus, “Komunitas agama ikut berjuang melawan rezim dan memperjuangkan hak asasi manusia, tapi tetap memikirkan keselamatan.”
Paus Fransiskus menemui dan memeluk pengungsi setelah ritual pembasuhan kaki di pusat pengungsi Castelnuovo, Roma, Italia, Maret 2016. Reuters/via L'Osservatore Romano
Selama periode Perang Kotor (1976-1983) itu, puluhan ribu anak muda hilang dan ditahan di gulag milik pemerintahan militer, termasuk Orlando Yorio dan Francisco Jalics. Keduanya padri Yesuit yang bekerja di kawasan miskin. Dalam pengakuan kepada Sergio Rubin yang menulis biografinya, Fransiskus menyebutkan telah berupaya membebaskan dua pastor itu dengan menemui Videla. Yorio dan Jalics lantas dibebaskan lima bulan kemudian.
Menurut Benny, Fransiskus menjadikan era kepemimpinannya di Serikat Yesus di tengah kudeta militer sebagai salah satu titik balik kehidupan dan mendorongnya melakukan pertobatan pribadi. Fransiskus dianggap terlalu permisif terhadap junta militer. Akibatnya, sejumlah koleganya di Serikat Yesus, terutama yang kritis terhadap pemerintah, berjarak dengan Fransiskus. “Pertobatan itu seperti jatuh cinta, bisa datang berkali-kali,” ujar doktor lulusan University of Oxford, Inggris, tersebut
Keberpihakan Fransiskus kepada kelompok tertindas lantas muncul pada masa kepausannya. Di antaranya kunjungan ke Pulau Lampedusa, di selatan Italia, 11 tahun lalu. Ini adalah lawatan pertama Fransiskus ke luar Vatikan setelah ia terpilih menjadi Uskup Roma—sebutan lain bagi Paus.
Seraya memegang salib kayu, Fransiskus berjalan menuju altar berbentuk perahu kayu kecil. Angin sepoi-sepoi menyibak kasula ungu yang dikenakannya pada siang yang panas terik di Lampedusa. Pulau itu menjadi tujuan ribuan imigran dari berbagai wilayah di Benua Afrika yang dilanda konflik bersenjata.
“Saya memikirkan saudara-saudara muslim yang memulai puasa Ramadan. Gereja bersama Anda yang sedang mencari kehidupan yang bermartabat. Kepada Anda semua, O’scia!” kata Fransiskus disambut gemuruh tepuk tangan ribuan imigran. Dalam bahasa lokal, “o’scia” berarti “napasku”, yang biasa digunakan warga Lampedusa sebagai sapaan.
Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan sikap Fransiskus yang berpihak kepada kelompok marginal merupakan hasil pengalaman hidup sebagai padri. Menurut Suharyo, pengalaman itu membentuk kepribadian dan cara berpikir Fransiskus, termasuk upaya mendorong kemajuan dan reformasi Gereja Katolik setelah ia menjadi Paus. Salah satunya penanganan kekerasan seksual yang dilakukan klerus.
Fransiskus secara terbuka memanggil para uskup untuk membicarakan skandal itu dan berjanji sekuat tenaga menanganinya. Vatikan juga membuat prosedur bagi setiap keuskupan untuk melaporkan tuduhan pelecehan yang diduga dilakukan para rohaniwan. Meski begitu, Fransiskus dianggap tak serius dan tak berpihak kepada korban.
Organisasi yang melacak kasus pelecehan seksual oleh para rohaniwan, BishopAccountability, mencatat sejumlah kasus, termasuk yang dilakukan Marko Rupnik. Pastor itu dikucilkan Gereja pada 2020 karena tuduhan kekerasan seksual, tapi bisa diterima lagi di keuskupan negara asalnya, Slovenia.
Anne Barrett Doyle—salah satu pendiri BishopAccountability—kepada The Guardian mengatakan ada pola yang terbaca bahwa Vatikan tak serius membereskan kasus rudapaksa di lingkungan Gereja Katolik. “Paus bukan berarti tak berkeinginan melakukan reformasi, tapi saya meyakini tindakannya dirancang untuk menghasilkan dampak yang kecil,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana dari Vatikan berkontribusi dalam penulisan artikel ini