Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah memberlakukan kartu kewaspadaan kesehatan di gerbang internasional.
Tak semua pengunjung dari luar negeri mengisi kartu tersebut.
Di sejumlah daerah, terjadi perbedaan pemeriksaan kesehatan.
LIMA belas petugas kesehatan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, berlayar menggunakan kapal cepat pada Kamis pagi, 5 Maret lalu. Mendekati kapal pesiar Viking Sun, yang berbendera Norwegia, sekitar dua kilometer dari bibir dermaga, lajunya melambat. Setelah kapal cepat itu bersandar, para petugas kesehatan bergegas masuk ke Viking Sun.
Membawa alat pengecek suhu badan atau thermal gun dan peralatan kesehatan lain, para petugas itu mengecek satu per satu pelancong dan awak kapal yang berjumlah 1.190 orang tersebut. Selama dua setengah jam memeriksa, petugas tidak menemukan satu orang pun yang terpapar Corona Virus Disease atau Covid-19. “Tapi ada dua orang yang sakit jantung dan perlu membeli obat,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono kepada Tempo, Jumat, 6 Maret lalu.
Melalui telepon, Anung mengingatkan para petugas itu bahwa tugas mereka bukan memberi penumpang izin turun ke Semarang. Sebelumnya, kapal yang berlayar dari Darwin, Australia, ini ditolak berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dengan alasan ada penumpang yang diduga terjangkit corona. Menurut Anung, jika satu orang saja ada yang positif, kapal itu akan diisolasi seperti kapal pesiar Diamond Princess di Yokohama, Jepang. Petugas kesehatan yang mengecek itu pun akan ditugasi menemani mereka jika karantina diberlakukan.
Mendapat laporan dari tim kesehatan, Pemerintah Kota Semarang akhirnya mengambil keputusan melarang para penumpang Viking Sun turun dan berwisata di Jawa Tengah. “Hanya diperbolehkan memasukkan logistik,” ujar Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. Acara penyambutan para turis di terminal kedatangan pun bubar. Sekitar 30 bus yang awalnya akan membawa para turis berwisata di Jawa Tengah meninggalkan pelabuhan tanpa penumpang.
Sempat terkatung-katung di laut, Viking Sun akhirnya berlabuh menjelang tenggelamnya matahari. Dengan kawalan penuh, tiga truk kontainer yang membawa logistik menurunkan muatan untuk dipindahkan ke Viking Sun. Satu mobil ambulans juga berada di dekat kapal pesiar itu. Rupanya, satu penumpang yang sakit jantung harus keluar dari kapal.
Penumpang itu dibawa petugas dari Dinas Kesehatan Kota Semarang ke Rumah Sakit Columbia Asia. Namun proses evakuasi itu menjadi sorotan karena petugas mengenakan pakaian pelindung tubuh untuk menghadapi penyakit yang tidak menular. “Petugas kesehatan saja masih tidak benar, apalagi masyarakat,” ujar Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang Ariyanti.
Sekretaris Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan sekaligus juru bicara pemerintah untuk kasus corona, Achmad Yurianto, menuturkan di semua tempat perlintasan di Indonesia dilakukan pengawasan dan tes suhu badan. Tujuannya untuk meminimalkan penyebaran virus yang pada Sabtu, 7 Maret lalu, telah menjangkiti hampir 90 negara itu. Namun, kata Yurianto, kini pengecekan suhu tubuh tidak cukup efektif karena penyebaran virus sudah masuk gelombang kedua dan berbeda dengan saat pertama kali penyebaran itu muncul di Wuhan, Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah petugas berjaga saat kapal pesiar Viking Sun berbendera Norwegia yang mengangkut sekitar 1.200 penumpang bersandar di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/3/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat gelombang pertama, penyebaran virus corona terjadi dalam masa inkubasi 2-14 hari. Penderita mengalami gejala demam, batuk, dan sesak. Sedangkan pada gelombang kedua, gejala awal seperti peningkatan suhu tubuh kerap tak terpantau. “Ini yang ke mana-mana lolos dari pemeriksaan suhu tubuh,” ujar Yurianto. Karena itu, menurut Yurianto, pemerintah mengeluarkan kartu kewaspadaan kesehatan yang diberikan di bandar udara dan pelabuhan.
Tempo, yang tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pada 21 Februari lalu setelah terbang menggunakan Qatar Airways dari Belanda, melihat petugas bandara masih kebingungan membagikan kartu kewaspadaan kesehatan. Bahkan ada penumpang, yang duduk di samping Tempo saat di pesawat, tidak mengisi kartu kewaspadaan kesehatan dan langsung melenggang ke luar bandara. Hingga Sabtu, 7 Maret lalu, 128 orang di Belanda positif terkena corona dan satu orang meninggal.
Juga, saat wartawan Tempo Philipus Parera kembali dari Jepang pada 29 Februari lalu, tidak ada pemeriksaan lebih lanjut setelah kartu kewaspadaan diserahkan ke petugas. Selama dua pekan, Philipus berkunjung ke empat kota di Jepang, yaitu Tokyo, Kobe, Osaka, dan Kyoto. Di Jepang, sudah ada lebih dari 420 kasus corona dan 6 orang meninggal.
Di Bandara Internasional Lombok, beberapa kali Tempo menemukan tidak ada petugas yang berjaga di alat pemantau suhu tubuh. Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat Nurhadini Eka mengatakan pemantauan itu bisa dilakukan dari ruang kontrol. Adapun di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, meski penumpang dari luar negeri mengisi kartu kewaspadaan kesehatan, tak ada pengetatan pemeriksaan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya mengatakan alat pengukur suhu tubuh sudah cukup untuk melakukan pemantauan. “Alat kami sudah standar Badan Kesehatan Dunia,” ujarnya.
Di sejumlah pelabuhan di Nusa Tenggara Barat, terjadi perbedaan pemeriksaan terhadap wisatawan yang datang dengan kapal cepat dan feri. Di Pelabuhan Penyeberangan Lembar, Lombok Barat, misalnya, wisatawan yang datang dengan feri tidak menjalani pemeriksaan suhu tubuh. Sedangkan di Pelabuhan Bangsal Pemenang, Lombok Utara, suhu tubuh turis asing dan domestik diukur dengan thermal gun.
Menanggapi perbedaan tersebut, Kepala Karantina Kesehatan Kelas II Mataram, I Wayan Diantika, mengatakan wisatawan asing di Pelabuhan Lembar tidak diperiksa karena mereka sudah diperiksa saat masuk Indonesia. “Kalau ada penumpang yang sakit, baru kami periksa,” ujarnya.
Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk memberlakukan perlakuan khusus bagi penumpang pesawat yang datang dari Iran, Italia, dan Korea Selatan. Wendo Asrul Rose, Direktur PT Angkasa Pura I, mengatakan mereka yang datang dari tiga negara itu wajib menyertakan surat bukti tanda sehat dari negara keberangkatan. “Kalau tidak, tak diperbolehkan masuk,” ujarnya.
Terhitung sejak 6 Februari hingga 6 Maret lalu, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga menolak masuk 118 warga negara asing ke Indonesia. Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Cucu Koswala mengatakan penolakan itu dilakukan karena warga negara asing tersebut ada yang menetap lebih dari 14 hari di Cina. Ada pula yang suhu tubuhnya mencapai 38 derajat Celsius.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, JAMAL A. NASHR (SEMARANG), DIDIT HARYADI (MAKASSAR), ABDUL LATIEF APRIAMAN (LOMBOK), MADE ARGAWA (BALI)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo