Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cangkok Video Seberang Negeri

"Mediator" warga Mesuji menyatakan sebagian video kekerasan diperoleh dari YouTube. Terdiri atas dua potongan gambar berbeda tempat.

26 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adegan "horor" itu diputar di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu dua pekan lalu. Lima korban kekerasan akibat sengketa lahan di Kabupaten Mesuji, Lampung, hadir. Mereka didampingi Mayor Jenderal Purnawirawan Saurip Kadi, mantan Asisten Personalia Kepala Staf Angkatan Darat, dan pengacara Bob Hasan.

Dalam sekejap, rekaman sepanjang 7 menit 21 detik itu membuat penontonnya bergidik. Di situ terekam tubuh tanpa kepala tergantung lunglai, mengenakan kaus biru dan celana jins gelap. Lengan kanan orang itu diikat pada tiang listrik di tepi jalan tanah yang dipagari tanaman perdu. Kamera bergerak merekam mayat itu dari atas ke bawah, lalu kembali ke atas. Tak kurang dari 13 detik mayat itu disorot.

Gambar beralih, lagi-lagi ke seonggok mayat. Ia tengkurap dengan punggung penuh luka bacok menganga, tapi tubuhnya utuh. Berikutnya, kamera merekam suasana kampung yang lengang, hanya tampak satu-dua orang melintas. Seorang petugas Brigade Mobil dengan senapan menyisir jalanan yang membelah deretan rumah. Suara deru angin sesekali terdengar cukup kencang. Di sudut perempatan, sebuah mobil polisi jenis pickup kabin ganda diparkir.

Belasan orang berdiri di sekitarnya. Beberapa berseragam polisi dan lainnya mengenakan pakaian sipil. Sebuah truk pengangkut berwarna merah berada di seberang pickup. Di atas kepala truk itulah dua kepala manusia tergeletak. "Foto, nih, foto," terdengar suara dari arah yang tak jelas.

Rekaman video yang mereka bawa tak berhenti pada gambar dua kepala manusia di atas truk merah. Yang muncul berikutnya adalah adegan sadistis seseorang menggorok dan membacok kepala manusia dalam genangan ­darah. Adegan berganti dari satu pemeng­galan kepala ke pemenggalan lain, diselingi suara tembakan.

Pada bagian akhir video, muncul seseorang dengan pakaian hitam-hitam dan kepala tertutup kain hitam. Ia membawa senjata laras panjang sambil memegang potongan kepala manusia di tangan kanan. Meneriakkan pekik "Putro Islamiyah Pattani Darussalam", seseorang dalam kelompok ini mengakui membunuh korban. Teriakan takbir dan kemudian "Fathoni Darussalam merdeko, merdeko, merdeko!" menutup video.

Segera saja, video ini membuat heboh Tanah Air. Semua orang menoleh ke Mesuji, daerah yang baru bisa dicapai setelah enam jam bermobil dari Bandar Lampung. Dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat, berupa pemenggalan kepala, segera dilontarkan. Tapi, dua hari setelah "pemutaran perdana" yang kemudian menjadi perhatian khalayak, video itu dipersoalkan kesahihannya.

Adalah kantor berita CBS News yang pertama kali menurunkan laporan tentang kemungkinan video itu dibuat oleh kelompok separatis Pattani di wilayah Thailand Selatan. Laporan yang terbit di situs pada 16 Desember itu dibantah keras, baik oleh Bob Hasan, Saurip Kadi, maupun beberapa warga Mesuji yang datang ke gedung Dewan.

Bagaimana sebenarnya keaslian video itu? Pakar telematika Heru Sutadi yakin video itu terdiri atas dua rekaman peristiwa berbeda yang disatukan. Bagian pertama merekam peristiwa yang diduga terjadi di Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan­—yang bersebelahan dengan Kabupaten Mesuji di Lampung. Rekaman ini berdurasi 2 menit 33 detik, terdiri atas 4-5 frame gambar yang disatukan melalui proses editing. Dalam rekaman terdapat gambar sesosok mayat tergantung tanpa kepala di tiang listrik dan dua kepala di atas truk merah.

Detik berikutnya adalah peristiwa yang terpisah, tidak berkaitan sama sekali dengan peristiwa pertama. Bagian kedua ini memiliki panjang 4 menit 48 detik dan terdiri atas 5-7 frame gambar. Tapi kedua bagian sama-sama diambil menggunakan kamera telepon seluler, tampak dari gambar yang pecah ketika ditayangkan. Pada rekaman kedua inilah ditampilkan adegan pemenggalan kepala manusia. "Ini di lokasi yang berbeda," kata Heru.

Kedua gambar diyakini diambil di waktu dan lokasi berbeda. Indikasinya, terdapat perbedaan sudut pengambilan gambar. Gambar pertama, menurut Heru, ada kemungkinan diambil oleh petugas atau orang yang baru datang ke lokasi setelah terjadi kerusuhan. Gambar itu merekam suasana lokasi yang didatangi. Sedangkan gambar kedua memiliki obyek khusus, yaitu proses pemenggalan kepala. Pada menit-menit terakhir, pemenggalnya meneriakkan pernyataan yang mengesankan kebanggaan, mungkin karena korbannya tokoh yang dianggap musuh.

Kepala Laboratorium Sistem Kendali dan Komputer Institut Teknologi Bandung, Agung Harsoyo, menyatakan hal yang sama. "Dari sisi video asli, tapi ada beberapa frame yang berbeda," katanya. Menurut dia, video itu berisi dua rekaman yang kemudian digabung dan disinkronkan. "Ini terlihat dari perpindahan gambar yang terjadi beberapa kali," ia menambahkan.

Keraguan bahwa peristiwa pemenggalan itu terjadi di Mesuji juga datang dari peneliti bahasa Melayu dan pengajar di Universitas Indonesia, Muha­djir. Bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang memenggal kepala, kata dia, tidak digunakan di Indonesia. "Saya tidak mengenali bahasanya. Itu bahasa asing," ujarnya. Bahasa yang digunakan dalam pernyataan pada akhir rekaman memang bahasa Melayu, meski banyak kata asing di situ.

Dilihat dari dialek yang digunakan, orang dalam video menggunakan dialek yang berakhiran "o". Misalnya ucapan "merdeko" (seperti ucapan untuk "cokro" dalam bahasa Indonesia). Muhadjir ragu dialek ini digunakan di wilayah Ogan Komering Ilir atau wilayah Sumatera Selatan pada umumnya. Keraguan lain muncul dalam penggunaan takbir di awal dan akhir epilog rekaman itu. Penggunaan takbir, menurut dia, merujuk pada konflik agama, padahal di wilayah Mesuji yang terjadi konflik tanah.

Saurip Kadi ketika ditemui Rabu pekan lalu mengakui video itu sebenarnya sudah beredar di situs berbagi ­YouTube sejak April 2011. Sebelum bersedia membantu penduduk Mesuji dengan alasan "terikat Sumpah Prajurit", ia mengatakan telah mengajukan syarat. "Pertama, datangkan saksi korban yang hidup atau keluarga korban. Yang kedua, datangkan kepada saya yang membuat video," ujarnya. Ia menyanggah jika video itu dianggap rekayasa. Ia juga menolak menyebut pembuat video atau pengunggah video ke YouTube.

Anton Azhar, asisten lapangan PT Sumber Wangi Alam, pemilik kebun sawit di Mesuji, mengakui kebenaran video bagian pertama. Menurut dia, pemenggalan terjadi ketika pecah bentrok antara warga Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, dan petugas perusahaannya pada April lalu. Menurut dia, pelaku pemenggalan adalah "masyarakat".

Kartika Candra (Jakarta), Muhammad Taufik (Mesuji)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus