Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUDI Gunawan menjadi satu dari sejumlah tamu penting penganugerahan doctor honoris causa Megawati Soekarnoputri di Universitas Padjadjaran, Bandunag, Rabu pekan lalu. Wakil Kepala Kepolisian RI ini duduk di deretan depan bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan wakil presiden Boediono, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika Megawati membacakan orasi ilmiah.
Di tengah pidato, Megawati, yang sedang memaparkan kerumitan yang dialaminya ketika menyelesaikan persoalan hukum di Badan Penyehatan Perbankan Nasional, secara khusus menyebut nama dua orang. Mereka adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly serta Budi Gunawan. "Tadi saya lihat ada Wakil Kepala Polri," ujar Ketua Umum PDI Perjuangan itu.
Budi Gunawan adalah ajudan Megawati ketika menjadi presiden. Seusai acara, sejumlah pejabat teras makan dalam satu meja, termasuk Megawati dan Budi Gunawan. Memang tak aneh bila komisaris jenderal polisi ini hadir dalam acara seremonial yang dihadiri Megawati. Namun kejadian di Bandung itu memunculkan kesan lain menjelang berakhirnya masa jabatan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti pada akhir Juli mendatang.
Apalagi ketika Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, yang hadir dalam acara itu, menyatakan penolakan usul perpanjangan masa pensiun Badrodin. Pernyataan ini semakin menguatkan dukungan partai berlambang banteng itu kepada Budi Gunawan. "Bangsa Indonesia harus menghargai regenerasi secara sistemik," katanya.
Hasto paham pemilihan Kapolri merupakan hak prerogatif presiden. Namun ia menilai Budi Gunawan pantas menduduki jabatan Kapolri. Hasto mencontohkan ketika terjadi teror bom di depan Sarinah, Jakarta, pertengahan Januari lalu.
Menurut dia, Budi merupakan jenderal yang pertama tiba di lokasi dan berkoordinasi dengan cepat sehingga ketenangan masyarakat Jakarta segera pulih. Penanganan teror di pusat kota itu menunjukkan kapasitas Budi sebagai orang yang layak mengisi posisi nomor satu di institusi Polri "Adalah hal yang wajar juga jika ada regenerasi," kata Hasto.
Dukungan serupa disampaikan sejumlah politikus PDI Perjuangan di Senayan. Junimart Girsang, anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan, mengatakan partainya meminta Presiden Joko Widodo memberikan alasan jelas jika benar hendak memperpanjang masa jabatan Badrodin. PDI Perjuangan, kata Junimart, menilai Budi Gunawan mumpuni menggantikan Badrodin. "PDIP mendukung Budi. Dia orang yang pas."
Satu irama dengan Hasto dan Junimart, sejumlah anggota DPR dari PDI Perjuangan juga lebih awal melontarkan pernyataan sokongan terhadap Budi Gunawan. Di antaranya Masinton Pasaribu dan Trimedya Panjaitan. Menurut Trimedya, masa jabatan Badrodin tidak perlu diperpanjang. "Kan, masih banyak jenderal yang lain," katanya. Apalagi, menurut dia, belum pernah ada Kapolri yang diperpanjang masa jabatannya.
Suasana politik yang dibangun sejumlah politikus PDI Perjuangan itu berlawanan dengan munculnya kabar dari dalam Istana Kepresidenan bahwa Presiden Jokowi memiliki opsi untuk memperpanjang masa jabatan Badrodin. Pilihan kebijakan itu, kata seseorang yang sempat diajak bicara Presiden, untuk menutup peluang Budi Gunawan menjadi Kapolri. "Teuku Umar (jalan tempat tinggal Megawati) mendesak terus agar BG (Budi Gunawan) masuk," ujarnya.
Jokowi punya pengalaman pahit ketika menyorongkan nama Budi Gunawan sebagai calon Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman pada Januari 2015. Budi dipilih dari sembilan nama berbintang tiga yang diusulkan Komisi Kepolisian Nasional ke Presiden. Mengejutkan, Jokowi memilih Budi, yang kerap dikaitkan dengan dugaan kepemilikan rekening bermasalah bernilai puluhan miliar rupiah. Dua hari berselang, soal kepemilikan rekening bermasalah ini mengantarkan Budi sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Meski Budi berstatus tersangka, pada pertengahan Januari 2015 DPR tetap merestui Budi sebagai Kapolri dan mendesak Jokowi segera melantiknya. Karena menuai hujan protes keras dari publik, Jokowi urung melantik Budi. Sebelumnya, atas penetapannya sebagai tersangka, Budi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Untuk mengisi kekosongan, Jokowi menunjuk Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kapolri.
Karena status tersangka itu, Jokowi memilih tidak melantik Budi. Sebaliknya, sejumlah politikus PDI Perjuangan menghendaki Budi tetap dilantik jika menang di sidang praperadilan. Belakangan, Budi menang di pengadilan, tapi Jokowi tetap tidak melantiknya. Sebaliknya, Badrodin Haiti malah dikukuhkan sebagai Kapolri.
Budi Gunawan banyak diam sejak pencalonannya sebagai Kapolri dibatalkan Jokowi pada Februari tahun lalu. Sejak itu pula ia sering menghindari wartawan. Di sela-sela peluncuran buku Megawati dalam Catatan Wartawan: Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat di Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada, Jakarta, pada 23 Maret lalu, Tempo mendekati Budi Gunawan.
Permintaan untuk mewawancarainya tentang sejumlah isu, termasuk calon Kapolri, langsung dia tolak. "Jangan ke saya," katanya. Ketika ditanyakan soal dukungan PDI Perjuangan kepadanya untuk menjadi Kapolri, Budi Gunawan menjawab ringkas. "Tanyakan ke Pak Kapolri," tuturnya. Juru bicara kepresidenan, Johan Budi S.P., menyatakan tidak tahu tentang calon Kapolri pilihan Jokowi. "Hanya Presiden yang tahu," ujarnya.
Jenderal Badrodin Haiti mengatakan belum ada pembahasan calon Kapolri di Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi. Meski begitu, kata dia, jika Presiden menghendaki, kepolisian akan menyerahkan nama jenderal polisi yang memiliki kualifikasi untuk menjadi Kapolri. Menurut dia, Divisi Profesi dan Pengamanan serta Staf Sumber Daya Manusia Polri memiliki catatan rekam jejak mereka yang memenuhi syarat dengan baik. "Kami memiliki data lengkap tentang perjalanan karier selama di kepolisian, juga kekurangan dan kelebihannya," katanya.
Sunudyantoro, Dewi Suci Rahayu, Ghoida Rahmah (Jakarta), Aminudin A.S. (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo