Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ormas paramiliter menjalin hubungan baik dengan pemerintah agar bertahan di segala zaman.
Memiliki usaha di berbagai sektor bisnis dan merekrut anggota intelektual.
Bertumbuh subur setelah Reformasi.
PULUHAN orang berseragam Pemuda Pancasila mengejar Ajun Komisaris Besar Dermawan Karosekali di jalan depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta, pada 25 November siang lalu. Para pengejar menuduh Kepala Bagian Operasional Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya itu memiting seorang anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut yang tengah berdemonstrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dermawan terkepung. Para pengejar memukulinya memakai kayu dan besi. Beruntung seorang pengendara sepeda motor berhenti dan menyediakan jok untuk menyelamatkannya. Ketika diperiksa dokter di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, ada luka serius di kepala Dermawan. “Tindakan mereka di luar batas,” kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat Komisaris Besar Hengky Haryadi pada Kamis, 2 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari itu polisi menangkap 22 anggota Pemuda Pancasila. Enam di antaranya menjadi tersangka penganiayaan Dermawan. Polisi menyita sejumlah benda tajam dan dua butir peluru dari tangan peserta unjuk rasa.
Demonstrasi memang berjalan panas. Gabungan anggota Pemuda Pancasila dari berbagai wilayah di Jakarta dan kota sekitarnya tengah memprotes ucapan Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR Junimart Girsang. Beberapa hari sebelumnya, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengusulkan Kementerian Dalam Negeri membubarkan ormas yang menjadi biang onar.
Junimart Girsang di Jakarta, 26 Juli 2018/TEMPO/Amston Probel
Pernyataan itu memicu amarah pengurus dan anggota Pemuda Pancasila. Mereka menuntut Junimart meminta maaf.
Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno mengatakan anggotanya akan terus berdemonstrasi sampai Junimart meminta maaf secara nasional. “Dia kan pengacara, seharusnya tahu hukum,” ujarnya.
Junimart berkelit. Ia berdalih tak meminta pembubaran ormas dan Pemuda Pancasila (PP) secara langsung. Pernyataannya muncul untuk menanggapi bentrokan Pemuda Pancasila dan Forum Betawi Rempug (FBR) di Pasar Lembang Ciledug, Kota Tangerang, Banten, pada 19 November lalu. Junimart berdalih ia hanya mengutip Pasal 61 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Aturan itu berisi sanksi administratif, yaitu peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum sebuah organisasi kemasyarakatan. “Jadi itu bahasa undang-undang dan berlaku untuk semua ormas,” tutur Junimart di kantornya pada Rabu, 8 Desember lalu.
Bentrokan antara anggota PP dan FBR itu diduga terjadi karena perebutan lahan. Polisi telah menetapkan tujuh anggota Pemuda Pancasila menjadi tersangka. Tiga di antaranya terbukti mengonsumsi narkotik. Menurut Junimart, bentrokan itu merupakan salah satu dari sejumlah gesekan yang kerap terjadi di antara anggota ormas.
Anggota Forum Betawi Rempug (FBR) di Depok, Jawa Barat/TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Junimart mencontohkan ulah ormas di daerah pemilihannya saat ia mencalonkan diri menjadi anggota DPR di Sumatera Utara 3, yang meliputi Kabupaten Batubara, Kota Tanjung Balai, dan Kabupaten Dairi. Di sana ada istilah “uang takut” dari para pemasok barang. Istilah ini berarti memberikan uang kepada anggota ormas yang menghadang jalan agar truk pasir atau barang bisa melintas.
Ribut pernyataan pembubaran ormas telanjur meletup. Junimart berupaya menjelaskan pernyataannya kepada pimpinan Fraksi PDI Perjuangan pada Senin, 22 November lalu. Ia menjelaskan kepada Ketua serta Sekretaris Fraksi, Utut Adianto dan Bambang Wuryanto, bahwa ucapannya adalah kritik selaku anggota Dewan. “Pimpinan saya pun memahaminya,” ujarnya.
Junimart juga mengirimkan pesan WhatsApp kepada Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo pada Selasa, 23 November lalu. Bambang adalah Wakil Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila. Junimart meminta Bambang berbicara kepada anggota organisasinya agar tidak berdemonstrasi.
Kepada Bambang, Junimart menyebutkan ucapannya ihwal organisasi kemasyarakatan itu adalah kritik agar Pemuda Pancasila bisa berkembang lebih baik. Ia juga mengirimkan tautan berita berisi permintaan maaf kepada Pemuda Pancasila. Bambang menjawabnya “mantap” plus emoji jempol.
Bambang tak menjawab pertanyaan Tempo untuk mengkonfirmasi percakapannya dengan Junimart. Ia pernah mengatakan setiap ucapan anggota DPR harus terukur dan tidak menyinggung suatu organisasi. “Agar menjadi pesan kepada publik bahwa kita hidup saling menghargai,” katanya pada Kamis, 25 November lalu, saat massa Pemuda Pancasila berdemonstrasi di depan gedung DPR.
Meski ucapan maaf sudah dilontarkan, demonstrasi tetap berlangsung. Puluhan anggota Pemuda Pancasila di Kota Depok, Jawa Barat, ikut menggelar demonstrasi pada 6 Desember lalu. Tak hanya menuntut permintaan maaf, mereka meminta Junimart dipecat dari DPR. Junimart mengatakan seharusnya ucapan maafnya sudah menyelesaikan keributan. “Tak perlu berlarut-larut,” ujarnya.
Yaqut Cholil Qoumas (kanan), menyampaikan pengarahan kepada anggota Banser Nahdlatul Ulama (NU) dalam Apel Kebangsaan dan Kemah Kemanusiaan di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta, 18 April 2017/ANTARA/Sigid Kurniawan
Dua anggota Komisi Pemerintahan DPR dan tiga politikus pendukung pemerintah bercerita bahwa keributan itu sebenarnya berlatar perkara mafia tanah. DPR tengah mengumpulkan perkara ini dengan membentuk Panitia Kerja Mafia Tanah. Anggotanya berasal dari Komisi Pemerintahan. Di sana Junimart menjabat Ketua Panitia Kerja. Junimart tak mau menanggapi informasi mengenai mafia tanah ini.
Japto Soerjosoemarno menampik tudingan bahwa organisasinya berkaitan dengan mafia tanah. Ia memastikan setiap personel Pemuda Pancasila yang ikut menjaga lahan hanya mendukung pemilik yang sah. “Anggota Pemuda Pancasila itu cuman jaga tanah, bukan mafia tanah,” ucapnya.
Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict Sana Jaffrey mengatakan keberadaan ormas tak akan surut kendati ada permintaan pembubaran. Soalnya, kata dia, ada hubungan kuat antara kebutuhan negara dan peran ormas. Menurut Kementerian Dalam Negeri, jumlah ormas mencapai 431.465 pada 2019. Jaffrey mengatakan jumlah ormas meroket sejak Reformasi 1998 seiring dengan terbukanya kebebasan membentuk organisasi.
Peneliti asal Universitas Chicago, Amerika Serikat, ini mencontohkan peran ormas dalam tiap kegiatan pemerintahan. Mereka berharap imbalan dari dukungan kepada pemerintah. Imbalan itu tak melulu materi. “Ini yang menimbulkan kesan aparat hukum melindungi mereka karena hubungan ini,” ujarnya pada Kamis, 9 Desember lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menampik anggapan ini. Ia menjamin lembaganya tak pernah menjadi beking ormas. “Jika ada anggota ormas melanggar aturan, kami tindak,” tuturnya.
Menurut Rusdi, hubungan polisi dengan ormas merupakan bagian dari upaya pengamanan. Namun Polri tengah mengevaluasi interaksi dengan ormas setelah pidato Presiden Joko Widodo pada Jumat, 3 Desember lalu. Jokowi menegur para kepala kepolisian daerah dan resor yang sowan kepada pimpinan ormas.
Sana Jaffrey menyoroti Pemuda Pancasila. PP adalah ormas tertua yang berdiri sejak Orde Lama, pada 1959. Menurut dia, Pemuda Pancasila mampu bertahan karena bisa beradaptasi dengan perkembangan politik dan kekuasaan, termasuk hubungannya dengan penegak hukum.
Para peneliti, kata Jaffrey, sempat menduga ormas seperti Pemuda Pancasila akan turut redup seiring dengan tumbangnya Presiden Soeharto pada 1998. Sentimen anti-Soeharto diperkirakan turut mempengaruhi citra Pemuda Pancasila yang menjadi pendukungnya. Apalagi Partai Patriot yang didirikan Pemuda Pancasila menjelang Pemilihan Umum 2004 gagal mendulang suara pemilih.
Nyatanya, Pemuda Pancasila bisa bertahan. Meski jumlah anggotanya turun sekitar 2 juta dari 4 juta, anggota PP kini berada di sejumlah partai politik dan menjadi anggota legislatif ataupun pemerintahan. “Dari satu kursi di DPR sebelum 1998, kini menjadi 25 kursi di DPR,” ujar Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Pemuda Pancasila Yorrys Raweyai tentang anggota PP yang ada di parlemen.
Menurut Yorrys, capaian itu tak didapatkan secara instan. Faktor penentunya adalah transformasi jalan pikiran anggota Pemuda Pancasila mengikuti perkembangan zaman. Yorrys adalah politikus Partai Golkar dari Papua. Setelah dua periode, ia tetap berkantor di Senayan dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Yorrys bergabung dengan Pemuda Pancasila pada 1979. Ia terkenal sebagai anggota Naga Sembilan—sebutan untuk pengusaha kakap di Jakarta. Mulai 1980, ia terlibat proses pembebasan lahan di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat; Mangga Dua, Jakarta Pusat; hingga kawasan Sudirman Central Business District di Jakarta Selatan. Yorrys mengklaim jasanya legal. “Pengembang sudah dapat surat dari pemerintah,” katanya.
Kini bisnis Pemuda Pancasila tak hanya berkecimpung dalam jasa pengamanan. Yorrys mengatakan anggota PP juga memiliki usaha perkebunan sawit serta pertambangan batu bara dan nikel. Salah satunya Ahmad Ali, pengurus teras Pemuda Pancasila yang menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem, yang memiliki bisnis tambang di Sulawesi. Ali mengamini pernyataan Yorrys.
Menurut Yorrys, kelincahan anggota Pemuda Pancasila di berbagai daerah membaca peluang bisnis membuat mereka bisa bertahan. Jika ada satu orang menjalankan sebuah bisnis, anggota lain akan dilibatkan. Misalnya, jika ada anggota yang punya bisnis perkebunan, karyawannya adalah anggota PP. “Ada banyak yang seperti itu,” tutur Yorrys. “Kami bersyukur karena bisa ikut membangun organisasi.”
Dengan masuknya anggota Pemuda Pancasila ke dalam bisnis dan dekat dengan kekuasaan, organisasi ini juga berubah. Menurut Yorrys, anggota Pemuda Pancasila kini tak lagi memakai omong dan otot dalam mengais ceruk ekonomi. Ia menyebutkan alat anggota Pemuda Pancasila terbalik: otak, omong, baru otot. “Saat ini banyak sarjana dan profesor yang tergabung dalam Pemuda Pancasila,” kata Yorrys.
•••
FORUM Betawi Rempug, yang menjadi rival Pemuda Pancasila, juga mengklaim telah bertransformasi. Didirikan pada 2001 oleh Fadloli El Muhir, FBR kini memiliki hampir setengah juta anggota dengan verifikasi memakai aplikasi di Android. Dari semula menyediakan jasa keamanan, anggota FBR kini merambah ke dalam bisnis.
Seorang petinggi FBR mengatakan organisasinya mulai modern sejak dipimpin Lutfi Hakim pada 2009, setelah Fadloli meninggal karena serangan jantung. Salah satu usaha FBR adalah membentuk perusahaan yang menaungi Pusat Kuliner Jakarta Tentram Sejahtera di Kemayoran, Jakarta Pusat. Memakai lahan milik Sekretariat Negara, FBR mengelola lapak makanan sebanyak 200 unit.
Selain menarik uang sewa dari pedagang sebesar Rp 8 juta setahun, mereka mengutip biaya keamanan dan kebersihan. Juru bicara FBR, Fajri Husein, menjelaskan sejumlah bisnis organisasinya, termasuk Pusat Kuliner di Kemayoran. Namun ia meminta penjelasannya tak dikutip.
Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama juga salah satu ormas yang kian besar setelah Reformasi. Kepala Satuan Koordinasi Nasional Banser Hasan Basri Sagala mengatakan transformasi Banser terjadi sejak Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memimpin NU pada 1984-1999. “Tugas Banser bukan hanya melindungi ulama, tapi merebut posisi strategis di masyarakat,” ujarnya.
Untuk mencapai cita-cita itu, Banser NU mengirimkan kader-kadernya berebut mengisi berbagai jabatan publik. Salah satu kadernya adalah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Menurut Hasan, saat ini ada 8 juta anggota Banser.
Dengan jumlah yang besar itu, Hasan merasa organisasi punya daya tekan secara politik dan diperhitungkan dalam peta politik Indonesia. Ia mencontohkan, organisasinya ikut memberikan masukan ketika Undang-Undang Cipta Kerja dibahas oleh DPR dan pemerintah. Karena itu, meski publik menolak omnibus law ini, Banser tetap mempromosikannya.
Japto Soerjosoemarno mengklaim tak mewajibkan anggota Pemuda Pancasila menduduki jabatan di legislatif dan eksekutif. Namun ia siap membuka jalan jika ada anak buahnya yang ingin masuk ke dunia politik. Karena itu, ia tetap menjalin komunikasi dengan petinggi partai politik agar suatu saat bisa menitipkan anggotanya.
Bantuan ormas bukan tanpa syarat. Japto mengatakan anggota Pemuda Pancasila yang ingin direkomendasikan masuk lembaga publik harus berprestasi atau setidaknya punya duit. Jika kantong cekak, ada pilihan lain: pengikut yang banyak. Japto meminta anggotanya yang ingin menduduki jabatan publik mesti tetap berkomitmen membantu organisasi. “Kalau ujug-ujug datang minta rekomendasi, siapa elu? Ha-ha-ha....”
LINDA TRIANITA, ABDUL MANAN, MUSTAFA SILALAHI, RIKY FERDIANTO, M.A. MURTADHO (BOGOR), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo