Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita dari Sebaru

Salah seorang awak kapal pesiar World Dream yang menjalani observasi Covid-19 di Pulau Sebaru Kecil rutin merekam kegiatan harian mereka. Menjadi medium untuk mengabari keluarga dan masyarakat.

7 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto aerial WNI ABK Diamond Princess setibanya di Pulau Sebaru Kecil untuk diobservasi di Kepulauan Seribu, Jakarta, 5 Maret 2020. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Arif Dian Saputra hampir setiap hari membuat vlog untuk menceritakan pengalamannya bersama puluhan awak World Dream yang diobservasi di Sebaru Kecil.

  • Sejumlah awak kapal World Dream khawatir terhadap penggabungan observasi dengan awak Diamond Princess di pulau yang sama.

  • Sebaru Kecil, pulau di gugusan Kepulauan Seribu, dipilih menjadi lokasi observasi setelah Natuna.

DENGAN mulut dan hidung tertutup masker, Arif Dian Saputra menyapa para penonton videonya. “Selamat sore, semuanya. Ketemu lagi dengan Arif dari Santai Wae TV. Hari ini kita kedatangan tamu....” Dalam video yang diunggah di YouTube pada Kamis, 5 Maret lalu, itu, Arif mengabarkan kedatangan awak kapal Diamond Princess di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arif, 24 tahun, adalah salah seorang awak kapal World Dream yang menjalani observasi di Pulau Sebaru Kecil sejak akhir Februari lalu bersama 187 koleganya. Bak jurnalis televisi, Arif mereportase segala aktivitasnya bersama awak kapal World Dream lainnya selama menjalani observasi di pulau seluas 16,6 hektare tersebut. Lewat video-video pendek yang direkam melalui telepon selulernya, Arif bercerita tentang apa yang dia lihat dan alami selama masa observasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap hari, Arif berkeliling kamar, area sekitar tempat observasi, dan tepi pantai. Ia menyisir kegiatan kawan-kawannya, baik pagi, siang, maupun sore. Suatu kali, ia merekam kegiatan senam bersama personel Tentara Nasional Indonesia di pagi hari. Di waktu lain, ia menyorot beragam aktivitas santai kawannya, dari bermain bulu tangkis dan tenis meja sampai berkaraoke. “Saya merekam apa saja. Waktunya juga bebas, he-he-he...,” ujar Arif kepada Tempo, Kamis, 5 Maret lalu.

Arif ngevlog sejak Oktober 2018. Kerja di kapal pesiar dan kunjungan ke banyak tempat dia manfaatkan untuk konten vlognya. Ia kemudian mengunggah video kegiatan sehari-hari sebagai awak kapal itu di YouTube. Sejak Februari lalu, konten vlognya berisi segala hal tentang wabah Covid-19, termasuk pengalamannya sebagai salah seorang yang harus ikut observasi.

Arif terdorong merekam aktivitas selama observasi karena muncul pro-kontra dan tanggapan miring warganet seputar pemulangan warga negara Indonesia dari negara yang terkena dampak virus corona. Lewat vlognya, Arif bisa mengabarkan kepada keluarga koleganya mengenai segala kegiatan mereka, baik selama dalam perjalanan dari Hong Kong maupun setelah berada di Pulau Sebaru Kecil.

Ketika berada di darat, ia dan kawan-kawannya butuh waktu penyesuaian setelah puluhan hari berada di atas kapal dan menjalani deretan pemeriksaan rutin. “Air sempat tak lancar, AC tak dingin,” ucap Arif, yang mengapresiasi TNI dan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan mereka, seperti fasilitas olahraga dan hiburan serta dapur dan bahan masakan bila para awak kapal ingin masak sendiri.

Hal yang sama dirasakan awak World Dream lainnya. Mutia—bukan nama sebenarnya—selain mengeluh soal air dan penyejuk udara di hari-hari pertama, merasa kecewa karena masih harus diasingkan ke sebuah pulau begitu tiba di Indonesia. “Selama 21 hari di kapal, kami enggak ada kontak sama orang luar. Tidak ada yang dinyatakan punya simtom, semua sehat. Pas dijemput di sini, harus mulai lagi 14 hari observasi,” tuturnya.

Ia membandingkan proses pemeriksaan yang dilakukan beberapa negara yang menangani kawannya sesama awak kapal World Dream dengan pengalamannya saat di Indonesia. Menurut dia, salah seorang koleganya asal Filipina tak boleh keluar dari kamar tiga hari dua malam di kapal. Setelah dinyatakan negatif pada hari ketiga, ia diperbolehkan pulang dan menjalani karantina di rumah selama 14 hari. “Katanya standar WHO. Cuma, kok, berbeda dan tidak sesuai harapan. Tapi ya semuanya harus dijalani. Kami tidak punya pilihan.”

Sejumlah awak World Dream kecewa saat mendapat kabar bahwa awak kapal Diamond Princess bakal menjalani observasi di pulau yang sama. Tempat observasinya hanya berjarak beberapa meter dari tempat observasi awal World Dream. “Ini yang kami khawatirkan. Di sana jelas ditemukan ada yang positif dan itu bisa menular kepada yang lain. Belum lagi, masak, pembatasnya hanya garis polisi dan bentangan plastik hitam,” ujar Mutia.

Panglima Komando Tugas Gabungan Terpadu Laksamana Madya Yudo Margono menganggap wajar kalau awak World Dream khawatir. Setiap hari, kata dia, tim yang bertugas di Pulau Sebaru Kecil kerap memberikan penyuluhan dan edukasi tentang virus corona. Pihaknya selalu mendengarkan keluhan dan melakukan perbaikan. “AC tidak dingin benar karena sudah lama, ya. Tapi segera kami ganti semua. Sekarang sudah adem.”

Adapun Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Budi Sylvana menyebutkan penularan Covid-19 berdasarkan droplet alias percikan bersin atau batuk seseorang yang positif terjangkit. “Makanya ada fasilitas olahraga. TNI mengadakan aktivitas fisik setiap pagi, itu penting. Obat yang sesungguhnya adalah olahraga. Fisik kuat, virus segan masuk ke badan,” tutur Budi.

 

•••

Sejumlah 188 awak kapal World Dream, yang terdiri atas 172 laki-laki dan 16 perempuan, tiba di Pulau Sebaru Kecil pada 28 Februari lalu. Sedangkan 68 awak Diamond Princess mulai menghuni pulau tersebut pada Kamis, 5 Maret lalu. Setelah sempat dikarantina di Hong Kong pada 5-9 Februari lalu, sebelum sampai di perairan Indonesia, kapal pesiar itu terombang-ambing di perairan internasional karena ditolak masuk ke beberapa negara lantaran laporan bahwa ada penumpang yang diduga terpapar Covid-19. Mereka kemudian dijemput kapal Bantu Rumah Sakit KRI dr Soeharso di perairan Selat Durian, Kepulauan Riau, pada 26 Februari lalu dan dibawa ke Pulau Sebaru kecil.

Adapun awak Diamond Princess dijemput menggunakan pesawat terbang dari Yokohama, Jepang. Mereka tiba di Bandar Udara Kertajati, Jawa Barat, pada Ahad, 1 Maret lalu. Dari Kertajati, mereka menuju dermaga Indramayu dan kemudian diangkut dengan KRI dr Soeharso menuju Pulau Sebaru Kecil. Mereka tiba di perairan pulau itu sehari kemudian. Selama empat hari, para penumpang diobservasi di atas kapal tersebut, seperti menjalani pemeriksaan fisik dan tes polymerase chain reaction (PCR). Tes PCR juga sempat dilakukan tim medis di Jepang. Mereka dipindahkan ke pulau menggunakan kapal pendaratan (landing craft utility) pada Kamis, 5 Maret lalu.

Seharusnya mereka dipindahkan ke Pulau Sebaru Kecil sehari sebelumnya, tapi terhalang angin dan gelombang tinggi. Dari 69 awak, akhirnya hanya 68 orang yang turun ke pulau. “Ada satu orang yang tidak turun karena masih menunggu hasil pemeriksaan lanjutan dan akan dibawa ke rumah sakit di Jakarta,” tutur Budi Sylvana di dermaga Pulau Lipan, Kamis, 5 Maret lalu.

Sri Lestari, istri awak Diamond Princess, Adi Candra, berkisah bahwa dia sempat putus kontak dengan suaminya selama masa observasi di KRI dr Soeharso. “Ponselnya mati,” tutur Sri, 45 tahun, kepada Tempo, Jumat, 6 Maret lalu.

Sri merasa lega karena suaminya sudah berada di Indonesia. Ia sudah mendapat kabar dari suaminya, yang dikarantina di Jepang pada 4 Februari lalu. Pihak kantor agen tempat Adi bekerja juga menghubungi Sri dan menjelaskan kondisi yang dihadapi Adi. “Sejak di Jepang, komunikasi kami lancar. Mas Adi selalu telepon, video call, mengabarkan kondisinya,” ujar Sri. Komunikasi yang lancar ditambah informasi dari Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Tokyo membuatnya tenang. Terlebih setelah suaminya dinyatakan negatif Covid-19.

Lewat video terbarunya, Arif menunjukkan aktivitas awak Diamond Princess begitu tiba di Pulau Sebaru Kecil. Tampak mereka berbaris, lalu satu per satu memasuki tenda besar berwarna hijau. Apa yang dialami Arif dan kawan-kawan itu sama persis dengan yang dijalani awak World Dream saat pertama kali memasuki Pulau Sebaru Kecil. Petugas memberikan piyama baru untuk tiap orang.

Arif mengakhiri laporannya saat para petugas berbenah setelah melakukan disinfeksi.

AISHA SHAIDRA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus