Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dalam Pantauan Radar Covid-19

Petugas kesehatan memantau orang yang baru tiba dari negara terjangkit Covid-19. Pemeriksaan virus dilakukan bukan untuk mengobati pasien.

7 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tim medis melakukan penanganan terhadap seorang pasien saat simulasi penanganan pasien virus Corona di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali, Rabu (12/2/2020). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/ama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Kesehatan membagi tiga kelompok orang berkaitan dengan Covid-19.

  • Petugas Puskesmas wajib memantau warganya yang baru pulang dari negara yang terjangkit Covid-19.

  • Menteri Kesehatan yang diberi wewenang mengumumkan.

SRIANAH duduk di ranjang sambil memijat kakinya di ruang perawatan Mawar, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar. Sudah sepekan perempuan 70 tahun itu mondok di rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 tersebut. “Tiga hari pertama, dia dimasukkan ke ruang isolasi,” kata Ramadhan, tetangga Srianah yang menemaninya di rumah sakit, Kamis, 6 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter memasukkan Srianah sebagai pasien dalam pengawasan Covid-19, penyakit akibat virus SARS-CoV-2. Ia dipantau karena mengalami demam beberapa hari sepulang umrah, 22 Februari lalu. Suhu tubuhnya 38 derajat Celsius. Pesawat yang membawanya dari Arab Saudi pun singgah di Singapura, yang sejak pertengahan Januari lalu mengumumkan ada warganya terjangkit Covid-19. Rumah sakit swasta yang semula merawat Srianah langsung merujuknya ke RSUP Sanglah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awalnya sampel darah Srianah diambil. Petugas kesehatan lalu melakukan swab alias mengambil spesimen lendir pada saluran hidung bagian belakang dan saluran mulut bagian belakang. Dari hasil pemantauan kondisi tubuh, pengecekan darah, dan pengujian spesimennya, dokter menyimpulkan Srianah tak terkena Covid-19.

Ia lalu dipindahkan ke ruang perawatan umum dan boleh dijenguk. “Mungkin demamnya karena cuaca. Di sana sedang dingin, sampai sini panas,” ujar Ramadhan. Srianah, kata dia, sebelumnya memiliki riwayat gangguan paru karena tuberkulosis, penyakit jantung, dan diabetes. Ia juga mengalami stres lantaran pesawatnya terguncang turbulensi. Setelah beberapa hari dirawat, kondisinya membaik.

Sementara Srianah dirawat di rumah sakit, ML, mahasiswa yang kuliah di Wuhan, Cina, sedang berlibur di Bali. Ia sempat dikarantina 14 hari di Natuna, Kepulauan Riau, Februari lalu. Ibunya, Siti Romlah, mengatakan, setelah ML pulang dari Natuna, petugas pusat kesehatan masyarakat mendatangi rumahnya satu kali untuk mengecek kondisi putranya itu. Sampai saat ini, kondisinya sehat. “Tak ada keluhan,” ujar warga Kecamatan Randuagung, Lumajang, Jawa Timur, itu.

Isma Nur Fadilah, mahasiswi yang kuliah di Provinsi Jiangsu, Cina, yang pulang awal Februari lalu, juga didatangi petugas puskesmas. Mereka berkunjung beberapa kali untuk memantau kondisi kesehatannya selama 14 hari, waktu yang awalnya diyakini sebagai masa inkubasi SARS-CoV-2.

Sebelumnya, ketika baru tiba di kampung halamannya, ia langsung diperiksa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Haryoto, Lumajang. “Suhu tubuh dan tensi darah saya diukur,” kata warga Kecamatan Sumbersuko, Lumajang, itu. Ia mengaku sehat.

Isma Nur Fadilah di rumahnya, di Kabupaten Lumajang. TEMPO/David Priyasidharta

Kementerian Kesehatan membagi tiga kelompok orang terkait dengan Covid-19, yakni orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, dan suspect alias orang yang diduga menderita Covid-19. Orang dalam pemantauan adalah semua orang yang masuk ke Indonesia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang datang dari negara yang diyakini telah terjadi penularan Covid-19 dari manusia ke manusia, seperti Cina, Korea Selatan, Jepang, Iran, Italia, Singapura, dan Malaysia. “Petugas kesehatan akan mengawasi dan mengantisipasi jika mereka sakit,” ujar juru bicara pemerintah untuk penanganan wabah Covid-19, Achmad Yurianto, Kamis, 5 Maret lalu. Isma dan ML masuk kategori ini.

Jika orang dalam pemantauan ini sakit yang gejalanya mengarah ke Covid-19, seperti influenza sedang sampai berat, batuk, pilek, demam, dan gangguan pernapasan, statusnya berubah menjadi pasien dalam pengawasan. Pasien tersebut akan diisolasi dan diambil tindakan swab. Srianah masuk kelompok ini.

Menurut Yuri, kalau pasien dalam pengawasan ini kemudian diketahui punya riwayat kontak dengan orang lain yang terkonfirmasi positif Covid-19, statusnya dinaikkan menjadi terduga alias suspect. Tindakan swab harus diambil untuk memastikan apakah ia membawa SARS-CoV-2. “Pemeriksaan virus ini bukan untuk mengobati pasien, tapi untuk menentukan apakah dia berpotensi menjadi sumber penularan atau tidak,” ucapnya. Sampai Jumat, 6 Maret lalu, pemerintah mengumumkan ada empat pasien positif Covid-19 di Indonesia.

Kepala Puskesmas Tunjung, Kecamatan Randuagung, Lumajang, Tanti, mengatakan mereka diwajibkan memantau warganya yang baru pulang dari negara yang diyakini terjadi penularan Covid-19 selama 14 hari. Februari lalu, ada dua mahasiswa yang pulang dari Wuhan. “Perawat kami telah berkunjung ke rumah kedua orang ini,” katanya.

Perawat mengukur suhu tubuh dan tensi darah serta mengecek nadi dua orang tersebut. Mereka juga menanyakan keluhan yang mungkin dirasakan. Setelah lewat dua pekan, kondisi dua mahasiswa tersebut masih fit.

Menurut Direktur Utama RSUP Sanglah, I Wayan Sudana, sampai Jumat, 6 Maret lalu, pihaknya menangani 30 pasien dalam pengawasan Covid-19. Semuanya menjalani swab. “Dua puluh lima hasil labnya negatif dan lima sedang menunggu hasil,” tuturnya.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengatakan, sebelum dilakukan swab, pasien biasanya akan diambil darahnya untuk melihat adakah infeksi yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti badannya. “Apakah limfosit atau leukositnya turun atau tidak,” ujarnya.

Bila jumlah dua sel darah putih tersebut tak normal, petugas kesehatan baru melakukan swab dengan mengusap dinding bagian belakang hidung atau dinding bagian belakang mulut, tempat menempelnya virus SARS-CoV-2. Sapuan itu dilakukan dengan alat yang berbentuk seperti cotton bud panjang yang ujungnya terbuat dari dakron.

Sampel tersebut akan diproses oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di laboratorium dengan polymerase chain reaction (PCR) untuk menggandakan materi genetik virus itu. Lalu diberi reagent alias pereaksi kimia untuk memastikan ada-tidaknya SARS-CoV-2. Sekali pengujian memakan waktu sekitar empat jam.

Pengujian tersebut akan dilakukan berulang kali dengan beberapa PCR yang berbeda untuk mendapatkan hasil meyakinkan. Maka paling tidak dibutuhkan waktu satu hari pengujian. “Hasilnya positif ataupun negatif, tetap kami ulang,” kata Yuri.

Kalau pengujian berkali-kali itu menunjukkan hasil positif, pemerintah akan memberitahukan temuan tersebut kepada masyarakat. Yuri mengatakan, karena Covid-19 adalah wabah yang sedang menjangkiti di dunia, berdasarkan Undang-Undang Wabah Penyakit Menular, Menteri Kesehatan diberi wewenang mengumumkan temuan, termasuk status pasien kasus 1 dan pasien kasus 2 dari Depok, Jawa Barat.

Namun ketika Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memberitahukan kepada Presiden Joko Widodo bahwa sudah ada pasien yang positif terkena Covid-19, Jokowi mengambil alih pengumuman tersebut. “Tapi, sebelum Presiden mengumumkan, pasiennya sudah diberi tahu bahwa ia positif,” ujar Yuri.

Direktur Utama Rumah Sakit Penanganan Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, memberikan keterangan berbeda. Menurutnya, pihak rumah sakit tak memberi tahu kedua pasien sebelum Jokowi mengumumkannya. Syahril menegaskan kebijakan itu sudah sesuai dengan peraturan khusus wabah.

 

•••

BEBERAPA daerah menyiapkan ruang isolasi di sejumlah rumah sakit untuk menangani pasien Covid-19. Pemerintah Jawa Barat, misalnya, mengklaim menyiapkan 52 rumah sakit. Tapi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengakui sebagian besar belum memenuhi standar ruang isolasi untuk pasien corona. “Misalnya, belum semuanya memiliki ventilator,” katanya.

Ketua Harian Crisis Center Covid-19 Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan kelengkapan alat pelindung diri bagi para petugas kesehatan juga belum terpenuhi. Padahal mereka lebih rentan terinfeksi.

Persoalan serupa dialami Rumah Sakit Umum Daerah Nusa Tenggara Barat. Wakil Direktur Bidang Pelayanan I Nyoman Kusuma Wijaya mengatakan ketersediaan alat pelindung diri hanya bisa memenuhi kebutuhan satu bulan ke depan, dengan asumsi tidak ada penambahan pasien.

Menurut Achmad Yurianto, tak semua rumah sakit yang menjadi tempat rujukan Covid-19 memiliki fasilitas seperti ventilator. Yang paling utama adalah mereka punya ruangan isolasi. “Seperti pasien kasus 1 dan kasus 2, mereka tak membutuhkan ventilator.”

NUR ALFIYAH, MADE ARGAWA (BALI), DAVID PRIYASIDHARTA (LUMAJANG), ANWAR SISWADI, AHMAD FIKRI (BANDUNG), ABDUL LATIEF APRIAMAN (LOMBOK)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus