HAKIM mengantuk? Itu sih sudah biasa. Terutama kalau acaranya pembacaan tuduhan, tuntutan, atau pembelaan yang berpanjang-panjang dan sudah diketahui garis besar isinya. Malah ada hakim yang mengaku sempat tidur bila tuntutan jaksa lebih dari 200 lembar. Tapi bagi Saroso Bagyo, S.H., hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kantuk harus dilawan. Caranya: ia mengeluarkan ballpoint, neraih buku agenda, lalu mencoret-coret, dan jadilah sketsa. Yang digambar, tokoh di persidangan itu, siapa lagi kalau bukan si terdakwa. "Memimpin sidang sambil menggambar wajah orang masih tetap lebih baik daripada sambil mengantuk," kata Pak Hakim. Dua pekan lalu, dari meja hijaunya, hakim ini menyelesaikan sketsa wajah Abdul Latief Amir, terdakwa tindak pidana subversif. Waktu itu jaksa membacakan tuntutan 160 halaman. Saroso sudah menggunakan resep antikantuk itu sejak bertugas di Surabaya. Tetapi ketika berdinas di Wamena dan Biak, Irian Jaya, ia tak perlu sampai melukis. "Kalau sidang di daerah, tuntutan pendek-pendek. Sidang pun tak ada yang lama. 'Kan tak sempat ngantuk?" katanya. Ketika mengadili Tony Ardie, Pak Hakim juga tak sempat mencoret-coret. "Soalnya, Tony itu menarik. Lagi pula, kasusnya penting, jadi saya tak sampai mengantuk." Ada, memang, yang kasusnya penting tapi orangnya tidak menarik. "Misalnya Musthapa. Kasusnya juga subversif, tapi orangnya kalem, lebih banyak diam. Ya, ketika tuntutan panjang dibacakan, saya mulai menggambar wajahnya." Bahkan di luar sidang pengadilan, dalam seminar. misalnya, bila pembicaranya menjemukan, Pak Hakim juga mulai menggambar. Siapa yang dijadikan "tertuduh"? "Ya, si pembicara yang bertele-tele itu!" Bagaimana kalau orang-orang yang biasa tertidur, para anggota lembaga legislatif, misalnya, diajari membuat sketsa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini